Fimela.com, Jakarta Melepaskan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, terlebih saat merelakan sesuatu yang begitu dicintai. Kepada FIMELA, Titi Radjo Padmaja menceritakan bagaimana ia berusaha keras untuk ikhlas melepas dunianya dan fokus menjadi seorang ibu rumah tangga yang berujung pada kebahagiaan tak terhingga.
Musisi dan aktris peraih Piala Citra itu menyebut bahwa keputusannya meninggalkan pekerjaan telah membawa kedamaian tersendiri untuknya. Ya, selain bisa mengurus keluarga, menjadi ibu rumah tangga ternyata telah mengantarkan Titi menemukan cinta yang didambakan, yaitu dengan meraih cinta dari diri sendiri.
"Setelah aku fokus ke keluarga akhirnya aku bisa lebih banyak fokus ke diri sendiri dan aku merasa lebih mencintai diri sendiri," ucapnya dalam wawancara eksklusif bersama FIMELA, Rabu (4/8).
What's On Fimela
powered by
Diakui Titi, meski berat meninggalkan segudang pekerjaan yang dimiliki sebelumnya, ia sadar bahwa kesibukannya itu juga telah menggrogoti hidupnya.
"Kalau dulu tuh hampir 100 persen hidupku buat pekerjaan, apa-apa kerja, sebanyak-banyaknya, selama-lamanya uang dicari, apa saja dikerjakan selama itu halal. Tapi ternyata lama-lama itu menggrogoti badanku, pikiranku, menggrogoti keluargaku yang dulu karena mereka nggak punya perhatian, karena aku sendiri juga merasa nggak punya perhatian buat diriku sendiri. Aku merasa tidak fair pada diri sendiri, padahal aku punya hak untuk dicintai," tuturnya.
Dikesempatan ini Titi juga bicara soal ketakutannya menjadi seorang ibu rumah tangga, sebuah profesi yang sangat ia hindari sebelumnya. Setelah lama menghindar, ia pun merasa Tuhan seolah membalikkan semua pandangannya yang sempat merendahkan profesi ibu rumah tangga.
"Aku takut jadi ibu rumah tangga karena dulu aku pikir aku tuh wanita karier, ibu rumah tangga kayaknya tuh stratanya di bawah wanita karier. Kayak nggak cool gitu, nggak keren, kayak nggak dianggap. Belum paham kalau ibu rumah tangga itu punya pekerjaan yang nggak kalah sulit seperti wanita karier dan tidak boleh dianggap remeh," jelas Titi.
Apa yang disampaikan Titi Radjo Padmaja di atas hanyalah sebagian kecil keseruan kisahnya menjalani kehidupan yang telah berubah. Keseruannya mencintai diri sendiri, melepaskan apa yang ia cintai, berdaya di tengah tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga, hingga menjaga kewarasan diri di tengah pandemi, semuanya terangkum dalam kutipan wawancara berikut ini.
Merelakan Tanpa Penyesalan
Kehilangan begitu dirasakan saat Titi memutuskan meninggalkan semua pekerjaan yang ia cintai. Lewat lagu Leave and Goodbye yang dirilisnya pada Juli 2021, Titi Radjo Padmaja meluapkan semuanya, bahwa meski sangat mencintai sesuatu, kita harus siap untuk melepaskan itu saat sudah tidak relevan dengan hidup yang dijalani.
Kehilangan terbesar apa yang pernah Anda alami selama hidup?
Kehilangan terbesar, salah satu yang terbesar dan menjadi alasan aku membuat lagu ini (Leave and Goodbye) adalah meninggalkan pekerjaan yang aku cintai. Liriknya kan 'Leave and goodbye, i love you, i do' yang berarti meninggalkan sesuatu yang aku cintai, yaitu pekerjaan, meninggalkan musik, film, tv, job main drum dan sebagainya. Itu adalah dunia aku, salah satu cintaku yang terbesar, aku merasa kehilangan banget, aku harus tinggalkan itu untuk keluarga. Aku merasa kehilangan banget dan nggak gampang.
