Review Buku Hidup Apa Adanya Karya Kim Suhyun

Endah Wijayanti diperbarui 19 Sep 2021, 12:45 WIB

Fimela.com, Jakarta Mustahil rasanya memenuhi tuntutan dan ekspektasi semua orang. Tidak bisa pula kita bisa membahagiakan semua orang. Kita bukanlah manusia sempurna yang serba bisa, tetapi bukan berarti hidup kita tak bermakna.

Menjadi orang dewasa berarti menjadi pribadi yang harus lebih siap menerima realitas yang ada. Mungkin kita tak menjadi seperti yang pernah bayangkan atau impikan. Ada kenyataan yang tak sesuai dengan harapan. Tak sedikit pula kita dihadapkan pada hal-hal yang membuat kita merasa rendah diri atau kecewa terhadap diri sendiri. Namun, mencintai diri kita apa adanya justru menjadi bekal penting untuk bertahan dan senantiasa menjaga harapan untuk terus melangkah ke depan.

"Kalau dipikir-pikir, titik di mana kita sadar bahwa ternyata kita hanyalah seorang dewasa yang biasa-biasa saja, titik di mana kita telah rela melepas masa kecil kita maka di situlah titik di mana masa puber dewasa kita dimulai. Iya, kan?" (hlm. 36).

Hidup Apa Adanya, buku ini bisa menjadi teman perjalanan kita untuk kembali melangkah ke depan. Memuat esai-esai yang berisi pengalaman, refleksi diri, hingga sejumlah penjelasan tentang kehidupan yang dikutip dari para pakar, buku ini menghadirkan pengalaman membaca yang menanngkan hati. 

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Buku Laris di Korea Selatan

Buku Hidup Apa Adanya./Copyright Endah

Judul: Hidup Apa Adanya

Penulis: Kim Suhyun

Alih bahasa: Presilia Prihastuti

Penyunting: Rani Andriani Koswara, Intan Faradillah

Penyeleras akhir: Lukito AM, Rani Andriani Koswara

Penata letak dan pendesain sampul: Arief Hidayat

Diterbitkan pertama kali oleh: TransMedia Pustaka

Cetakan ketujuh, 2021

“Aku harus bisa masuk ke Universitas A karena teman-temanku ingin masuk ke kampus itu.”

“Aku harus bisa diterima di perusahaan B karena teman-teman akan menilaiku sebagai seorang yang sukses.”

“Aku ingin mengubah penampilan seperti dia yang dikagumi banyak lelaki.”

“Aku ingin membeli barang bermerek agar orang-orang menilaiku sebagai orang kaya.”

Lelah ya, kalau harus hidup sesuai dengan pendapat atau penilaian orang lain. Seperti tidak ada habisnya memuaskan penilaian mereka.

HIDUP APA ADANYA membuka pikiran kita bahwa apa pun penilaian dan pendapat orang lain tidak akan memberikan pengaruh pada kehidupan kita, terutama tentang kebahagiaan. Menjadi diri sendiri dan menerima keadaan sesuai dengan porsi yang sesungguhnya akan membuat kita mensyukurisegala hal yang ada di hidup ini, sekecil apa pun itu.

Temukan serangkaian to-do-list menjalani hidup penuh percaya diri melalui buku yang telah dicetak ulang lebih dari 200 kali ini serta terjual lebih dari 800.000 eksemplar di Korea Selatan dan lebih dari 700.000 eksemplar di Jepang.

***

Sebuah bab di buku ini memuat topik tentang memahami diri sendiri. Tentang berdamai dengan bayangan dengan diri sendiri dan membentuk hati yang sehat. Carl Gustav, seorang penemu ilmu psikoanalisis memberikan penjelasan bahwa segala sifat yang ingin disembunyikan oleh seseorang itu seperti bayangan dan setiap orang memiliki bayangannya sendiri. Menurutnya, agar bisa membentuk hati yang sehat, seseorang harus berdamai dengan bayangannya sendiri karena bayangan tidak dapat dihilangkan. Itu adalah cara terbaik, katanya.

Ditulis dengan bahasa yang ringan, buku ini sangat pas dibaca ketika kita sedang butuh rehat dari hiruk pikuk dan rumitnya dunia. Seperti ketika merasa sulit untuk menerima diri seutuhnya karena merasa punya banyak kekurangan dan sudah mengalami berbagai kegagalan. Menjalani hidup apa adanya bukanlah suatu "dosa". Kita tak bisa terus menakar dan mengukur level kebahagiaan dan kesempurnaan hidup kita dengan orang lain. Ada saatnya kita perlu kembali memeluk diri sendiri dan mensyukuri semua yang sudah ada di dalam genggaman.

Mengizinkan diri untuk bersedih juga bukan sesuatu yang memalukan, asalkan tidak dilakukan secara berlebihan. Dalam buku ini, ada penjelasan bahwa menurut Sigmund Freud, pendiri aliran psikoanalisis dalam bidang ilmu psikologi, rasa sedih yang tidak  benar-benar diluapkan bisa menimbulkan depresi. Dijelaskan lebih lanjut bahwa yang namanya perasaan bukanlah sesuatu yang bisa hilang begitu saja setelah ditahan-tahan supaya tidak meluap ke luar. Jika terus dihalang-halangi, rasa sedih itu akan mengeras menjadi sebuah tembok beton. Menjadi sesuatu yang bisa menghalangi kita untuk melangkah ke depan. 

Karena ditulis oleh penulis asal Korea Selatan, buku ini pun memuat beberapa informasi tentang kehidupan masyarakat Korea Selatan. Seperti bahasan tentang Mentalitas 6.25 yang menyinggung soal mentalitas orang Korea yang jatuh terpuruk karena tekanan akibat Perang 6.25. Ada sisi lain yang bisa kita temukan di balik kemajuan dan gemerlapnya kehidupan modern di sana.

Hidup Apa Adanya sangat pas dibaca oleh siapa saja yang ingin kembali menemukan makna hidup yang baru. Mungkin di antara kita masih ada yang meragukan dan masih bertanya-tanya apakah sudah menjalani hidup ini dengan baik, dan melalui buku ini kita bisa menemukan kembali beberapa topik penting untuk kembali direnungkan demi kehidupan yang sesuai dengan harapan dan keinginan kita.

#ElevateWomen