Fimela.com, Jakarta Banyak orang yang mengisi waktu luang dengan menjalankan hobi. Namun, siapa sangka sebuah hobi yang dijalankan secara serius, bisa berkembang menjadi bisnis yang potensial. Seperti halnya Linda Yuli Yani, founder Elye Craft bisnis suplai aksesori handmade.
Setelah berhenti dari pekerjaanya sebagai karyawan BUMN, perempuan yang akrab disapa Linda ini memutuskan untuk kembali menekuni hobinya di bidang kerajinan tangan, khususnya aksesori seperti kalung, gelang, tas macrame, hingga strap masker dan konektor masker. Tak disangka, usaha yang dibangun hanya bermodalkan Rp400 ribu ini bisa berkembang hingga sekarang
“Awalnya, saya tidak berniat menjadikan ini menjadi suatu bisnis yang menjanjikan, jadi hanya mengikuti hobi saja. Namun setelah resign kerja, pada 21 April 2015 saya mulai menekuni hobi ini menjadi bisnis dengan modal awal Rp400 ribu untuk beli alat crafting,” kata Linda saat dihubungi langsung oleh Fimela.
Dengan menggunakan Instagram sebagai media promosi dan berbekal pengalaman di pekerjaan sebelumnya, Linda mengaku cukup terbantu untuk persoalan marketing dan pelayanan kepada pembeli.
Sempat Vakum
Meski bisnis yang dijalankan Linda berjalan mulus, dia sempat terhenti membuat kerajinan karena memiliki momongan dan seluruh waktunya difokuskan untuk mengurus anak. Namun atas izin suami dan dukungan keluarga, Linda pun kembali meneruskan bisnisnya dan menambah produk dagangan menjadi pemasok alat-alat atau bahan-bahan pembuat kerajinan tangan.
“Setelah melahirkan, saya sempat vakum sekitar 3 bulan untuk mengurus anak. Padahal waktu itu saya sudah punya cukup customer. Namun, atas dukungan suami dan keluarga saya melanjutkan kembali bisnis aksesori ini. Tapi jadi lebih bergeser dari awalnya hanya memproduksi aksesoris seperti bros, gelang, kalung, kini saya coba suplai bahan-bahan aksesorisnya,” tutur ibu dari dua anak itu.
Hingga kini, bisnis kerajinan aksesoris Linda telah berkembang menjadi tiga bagian, yakni Elye Craft yang berfokus pada suplai bahan-bahan aksesoris, Elye Stuff yang berfokus menjual hasil karya berupa strap masker dan lain-lain, serta Caramel Macrame yang menjual hasil karya tas macrame (tali temali).
Omzet yang didapat dari modal awal Rp 400 ribu pun mulai berkembang, dari Rp3 juta per bulan di tahun pertama menjadi Rp500 juta per bulan saat ini.
Omzet merosot karena pandemi
Perjuangannya mempertahankan bisnis aksesoris dilalui dengan berbagai tantangan. Bisnisnya pun sempat terdampak pandemi hingga mengalami penurunan omzet yang cukup drastis.
Dari yang awalnya omzet mencapai Rp400-Rp500 juta per bulan, turun hingga Rp70-Rp100 juta per bulan akibat pandemi. Penurunan ini tentu membuat Linda kewalahan karena memiliki karyawan dan kebutuhan lainnya seperti sewa tempat usaha.
“Karena saat itu masyarakat lebih fokus membeli alat-alat kesehatan. Sehingga penjualan saya turun, dari yang setiap harinya kirim paket bisa mencapai 40-100 paket, turun jadi 3-4 paket saja per harinya. Sedangkan aku punya karyawan yang harus digaji dan operasional toko yang harus dipenuhi,” kata perempuan 31 tahun itu.
Meski demikian, Linda memutuskan untuk tidak merumahkan karyawannya. Linda dan suaminya tetap bersikeras mempertahankan karyawan dan mencari cara untuk kembali membangkitkan usaha.
Setelah memutar otak, Linda pun berinovasi meluncurkan strap dan konektor masker. Tak disangka, usaha kerasnya membuahkan hasil. Inovasinya tersebut disambut baik oleh masyarakat.
“Awalnya pandemi itu jadi musibah bagi kami, namun sekarang jadi berkah. Karena connector masker dan strap masker ini jadi salah satu aksesoris handmade yang paling banyak dicari di masa pandemi saat ini. Hampir setiap orang butuh dan pake strap dan connector masker, jadi alhamdulillah penjualan kita naik banget. Alhamdulillah ada hikmahnya,” lanjutnya.
Tuntutan sebagai pelaku usaha aksesoris
Walaupun menjalankan bisnis dari hobi, berbisnis di bidang kriya ini bukan tanpa tuntutan. Linda mengaku dituntut untuk menghasilkan karya yang unik dan menarik. Terlebih aksesoris terus berkembang mengikuti zaman. Keberadaan kompetitor pun harus dijadikan sebagai acuan untuk menciptakan produk yang lebih baik.
“Ini menjadi tantangan karena kami harus meluncurkan produk yang kreatif, baru, unik , dan punya value yang lebih agar kita punya nilai yang berbeda dari kompetitor,” tutur Linda.
Produk buatannya kini telah tersebar ke penjuru Indonesia dari Aceh sampai ke Jayapura. Aksesorisnya pun diminati di luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Taiwan, hingga Hong Kong.
“Strategi aku adalah harus terus kreatif memunculkan ide-ide baru yang punya value, unik, dan original agar customer terus merasa terbarukan dan up to date. Kedua, membangun team work yang solid karena disini aku tidak sendirian aku bersama tim yang berkompeten dibidangnya masing-masing. Ketiga, terus belajar jangan terus merasa puas dari apa yang kita miliki sekarang. Karena kalau kita sudah merasa puas, kita gak akan berkembang ke titik yang lebih tinggi lagi,"
“Teruslah seperti gelas yang kosong agar kita terus haus mengisi ide-ide baru dan sesuatu yang baru supaya kita lebih upgrade lagi,” tandasnya.
#Elevate Women