Tapi setelah aku menyesuaikan dengan keluarga, lebih set up bersama keluarga, akhirnya aku merasa Tuhan punya rencana yang indah banget bahwa nggak semua rencana yang aku buat adalah yang terbaik buat aku.
Perubahan besar apa yang terjadi pada diri Anda setelah memutuskan untuk meninggalkan hal yang dicintai?
Setelah aku fokus ke keluarga akhirnya aku bisa lebih banyak fokus ke diri sendiri dan aku merasa lebih mencintai diri sendiri.
Contohnya hal-hal kecil seperti dulu aku nggak pernah sempat ke salon, mengurus diri, mempercantik diri, yoga, meditasi. Tapi sejak aku fokus ke keluarga otomatis aku lebih banyak mempercantik dan merawat diri, meditasi, dan di situ lah timbulnya self love.
Kalau dulu tuh hampir 100 persen hidupku buat pekerjaan, apa-apa kerja, sebanyak-banyaknya, selama-lamanya uang dicari, apa aja dikerjain selama itu halal. Tapi ternyata lama-lama itu menggrogoti badanku, pikiranku, menggrogoti keluargaku yang dulu karena mereka nggak punya perhatian, karena aku sendiri juga merasa nggak punya perhatian buat diriku sendiri. Aku merasa tidak fair pada diri sendiri, padahal aku punya hak untuk dicintai.
Apakah pernah ada penyesalan setelah Anda memutuskan untuk meninggalkan semua pekerjaan yang dicintai dan menjadi seorang ibu rumah tangga?
Jadi (pekerjaan) ini benar-benar satu hal yang berat untuk aku tinggalkan, tetapi jadi satu hal yang tidak sama sekali aku sesali untuk aku tinggalkan, karena aku tahu, aku tidak meninggalkannya selama-lamanya.
Buktinya sekarang aku kembali ke musik lagi. Ternyata happy banget, kemarin aku stres banget (waktu meninggalkan pekerjaan), ternyata setelah berjalannya waktu, sekarang aku boleh kembali ke musik dengan diri aku yang lebih dewasa, lebih mengerti mencintai diri dan orang lain jadi lebih matang nih.
Coba dari dulu aku masih kerja, kerja, kerja, kayaknya lama-lama badanku habis, yakan? Trus udah kuyup, capek segala macem. Semua udah rencana Tuhan, aku happy banget bisa melewati itu semua.
Aku merasa sanget bersyukur dengan keputusan yang aku ambil. Karena aku niat baik untuk lebih fokus ke keluarga, aku percayain sama Tuhan bahwa Tuhan pasti kasih aku rencana baik. Aku merasa lebih baik sebagai ibu rumah tangga, plus sekarang aku bisa balik lagi ke musik. Mungkin abis ini ke film.
Setelah leave and goodbye dengan apa yang dicintai dan menjalani kehidupan yang dipilih saat ini, apakah segala ketakutan Anda sirna?
Sejak memutuskan itu semua dan aku jalani, aku tuh udah nggak punya rasa takut apapun kecuali Tuhan.
Dulu aku tuh menomor satukan pasangan dan pekerjaan. Tuhan itu nomor sekian. Jadi ketika aku ada apa-apa, satu pasangan, yang ada pasanganku nggak membantuku dan bikin aku tambah terpuruk, dulu. Pekerjaan aku tak membantu aku saat aku terpuruk, malah bikin aku tambah susah. Kemudian Tuhan 'tek' cerai. Tapi sekarang setelah aku melewati masa-masa kontemplasi dan segala prosesnya, wah hancur-hancuran lah perceraian aku dulu.
