70 Persen Penyebab Bibir Sumbing Didapatkan dari Faktor Non Genetik

Anisha Saktian Putri diperbarui 01 Sep 2021, 08:52 WIB

Fimela.com, Jakarta Pernahkah kita sadari bahwa kemampuan untuk tersenyum merupakan nikmat yang luar biasa? Anak-anak yang terlahir dengan kondisi bibir sumbing pun berhak untuk mendapatkan senyum mereka.

Secara global, setiap 3 menit seorang bayi terlahir dengan kondisi bibir sumbing dan/atau celah langit-langit. Penyebabnya kerap tidak diketahui pasti, namun fokus terpenting adalah penanganannya.

Kondisi bibir sumbing dan celah langit-langit adalah salah satu bentuk kelainan daerah kraniofasial (tulang kepala dan tulang wajah) yang ditandai dengan adanya celah pada bibir, gusi, dan langit-langit akibat gangguan fusi (fusion) pada masa kandungan.

Jika tidak segera ditangani, bibir sumbing dapat menyebabkan komplikasi masalah seperti kesulitan makan, bernapas, mendengar, berbicara, serta meningkatnya resiko malnutrisi, dan bahkan gangguan psikologis. Diperlukan tindakan menyeluruh, mulai dari perbaikan gizi sebelum operasi, operasi perbaikan, observasi pasca-operasi, serta tindakan lanjutan seperti terapi wicara dan bimbingan psikologis; untuk memastikan bahwa tumbuh kembang sang anak akan berjalan optimal.

Menurut dr. Ulfa Elfiah, M.Kes, SpBP-RE(K), Spesialis Bedah Plastik, Ketua Yayasan Dewi Kasih, Kepala UNEJ Medical Center, Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Jember mengatakan, 70 persen penyebab bibir sumbing disebabkan karena faktor non genetik, mulai dari kurangnya nutrisi hingga faktor lingkungan.

Misalnya saja, di Jember setelah diteliti, ternyata penggunaan pestisida di Jember itu tinggi sekali. Menurut Ulfa, pestisida dapat mempengaruhi kualitas sperma menjadi buruk, sehingga saat terjadinya pembentukan embrio dapat menyebabkan kegagalan pembentukan organ.Kondisi ini diperparah dengan air yang digunakan untuk mencuci buah dan sayuran serta pertanian di Jember. 

“Setelah diteliti, air tersebut mengandung kandungan logam berat yang dapat menjadi penyebab bibir sumbing pada anak. Tim kami sedang melakukan penelitian lebih lanjut terkait kondisi air di Jember untuk meminimalisir dampak negatif kandungan logam berat dalam air,” ujar dr. Ulfa.

2 dari 2 halaman

Kemitraan bersama Smlie Train Indonesia

Kemitraan bersama Smlie Train Indonesia

 Untuk itu, Smile Train Indonesia Bermitra dengan Yayasan Dewi Kasih yang didukung oleh Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Jember (UNEJ); berupaya memberikan penanganan komprehensif, mulai dari operasi hingga terapi wicara dan bantuan psikologis, bagi anak-anak dan keluarga pasien bibir sumbing dan/atau celah langit-langit di Jawa Timur. “Kami bermitra dengan dokter ahli bedah serta tenaga medis lokal melalui berbagai pelatihan, untuk memberikan perawatan sumbing, termasuk di Jawa Timur. Dengan demikian, kami dapat lebih luas menjangkau anak-anak yang belum mendapatkan akses atau informasi perawatan sumbing sumbing gratis,” demikian diungkapkan Ruth Monalisa, Program Director Smile Train Indonesia.  

dr. Ulfa mengatakan di dunia, setiap hari ada 540 anak yang terlahir dengan kondisi bibir sumbing dan/atau celah langit-langit, sebuah kondisi yang apabila tidak ditangani dapat membawa dampak berkepanjangan bagi fisik maupun psikologi anak. Bahkan di Jember, rasio angka pasien bibir sumbing mencapai 1:1.000 pada tahun 2019. 

Angka ini mencerminkan bahwa butuh perhatian khusus dan serius agar tercipta kemudahan akses untuk mendapatkan penanganan bibir sumbing secara komprehensif, baik dari sebelum, saat, hingga sesudah operasi. 

“Masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa Timur hendaknya kini makin aware untuk berperan aktif, apalagi Smile Train Indonesia kini sudah bermitra dengan banyak pihak untuk menyediakan operasi dan perawatan gratis, sehingga akses pun menjadi lebih luas dan terbuka,” jelasnya.

Ruth menyampaikan Di Jawa Timur, Smile Train Indonesia telah memberikan lebih dari 15,200 operasi bibir sumbing dan celah langit-langit sejak tahun 2002, bekerjasama dengan 15 mitra rumah sakit Smile Train Indonesia yang berada di wilayah Surabaya, Sidoarjo, Malang, Kediri, Jember, dan Madura. 

Serta berkomitmen membantu perawatan sumbing secara komprehensif, di antaranya yang telah berjalan adalah terapi wicara, orthodonsi, termasuk pelayanan pemberian nutrisi bagi pasien.  

“Dengan dukungan masyarakat, akan semakin banyak senyum tercipta dan anak-anak kita yang lahir dengan bibir sumbing pun mampu berkontribusi secara produktif di masyarakat serta memiliki masa depan yang lebih cerah,” pungkas Ruth Monalisa.

#elevate women