Fimela.com, Jakarta Sejak awal tahun 2021, pemerintah sudah mulai mewajibkan setiap warga untuk menerima vaksin COVID-19 demi menekan angka kasus positif COVID-19 dan mencapai herd immunity. Maka dari itu, pemerintah akhirnya terus mengupayakan ketersediaan vaksin dari berbagai sumber, yang berasal dari berbagai negara atau organisasi kesehatan skala internasional.
Selama 9 bulan berjalan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) atau Izin Penggunaan Darurat terhadap beberapa jenis vaksin COVID-19 di Indonesia.
Hal ini sesuai dengan keputusan yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/9860/2020 tentang Penetapan Jenis Vaksin untuk Pelaksanaan Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Saat ini, tercatat sudah ada 9 jenis vaksin yang telah mendapat EUA oleh BPOM, antara lain CoronaVac (Sinovac), Vaksin Covid-19 Bio Farma, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, Pfizer, Sputnik V, Janssen, dan Convidecia (CanSino).
9 jenis vaksin tersebut memiliki efek samping dan tingkat efikasi yang berbeda-beda. Melansir dari Liputan6.com pada Senin (13/9), berikut penjelasan singkat mengenai 9 jenis vaksin tersebut.
What's On Fimela
powered by
1. Vaksin CoronaVac (Sinovac)
Vaksin Sinovac merupakan vaksin Covid-19 pertama di Indonesia yang mendapat izin penggunaan darurat (EUA) dari BPOM. EUA untuk jenis vaksin ini diterbitkan oleh BPOM pada 11 Januari 2021 yang lalu setelah melalui studi klinik fase 3. Aspek mutu vaksin ini juga telah dievaluasi mencakup pengawasan mulai dari bahan baku, proses pembuatan, hingga produk jadi vaksin sesuai dengan standar internasional penilaian mutu vaksin.
Tingkat efikasi dari Vaksin Sinovac ini sebesar 65,3 persen dan diberikan dua dosis. Adapun, efek samping dari vaksin ini adalah nyeri, iritasi, pembengkakan, nyeri otot, dan demam. Tetapi dengan derajat berat, efek samping dari vaksin ini bisa menimbulkan rasa sakit kepala, gangguan di kulit, bahkan diare.
2. Vaksin Covid-19 Bio Farma
Vaksin yang diproduksi oleh PT Bio Farma ini berasal dari bahan baku vaksin yang secara bertahap telah dikirimkan oleh Sinovac. Vaksin ini memiliki bentuk sediaan vial 5 ml. Setiap vial berisi 10 dosis vaksin yang berasal dari virus yang di-inaktivasi. Perlu diketahui, BPOM mengeluarkan EUA untuk vaksin Bio Farma hanya dalam waktu satu bulan setelah izin dari vaksin Sinovac dikeluarkan, tepatnya pada 16 Februari 2021 lalu.
Demi menjaga mutu dan kualitasnya, vaksin Bio Farma ini harus disimpan di dalam tempat penyimpanan dengan suhu stabil antara 2-8 derajat celsius. Pada setiap vial telah dilengkapi dengan dua dimensi barcode khusus yang menunjukkan detail informasi dari setiap vial. Hal ini berfungsi pula untuk melacak vaksin, dan mencegah pemalsuan vaksin.
3. Vaksin AstraZeneca
Vaksin AstraZeneca merupakan vaksin COVID-19 yang dikembangkan oleh Oxford University bekerja sama dengan perusahaan farmasi Inggris AstraZeneca dengan menggunakan platform Non-Replicating Viral Vector. BPOM mengeluarkan EUA untuk vaksin jenis AstraZeneca ini hanya selang beberapa hari setelah izin untuk Bio Farma dikeluarkan, yakni pada 22 Februari 2021.
Vaksin ini memiliki tingkat efikasi sebesar 62,1 persen dan diberikan secara intramuskular dengan dua kali penyuntikan. Setiap penyuntikan, dosis yang diberikan sebesar 0,5 persen dengan interval minmal pemberian antardosis yakni 12 minggu. Efek samping vaksin ini antara lain neri, kemerahan, gatal, pembengkakan, kelelahan, sakit kepala dan meriang, serta mual.
4. Vaksin Sinopharm
Vaksin Sinopharm hadir di Indonesia pada akhir April 2021. Vaksin ini didistribusikan oleh PT Kimia Farma dengan platform inactivated virus atau virus yang dimatikan. Pemberian vaksin Sinopharm adalah dua dosis, dengan selang pemberian 21 hari karena menunjukkan profil keamanan yang dapat ditoleransi dengan baik.