Setelah sampai di titik ini, aku merasa tidak takut kehilangan apapun karena nomor satu bukan pasangan, pekerjaan atau keluarga, tetapi Tuhan nomor satu. Jadi ketika nomor satu itu Tuhan, apapun dan bagaimana pun kita dikecewakan pekerjaan kita punya Tuhan. Dikecewakan pasangan kita punya Tuhan.
Ketika sudah nggak sanggup lagi menghadapi masalah, serahkan saja kembali sama Tuhan. Sekarang aku bahagia karena tidak tergantung pada apapun karena aku berserah kepada Tuhan.
Apa yang membuat Titi takut menjadi seorang ibu rumah tangga?
Aku takut jadi ibu rumah tangga karena dulu aku pikir aku tuh wanita karier, ibu rumah tangga kayaknya tuh stratanya di bawah wanita karier. Kayak nggak cool gitu, nggak keren, kayak nggak dianggap. Belum paham kalau ibu rumah tangga itu punya pekerjaan yang nggak kalah sulit seperti wanita karier dan (pekerjaannya) tidak boleh dianggap remeh.
Mungkin ibu rumah tangga tidak bisa sukses seperti wanita karier, tapi wanita karier juga belum tentu sesukses ibu rumah tangga lho, menjadi perempuan seutuhnya. Itu ternyata dua hal yang tidak bisa dibandingkan.
Untuk menjadi ibu rumah tangga aku tidak takut tidak bisa bisa berdaya, karena apa? Aku percaya diri bahwa tidak ada yang bisa merendahkan aku, karena aku makhluk paling mulia di hadapan Tuhan, nggak ada yang bisa merendahkan aku. Di rumah saja bukan berarti aku nggak dapat apa-apa, aku pasti dapat sesuatu yang berharga dari keluarga, dari orang lain. Aku pasti punya karier sendiri di rumah tanggaku, adalah menjadi ibu yang baik, sabar, jadi contoh untuk ibu-ibu yang lain, yang masih lemah dan tidak berdaya. Kita bisa berdaya kok, bisa jadi leader di rumah kita, walau pun ada suami leadernya, di rumah itu kan kita (ibu) yang mengatur semuanya.
Self Love
Bicara tentang mencintai diri sendiri, diakui Titi hal itu baru bisa ia lakukan setelah melepas semua kesibukan. Mencintai diri sendiri pun membuatnya menjalani hidup lebih nyaman tanpa merasa takut kehilangan apapun.
Apa yang membuat Anda sadar harus mencintai diri sendiri?
Aku merasa ketika sibuk mencintai orang lain, mencintai pekerjaan atau barang lain, aku merasa tidak ada yang bisa membantu aku ketika aku terpuruk makanya sekarang aku merasa ketika mencintai diri sendiri, aku mencintai Tuhan, aku tidak khawatir dengan barang-barangku, tidak khawatir dengan pasanganku, juga pekerjaanku. Bukan berarti nggak usaha ya dan tidak berproses, tapi tidak usah khawatir.
Menurut Anda seberapa penting kita harus mencintai diri, di mana banyak perempuan kerap kali melupakan kebutuhan dirinya dan lebih mengutamakan orang lain?
Kalau merasa pasangan kita itu penting, atau anak dan pekerjaan itu penting, kita juga harus mengutamakan diri sendiri dulu. Karena apa? Kalau kita sudah selesai (mencintai/memenuhi kebutuhan) diri sendiri, kita akan memberikan mereka full, itu juga membuat mereka merasa penting, merasa dikasih perhatian lebih, karena kita memberikan diri kita yang penuh dengan energi positif.
Kalau kitanya memaksakan mencintai orang lain padahal kitanya udah 'kuyup', nggak punya semangat, bagaimana kita mau kasih cinta untuk mereka? Gitu kan logikanya yang sangat gampang.
Jadi kitanya dulu, penuhi energi kita, cinta kita harus penuh, positive thinking, baru deh (memberikan cinta ke orang lain). Jangan berusaha untuk mengubah orang lain, kalau kita mau dia berubah ya kita berubah dulu.
