Fimela.com, Jakarta Deddy Corbuzier baru saja mengabarkan bahwa dirinya baru saja sembuh dari kondisi kritis akibat badai sitokin setelah dirinya dinyatakan negatif COVID-19. Dirinya menjelaskan bahwa sebelumnya ia sempat positif COVID-19 setelah mengurus keluarganya yang terinfeksi.
Sebetulnya, dalam kurun waktu dua minggu, Deddy sudah dinyatakan negatif COVID-19. Namun, ia sempat tiba-tiba demam tinggi hingga hampir 40 derajat, sekaligus merasakan vertigo sehingga langsung dilarikan ke rumah sakit.
Setelah dilarikan ke rumah sakit, karena saturasi oksigennya masih di kisaran 97, ia diperbolehkan kembali pulang. Tetapi, dua hari kemudian, demamnya kembali naik dan ia akhirnya kembali dilarikan ke rumah sakit. Saat itulah akhirnya dokter mengatakan bahwa kondisi Deddy tengah mengalami badai sitokin.
“Saya sakit kritis, hampir meninggal karena badai cytokine, lucunya dengan keadaan sudah negatif. Yes, it’s covid,” ujarnya dilansir dari unggahan YouTube terbarunya pada Minggu (22/8) yang lalu.
Maka dari itu, walaupun dirinya sudah dinyatakan negatif COVID-19, masih ada risiko terserang penyakit lagi, atau yang disebut dengan istilah Long COVID Syndrome yang berbahaya bagi kekebalan tubuh. Perlu diketahui bahwa badai sitokin merupakan salah satu penyakit dari long COVID syndrome, sehingga perlu diwaspadai.
Menyerang paru-paru
Dalam unggahan YouTube-nya, Deddy menjelaskan bahwa saat ini kondisi paru-parunya telah rusak 60 persen. Walaupun demikian, saat ini dirinya sudah dapat kembali beraktivitas.
Badai sitokin ini merupakan istilah ketika sel kekebalan membanjiri paru-paru dengan jumlah yang sangat berlebihan. Reaksi ini justru menyerang dan merugikan tubuh ketimbang membantu.
Dilansir dari BBC, kondisi imun yang berlebih ini akan menyerang paru-paru dan ‘mengamuk’ melalui aliran darah. Ketika sitokin meningkatkan aktivitas kekebalan yang terlalu banyak, sistem kekebalan ‘mungkin’ tak dapat menghentikannya sendiri. Sel kekebalan ini akan menyebar ke luar bagian tubuh yang terinfeksi mulai menyerang jaringan sehat, menelan sel darah merah dan putih, serta merusak hati.
Akibatnya, gumpalan darah terbentuk di seluruh tubuh dan selanjutnya dapat menghambat aliran darah. Jika organ-organ dalam tubuh dak mendapatkan cukup darah, seseorang akan mengalami syok dan berisiko mengalami kerusakan organ permanen atau kematian.
Penjelasan ahli mikrobiologi
Selaras dengan penjelasan tersebut, ahli mikrobiologi dr. Mia Miranti menjelaskan bahwa badai sitokin yang menyerang Deddy Corbuzier ini juga terjadi karena reaksi berlebih dari sistem kekebalan tubuh.
Dilansir dari Liputan6.com pada Senin (23/8), dr. Mia menjelaskan menambahkan bahwa fungsi utama sitokin ini sebenarnya untuk memberi tanda bahwa ada jaringan terinfeksi virus, lalu berfungsi untuk ‘memanggil’ sel-sel imun agar merusak jaringan yang terinfeksi virus.
Pada kasus badai sitokin, sinyal yang dikeluarkan oleh zat sitokin ini terus terjadi hingga tak terkendali, yang menyebabkan rusaknya jaringan sehingga terjadinya peradangan atau inflamasi.
Selain itu, badai sitokin ini tak melulu terjadi beberapa hari atau hitungan minggu usai sembuh dari COVID-19. Namun, kondisi tersebut bisa terjadi hanya dalam hitungan jam setelah dinyatakan negatif.
Diimbau untuk menjalani gaya hidup sehat
Untuk menghindari badai sitokin, Mia mengimbau masyarakat untuk melindungi diri sehingga bisa terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh virus, terutama di masa pandemi seperti sekarang ini.
“Prinsipnya mah jangan sampai kena penyakit virus, deh. Umumnya, badai sitokin akan terjadi pada pasien yang kena COVID-19 parah,” ujar dr. Mia, melansir dari Liputan6.com.
Menurutnya, jika seseorang menjalankan gaya hidup sehat akan terhindar dari risiko paparan virus-virus, terutama virus COVID-19.
Bisa menyerang orang yang sudah vaksinasi
Badai sitokin bisa menyerang orang yang sudah mendapatkan vaksinasi pula. Mia menjelaskan, risiko badai sitokin ini akan tetap ada jika seseorang terinfeksi virus COVID-19 dengan gejala yang parah.
“Kalau setelah vaksinasi kena COVID dan parah, ya, masih bisa berisiko kena badai sitokin,” tambah dr. Mia.
Selain itu, Mia juga mengatakan bahwa biasanya orang yang berisiko terkena badai sitokin adalah pasien COVID-19 yang masih berusia muda, karena reaksi kekebalan sistem imunnya cenderung cepat.
*Penulis: Chrisstella Efivania.
#ElevateWomen