Diary Fimela: Kisah Sukses Pasutri Bisnis Fashion Grosir, Bermimpi Jayakan Kembali Industri Fashion dan Tekstil Indonesia

Hilda Irach diperbarui 19 Agu 2021, 18:29 WIB

Fimela.com, Jakarta Dunia bisnis selalu penuh dengan kompetisi, baik dari dalam maupun luar negeri. Tak terkecuali dengan dunia fashion. Maraknya produk impor menyesaki industri fashion di Indonesia. Hal inilah yang membuat Andre Kokois dan Catherine Bunardi mengibarkan bendera My Fashion Grosir.

Didirikan tahun 2012, My Fashion Grosir (MFG) adalah platform Bisnis to Bisnis (B2B) di bidang fashion wanita dewasa. Dengan visi menjadi solusi para pelaku bisnis fashion, bisnisnya berkembang menjadi MFG Dropship, MFG Wholesale, MFG Custom, dan MFG Tekstil.

“Jadi itu layanan kita untuk membantu para pelaku bisnis fashion tanah air,” ujar Catherine, Founder My Fashion Grosir saat dihubungi langsung oleh Tim FIMELA.

 

 
2 dari 6 halaman

Bermodalkan Rp 2 Juta dari tabungan bersama

Begini kisah founder My Fashion Grosir tergerak untuk berbisnis fashion grosir karena melihat maraknya produk impor. (dok. Istimewa).

Jauh sebelum mendirikan bisnis MFG, Mulanya, Andre adalah seorang sales kain. Sementara, Catherine adalah seorang mahasiswa sekaligus SPG sebuah produk. Keduanya menjalani hubungan pacaran sejak lama.

“Orangtua Andre juga memiliki basic dibidang kain selama puluhan tahun. Dari situ, Andre pun mengajak aku untuk jualan baju dari Tanah Abang. Dia yang foto, aku yang jadi modelnya. Kami mulai memasarkan melalui grup-grup BBM (Blackberry Messengger),” cerita Catherine.

Dengan modal awal Rp2 juta dari tabungan bersama, lambat laun usaha mereka berhasil merangkak perlahan menuju kesuksesan. Setiap laba yang mereka dapatkan, tidak dijadikan sebagai ‘keuntungan’, melainkan dikembalikan kepada modal. Karena gaya bisnis yang demikian, Andre dan Catherine jarang mencicipi rekreasi atau berjalan-jalan bersama teman-teman.

“Jadi kami sudah mengalami yang namanya kehujanan bawa barang besar di motor, jadi tukang packing, jadi admin yang bales chat juga, jadi kurir yang mengantar paket juga. Kalau dulu orang pacaran nonton bioskop, kami malam minggu malah pembukuan. Jadi memang dari pacaran kita sudah Work Hard dan sangat mencintai usaha kita,” kata Catherine.

3 dari 6 halaman

Mulai produksi sendiri

Begini kisah founder My Fashion Grosir tergerak untuk berbisnis fashion grosir karena melihat maraknya produk impor. (pexels/pixabay).

Bisnis yang mereka bangun pun berkembang pesat. Omzet yang mereka dapatkan meningkat hingga puluhan juta. Melihat peluang yang tinggi tersebut, keduanya pun mulai memproduksi sendiri. Namun, perjalanan mereka tak berjalan mulus. Keduanya harus menghadapi tantangan yang bertubi-tubi. Mulai dari ditipu dan mengalami kerugian, hingga berlebihnya kuantitas barang yang diproduksi.

“Sedangkan customer MFG saat itu masih terbatas. Jadi perputarannya lambat. Omzet kita akhirnya turun dari 60 juta turun hingga ke 30 juta,” kata Catherine.

Karena hal tersebut, Andre sempat ingin menyerah dan mengganti bisnis. Catherine bercerita saat itu Andre membaca buku Chairul Tanjung yang berjudul ‘Si Anak Singkong’. Menurut buku tersebut, kalau bisnis tak lagi bertumbuh, harus segera dicabut.

“Sementara Andre menganalogikan bisnis ke situ, kalau berdasarkan seminar yang aku ikuti dikatakan bahwa kesuksesan itu sebenarnya ada 30 cm di depan kita. Jadi ketika kamu menyerah 30 cm lagi kita sukses. Akhirnya dari sinilah kami mulai bangkit lagi,” ujar Catherine.