Tingkat efikasi dari vaksin Sinopharm adalah 78 persen, dengan efek samping lokal yang ringan yakni nyeri atau kemerahan di tempat suntikan, efek samping sistemik berupa sakit kepala, nyeri otot, kelelahan, diare, dan batuk.
5. Vaksin Moderna
Vaksin jenis Moderna mendapatkan EUA dari BPOM pada 2 Juli 2021. Berdasarkan data dari uji klinis fase ketiga, vaksin Moderna memiliki tingkat efikasi sebesar 94,1 persen pada kelompok usia 18-65 tahun. Namun, efikasi vaksin ini akan menurun menjadi 86,4 persen untuk usia di atas 65 tahun.
Vaksin Moderna aman untuk kelompok populasi masyarakat dengan penyakit komorbid sesuai dengan hasil uji klinis. Komorbid yang dimaksud adalah penyakit paru kronis, jantung, obesitas berat, diabetes, penyakit lever, serta HIV. lalu, efek samping yang paling sering dirasakan oleh orang yang menerima vaksin moderna adalah nyeri di tempat suntikan, kelelahan, nyeri otot, nyeri sendi, dan pusing. Tetapi ada pula potensi gejala umum dengan tingkat moderat, yakni lemas, sakit kepala, menggigil, demam, dan mual.
6. Vaksin Pfizer
Setelah vaksin Moderna diberikan izin EUA oleh BPOM, selang kurun waktu dua pekan, BPOM kembali menerbitkan EUA untuk vaksin COVID-19 jenis Pfizer pada 15 Juli 2021. Vaksin Pfizer ini memiliki tingkat efikasi sebesar 100 persen pada usia remaja 12-15 tahun, dan menurun menjadi 95,5 persen pada usia 16 tahun ke atas sesuai dengan data uji klinik fase 3.
Vaksin Pfizer diberikan secara intramuskular dengan dua kali penyuntikan dengan interval minimal pemberian antardosis yakni 21-28 hari. Untuk efek sampingnya, sebagian besar orang mengalami efek samping yang bersifat ringan, antara lain seperti nyeri badan di tempat bekas suntikan, kelelahan, nyeri kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan demam.
7. Vaksin Sputnik V
BPOM kembali menerbitkan EUA untuk vaksin COVID-19 pada 24 Agustus 2021 lalu untuk vaksin Sputnik V. vaksin ini dapat digunakan untuk kelompok usia 18 tahun ke atas dan diberikan secara injeksi intramuskular sebanyak 2 kali penyuntikan dalam rentang waktu 3 minggu.
Tingkat efikasi dari vaksin ini sebesar 91,6 persen dengan rentang confidence interval 85,6 persen-95,2 persen. Efek samping dari penggunaan vaksin Sputnik V ini cenderung ringan atau sedang, seperti flu yang ditandai dengan demam, menggigil, nyeri sendi, nyeri otot, badan lemas, ketidaknyamanan, sakit kepala, hipertermia, atau reaksi lokal pada lokasi injeksi.
8. Vaksin Janssen
Beberapa waktu lalu, tepatnya pada 7 September 2021, BPOM kembali mengeluarkan izin vaksin untuk vaksin COVID-19 yang diproduksi oleh Johnson & Johnson, yakni Janssen COVID-19 Vaccine. Vaksin ini digunakan untuk kelompok usia 18 tahun ke atas dengan pemberian sekali suntikan.
Dalam hal efikasi, vaksin ini memiliki tingkat efikasi sebesar 67,2 persen, tetapi efikasi untuk mencegah gejala COVID-19 sedang hingga berat pada subjek di atas 18 tahun menurun menjadi 66,1 persen. Reaksi lokal maupun sistemik dari pemberian vaksin Janssen COVID-19 menunjukkan tingkat keparahan grade 1 dan 2.
9. Vaksin Convidecia
Pada hari yang sama ketika EUA untuk vaksin Janssen dikeluarkan, vaksin Convidecia juga mendapatkan izin penggunaan darurat dari BPOM. sama seperti Janssen, vaksin COVID-19 Convidecia jua digunakan untuk kelompok 18 tahun ke atas dengan pemberian sekali suntikan atau dosis tunggal secara intramuskular. Tingkat efikasi vaksin ini sebesar 65,3 persen dan untuk perlindungan terhadap kasus COVID-19 berat, efikasinya mencapai 90,1 persen.
Efek samping dari pemberian vaksin Convidecia ini sama seperti Janssen, yakni tingkat keparahan grade 1 dan 2, dan juga menunjukkan reaksi ringan hingga sedang, antaralain seperti nyeri, kemerahan dan pembengkakan, serta sakit kepala, lelah, nyeri otot, mengantuk, mual, muntah, demam, dan diare.
Penulis: Chrisstella Efivania