Fimela.com, Jakarta Setiap harinya kita berurusan dengan uang. Menghasilkan uang hingga mengatur uang menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian kita. Bahkan masing-masing dari kita punya cara tersendiri dalam memaknai uang. Dalam tulisan kali ini, Sahabat Fimela berbagi sudut pandang tentang uang yang diikutsertakan dalam Aku dan Uang: Berbagi Kisah tentang Suka Duka Mengatur Keuangan. Selengkapnya, yuk langsung simak di sini.
***
Oleh: Anna Marie Happy
Kekurangan bukan hanya bikin hidup sengsara tapi juga membuat diri enggan berbagi. Ini adalah pengalaman ketika SMA. Saat itu perekonomian keluarga pas-pasan. Mau makan enak harus mikir-mikir. Beruntung ada kerabat yang ekonominya baik sering memberi makanan kepada keluarga saya.
Walaupun begitu, karena merasa kekurangan, saya jadi enggan berbagi. Pernah suatu ketika, ibu ke luar kota membawa oleh-oleh selusin donat mini merk terkenal. Ibu ingin membagi kepada kerabat yang sering memberi. Tapi saya malah marah dan bilang tidak usah memberi karena keluarga kita saja kekurangan.
Walaupun pernah kekurangan, saya bersyukur setelah lulus kuliah dan bekerja, saya bisa memperoleh penghasilan yang baik. Dari situlah muncul keinginan untuk berbagi. Ada pepatah mengatakan bahwa memberi tidak harus menunggu kaya. Tetapi kalau dalam diri merasa kekurangan, sebanyak apa pun harta yang kita miliki pasti enggan untuk berbagi.
Pengalaman saya bertahun-tahun lalu itu kini dialami oleh teman dekat saya, seorang pria. Dia besar di keluarga yang ekonominya kurang baik. Saat ini, walaupun sudah bekerja namun dia merasa penghasilannya masih kurang.
Mengatur Keuangan dengan Lebih Bijak Lagi
Kami tinggal di kota kecil. Penghasilan kami berdua di bawah UMR. Kami masih tinggal bersama orang tua, jadi tidak bingung masalah tempat tinggal dan makan. Tetapi, saya lebih jago mengatur keuangan dibanding teman dekat saya itu.
Walaupun penghasilannya sedikit di atas saya, tetapi uangnya habis untuk hobinya. Sedangkan penghasilan saya selain untuk kebutuhan dan jajan, sebagian saya tabung.
Suatu ketika saya bercerita dengannya bahwa pada masa pandemi kita perlu saling berbagi dengan cara belanja. Dia malah menyanggah dan berkata buat apa membantu orang lain kalau diri sendiri kekurangan.
Walaupun saya tidak setuju dengan pendapatnya, saya memaklumi, mungkin teman dekat saya itu merasa kekurangan. Entah karena besar di keluarga yang ekonominya kurang baik atau karena dia yang tidak mampu mengatur uang.
Dari pengalaman hidup, saya bercita-cita jangan sampai hidup saya kekurangan, terutama keuangan. Karena itulah, saat ini saya mengurangi jajan dan jalan-jalan. Uangnya saya tabung sebagai dana darurat, sisanya diinvestasikan.
Pandemi mengubah segalanya, begitu juga dengan kehidupan saya. Kehilangan satu pekerjaan membuat saya sadar, saya perlu berinvestasi. Sebetulnya sudah lama saya mengenal investasi, tetapi saat itu saya masih ingin bersenang-senang sehingga belum berinvestasi. Hal itulah yang kini saya sesali.
Selama pandemi, saya belajar instrumen investasi di luar tabungan bank dan deposito. Saya juga belajar mengatur uang melalui akun Instagram tentang investasi dan keuangan.
Selain tabungan dan deposito, kini saya juga berinvestasi di reksadana campuran. Saya juga belajar instrumen investasi lainnya yang bisa menghasilkan cuan tinggi. Tapi, tetap ingat bahwa keuntungan tinggi juga berbanding dengan risiko tinggi. Kalau hanya ingin cuan tinggi bisa-bisa terjebak investasi bodong.
Saya pernah bercita-cita bisa bebas finansial dan bisa beli apa saja tanpa mikir seperti yang sering digaungkan di media sosial. Tapi rasanya itu terlalu muluk. Saya pun menyadari bahwa kehidupan yang baik adalah hidup tanpa kekurangan dan bisa berbagi. Itulah gol keuangan saya.
#ElevateWomen