“Jadi setiap pengalaman baik dan buruknya memberi kita pelajaran,” lanjutnya.

4 dari 6 halaman

Tak berhenti berinovasi

Begini kisah founder My Fashion Grosir tergerak untuk berbisnis fashion grosir karena melihat maraknya produk impor. (pexels/wallacechuck).

Andre dan Catherine kemudian memutar otak untuk mengatasi barang berlebih. Tak hilang akal, keduanya akhirnya menemukan ide untuk memodifikasi produk lama agar terlihat seperti baru.

“Jadi saat itu kami punya flare skirt, kita mikir gimana ya biar jadi desain baru. Akhirnya kita akalin dengan menambahkan free belt. Jadi seolah-olah produk baru. Padahal itu produk lama yang kita modifikasi,” terang Catherine.

Berkat kegigihan mereka memodifikasi produk, penjualan dan omzet MFG kembali merangkak naik. Bahkan meningkat hingga ratusan juta ketika keduanya hampir ingin menyerah.

“Jadi intinya memang enggak boleh menyerah. Kalau kita berusaha, pasti akan selalu kebuka jalan,” ujar Catherine.

5 dari 6 halaman

Karyawan bertambah di tengah pandemi

Begini kisah founder My Fashion Grosir tergerak untuk berbisnis fashion grosir karena melihat maraknya produk impor. (dok.istimewa).

Tak dapat dipungkiri, pandemi Covid-19 turut berimbas pada keberlangsungan pelaku usaha Indonesia. Namun, hal ini tak berlaku untuk MFG. Penjualan dan omzet MFG justru meningkat karena memproduksi masker scuba dan APD.

"Karena produk tersebut menjadi kebutuhan pokok dan banyak dicari di masa pandemi seperti saat ini. Selain itu kami juga mengikuti tren dengan meluncurkan baju tidur tie dye. Kami memproduksi hingga 1000 pcs dan penjualannya meroket tajam," tutur Catherine.

Berkat inovasi tersebut, perusahaan ini masih bisa memberikan bonus. Bahkan, MFG masih bisa merekrut karyawan dengan jumlah yang lebih banyak lagi.

6 dari 6 halaman

Bermimpi Jayakan tekstil dan fashion Indonesia

Begini kisah founder My Fashion Grosir tergerak untuk berbisnis fashion grosir karena melihat maraknya produk impor. (dok.istimewa).

Ketika ditanya soal visi, Catherine mengungkapkan visi MFG adalah menjadi solusi untuk para pelaku usaha Fashion di Indonesia. Hal ini dilakukan mereka guna mengembalikan kejayaan tekstil dan fashion di Indonesia.

Perlu diketahui, Indonesia pernah Berjaya sebagai salah satu negara penghasil tekstil terbaik di era 80-an. Kala itu, kain-kain buatan Indonesia selalu menjadi rebutan masyarakat mancanegara karena kualitasnya yang jempolan.

Namun semakin ke sini, reputasi tersebut perlahan memudar seiring banyaknya pelaku usaha Indonesia yang tak ingin mengambil pusing lebih memilih produk-produk fashion dari luar negeri mengingat harganya yang cenderung lebih murah.

Padahal, menurut Andre kualitas garmen dalam negeri justru lebih baik. Kain dalam negeri memiliki kualitas jahitan serta bahan yang tak perlu diragukan lagi. Oleh karena itu, Catherine dan Andre ingin MFG menjadi solusi bagi para pelaku usaha Fashion Indonesia. MFG sendiri juga memiliki aplikasi MFG yang telah diunduh 100 ribu lebih downloader. Dengan adanya aplikasi ini Sahabat Fimela yang ingin memulai bisnis fashion menjadi lebih mudah.

“Untuk kedepannya kami berharap bisa menampung lebih banyak tenaga kerja jadi kapasitasnya semakin besar. Sehingga untuk kebutuhan fashion, masyarakat Indonesia bisa tercapai dengan membeli produk lokal. Jadi menanamkan kecintaan akan produk-produk Indonesia,” harap Catherine.

#Elevate Women