Fimela.com, Jakarta Styrofoam atau gabus sintetis kerap digunakan sebagai wadah makanan pesan antar. Namun, styrofoam dianggap tidak ramah lingkungan karena sulit terurai.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), kontribusi sampah styrofoam ke laut Indonesia dari 18 kota sepanjang tahun 2018 mencapai 0,27 juta ton hingga 0,59 juta ton.
Melihat temuan tersebut, CEO dan Founder Plepah Indonesia, Rengkuh Banyu Mahandaru berinisiatif untuk membuat wadah makanan pengganti styrofoam yang lebih ramah lingkungan dengan memanfaatkan pelepah pinang.
Pelepah pinang dianggap limbah yang tak bernilai
Berdiri pada 2018, Rengkuh menjelaskan fokus awal UMKM ini berada di Sumatera, tepatnya di Desa Teluk Kulbi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi dan Desa Mendis, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Kala itu, ia sedang melakukan pendampingan yang bertujuan menyadarkan masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan dan memanfaatkan limbah untuk jadi peluang bisnis.
Di desa tersebut, salah satu komoditas yang tersedia adalah pinang. Selama ini, pelepah pinang dianggap sebagai limbah yang tidak bernilai dibanding buahnya. Pelepah pinang biasanya akan berakhir menjadi sampah-sampah hasil pembersihan kebun yang pada akhirnya dibakar.
Namun, rengkuh melihat potensi dari pelepah pinang yang bisa dioptimalkan masyarakat. Pelepah pinang memiliki tekstur kaku, kokoh, dan ringan. Dari situ, Rengkuh akhirnya mengajak warga di area konservasi mengolah pelepah pinang sebagai wadah makanan pengganti Styrofoam.
"Selain ramah lingkungan, pelepah pinang adalah salah satu inisiatif pemberdayaan masyarakat di area konservasi melalui pengolahan produk hasil hutan non-kayu berupa limbah pertanian yaitu pohon pinang yang dijadikan masyarakat sekitar sebagai salah satu penggerak meningkatkan ekonomi lokal,” kata rengkuh saat dihubungi langsung oleh Tim FIMELA.
Rengkuh menyebut ide ini terinspirasi dari sebuah riset di India, yang masyarakatnya menggunakan peralatan makan dengan bahan ramah lingkungan setiap harinya, yakni dedaunan. “Di Indonesia sendiri sebenarnya mengemas makanan dengan daun sudah terjadi sejak lama. Hal inilah yang kami coba reclaim kembali spiritnya,” terang Rengkuh.
Material produk 100% natural dan cepat terurai
Adapun keunggulan produk industri kreatif lokal Pelepah adalah 100% alami tanpa bahan kimia apapun sehingga dapat terurai dalam tanah selama 60 hari. Sementara di lautan, pelepah pinang dapat terurai secara alami dengan mikroba laut.
“Jadi sebenarnya material pelepah pinang ini bisa menjawab dari permasalahan sampah plastik termasuk styrofoam yang membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai,” kata Rengkuh.
Proses produksi ini sendiri dimulai dari tahap seleksi di kebun para petani. Kemudian pelepah pinang dilakukan proses pencucian dan sterilisasi. Pelepah yang telah disterilisasi selanjutnya dikembangkan oleh mesin.
Setelah melalui proses produksi, wadah pelepah pinang ini kembali disterilisasi dengan sinar UV agar tak terkontaminasi oleh bakteri. Meski terbuat dari pelepah pinang, produk Pelepah juga anti air dan dapat dipanaskan hingga suhu 200°C selama 4 menit di dalam Microwave dan 45 menit di dalam oven.
Tak heran Plepah Indonesia mendapatkan berbagai penghargaan Bangga Buatan Indonesia di tahun 2020, serta menjadi Top 20 Good Design Award untuk kategori desain produk kemasan ramah lingkungan 2020.
Berdayakan perempuan di area konservasi
Selain ramah lingkungan, produk Plepah juga menjadi solusi sosial dengan membuka lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan income masyarakat yang awalnya di bawah nilai ideal, kini raup cuan Rp700 ribu hingga Rp1,5 juta dari pelepah pinang yang awalnya tak bernilai.
Lebih jauh, Plepah Indonesia juga turut memberdayakan perempuan dengan melibatkan para perempuan untuk proses produksi. Rengkuh menuturkan, ruang produksi Plepah Indonesia 70% diisi oleh perempuan.
“Rupanya, berdasarkan data dari dinas pemberdayaan perempuan dari Dinas Musi, Banyuasin. Kegiatan yang kami lakukan mendorong penurunan tingkat kekerasan di keluarga, karena peran ibu-ibu juga bisa meningkatkan ekonomi di dalam keluarga,” cerita dia.
Tembus pasar internasional
Untuk distribusi, Plepah Indonesia tengah berfokus pada pasar kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, dan Bali. Namun karena kondisi pandemi Covid-19 seiring peningkatan pemakaian wadah pembungkus makanan pesan antar, maka permintaan muncul juga dari luar negeri seperti Jepang dan Amerika.
Dengan hadirnya inovasi ini, Rengkuh selaku pelaku usaha yang berkontribusi menerapkan prinsip sustainability berharap agar para pelaku usaha juga turut menggunakan sisi empati dalam melihat sebuah permasalahan.
“Karena bisnis tak hanya berbicara mengenai profit, tetapi mengenai dampak terhadap lingkungan dan juga sosial. Percayalah semua proses dengan pemahaman yang menyelesaikan masalah akan juga diberikan sebuah solusi untuk menguatkan tekadnya. Dan masalah profit pasti mengikuti,” pungkasnya.
#Elevate Women