Menurut Anda bagaimana kita bisa mencintai dan dicintai orang lain dengan baik?
Sebelum dicintai orang lain aku perlu mencintai diriku sendiri. Bagaimana orang lain bisa mencintai diriku dengan baik, atau mencintai orang lain dan pekerjaan dengan baik kalau aku nggak bisa mencintai diri sendiri dengan baik.
Soal mengelola emosi, Titi Radjo Padmaja itu tipe yang seperti apa?
Wah aku tuh dulu tipe yang suka meledak parah sih. Ternyata itu membawa banyak malapetaka, banyak nggak enaknya. Selain bikin orang sakit hati, badanku juga nggak enak habis marah-marah gitu.
Dulu aku sangat emosional, kalau nggak suka ya straight to the point. Nah sekarang seiring berjalannya waktu, bukan aku tiba-tiba jadi kalem ya, kadang juga masih suka marah, tapi sekarang aku berusaha marah itu nggak pakai amarah.
Marah itu boleh, tapi nggak pakai amarah. Marah tapi hati kita jangan penuh dengan emosi yang meledak-ledak. Bukan berarti harus lembut terus, tapi tegas nggak pakai amarah. beda lah itu. Itu kata-katanya Cak Nun dulu, boleh marah tapi jangan pakai amarah, hah gimana tuh? Sekarang aku baru ngerti hahaha.
Bagaimana Anda menjaga kewarasan hati dan jiwa di masa pandemi?
selain itu mencari aktivitas dan hobi baru, nonton, baca. Selain itu aktivitas yang harus dilakukan itu doa, bukan hanya meminta (pandemi) ini segera berakhir, tapi juga minta kekuatan untuk menjalani ini semua.
Kapan ini berakhir kan cuma Tuhan yang tahu, tapi kita tetap harus kuat sampai ini berakhir. Aku sih banyak minta aja sama Tuhan, karena Tuhan itu kalau selalu kita deketin, minta apa aja, insya Allah dilancarkan, kalau sudah waktunya.
Ketika kita bersyukur, itu mengurangi perasaan kita untuk komplain terus. Minta aja terus sama Tuhan. Pandemi ini bikin kita lebih kontemplatif, lebih sadar bahwa ini adalah saatnya kita lebih mencintai diri sendiri, alam semesta, Tuhan pencipta. Aku berusaha baik ke diri sendiri, buat orang lain, sama alam, makhluk Tuhan yang lain, tanaman, binatang, air, aku segitu respect-nya sama mereka.
Di masa pandemi ini kalau kita sibuk menyalahkan entah itu orang lain atau Tuhan atau sekitar kita, itu akan bawa kita ke mana sih? Mendingan kita bersyukur aja, dan minta maaf kalau kita tidak memperlakukan alam semesta dengan baik. Yaudah kita berbuat baik aja, udah stres terus marah-marah, makin capek aja menghadapi pandemi ini.
Pesan Titi Radjo padmaja untuk para perempuan agar tetap bahagia, dengan apapun peran yang dijalani.
Bersyukur, orang suka nggak bahagia itu karena kurang bersyukur dan komplain terus. Ketika kita bersyukur, kita lihat orang lain yang nggak seberuntung kita, biasanya akan turun persentase perasaan-perasaan tidak bahagianya.
Kadang ketika aku merasa sedih, aku langsung bersyukur sama Tuhan. Langsung hilang itu sedihnya, jadi lebih bahagia. Itu adalah salah satu cara instan untuk bahagia adalah bersyukur.
Ketika aku punya uang atau tidak, ketika aku punya karier atau tidak punya karier, aku bersyukur karena aku orang beruntung yang banyak orang lain tidak punya keberuntungan seperti aku. Kurang-kurangi lah komplainnya, semakin kita kurangi, kita semakin rileks.