Fimela.com, Jakarta Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) menjadi pilihan yang harus dijalani guru dan anak-anak selama pandemi ini. Meski sudah berlangsung setahun lebih, nyatanya tak semua pihak bisa beradaptasi secara maksimal dengan PJJ ini. Sebaliknya, dampak yang dialami baik pendidik dan peserta didik akibat PJJ justru terbilang lumayan banyak.
Sebut saja pelaksanaan PPJ yang tak sesuai harapan, karena luring cukup menyulitkan siswa di daerah, seperti tak punya pulsa. Begitu juga dengan daring di daerah maju, nyatanya tak semua siswa punya perangkat pembelajaran, serta tak semua daerah punya akses internet bagus.
Selain itu, tak semua guru-guru telah mendapatkan diklat pelatihan pembelajaran daring maupun luring. Materi pembelajaran yang biasanya diberikan tatap muka, saat diberikan secara daring maupun luring terjadi keterbatasan. Beberapa pelajaran dengan tatap muka saja mengalami kesulitan, apalagi luring maupun daring.
Nah, demi mengatasi dampak penerapan PJJ yang dirasa tak ideal, pemerintah pun mendorong penerapan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas. Lebih lanjut, berikut beberapa alasan kenapa PTM Terbatas patut disambut gembira.
What's On Fimela
powered by
PTM Terbatas Jadi Solusi Tepat Atasi Dampak PJJ
Dalam webinar bertajuk Silaturahmi Merdeka Belajar (SMB) yang diadakan Kemendikbudristek pada Kamis (12/8), Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Jumeri, mengungkapkan jika PJJ dibiarkan terlalu lama, risiko yang dialami anak-anak, pendidikan dan negeri ini semakin besar.
Adapun urgensi pemerintah mendorong PTM Terbatas, karena kalau PJJ dibiarkan terlalu lama, risiko yang dialami anak-anak, pendidikan, dan negeri ini semakin besar. Selain risiko psikologis berupa kekerasan fisik hingga seksual, juga adanya learning loss yang berdampak pada kemampuan intelektual, kecakapan hidup berkurang, kompetensi rendah, sehingga saat dewasa nanti anak-anak jadi kurang dihargai di dunia kerja. Semua terjadi jika pembelajaran tak ideal seperti PJJ ini, tetap diteruskan. Jadi, PTM Terbatas dapat menjadi relaksasi bagi anak-anak dan guru, agar tak lupa belajar dan mengajar di sekolah.
Hanya Wilayah PPKM Level 1-3 yang Diizinkan Menerapkan PTM Terbatas
Tak kalah penting, PTM Terbatas ini aturannya dinamis, sehingga tak bisa disamakan di setiap daerah. Hanya sekolah yang berada di wilayah PPKM Level 1-3 yang boleh menerapkannya. Hal ini didasarkan pada Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri, yaitu Mendikbud, Mendagri, Menag dan Menkes. Keputusan ini juga didasarkan pada instruksi Mendagri No 30, 31 dan 32, di mana selama selama PPKM Darurat, wilayah yang masuk level 1-3 diizinkan melakukan PTM Terbatas.
Apabila sekolah anak-anak masuk wilayah yang diperbolehkan PTM Terbatas, maka tak boleh sampai disia-siakan. Peluang tersebut justru baiknya harus dilaksanakan dengan semaksimal mungkin. Apabila ada perubahan kondisi dan keadaan, maka aturan pembelajaran akan kembeli disesuaikan.
Meski begitu, tak semua sekolah boleh menerapkan PTM Terbatas ini. Hanya sekolah yang berada di wilayah PPKM Level 1-3 yang boleh menerapkannya. Hal ini didasarkan pada Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri, yaitu Mendikbud, Mendagri, Menag dan Menkes. Keputusan ini juga didasarkan pada instruksi Mendagri No 30, 31 dan 32, di mana selama selama PPKM Darurat, wilayah yang masuk level 1-3 diizinkan melakukan PTM Terbatas.
Hal yang pasti, PTM Terbatas dapat dimaksimalkan untuk menghadirkan perubahan perilaku positif bagi anak-anak. Terlebih kalau melihat siklus hidup anak-anak selama seminggu, saat masih PAUD maka lebih banyak di rumah. Kemudian, ketika masuk SD waktu di rumah mulai berkurang, begitu seterusnya sampai jenjang sekolahnya samakin naik. Selain rumah, anak-anak juga menghabiskan waktu di sekolah, serta di masyarakat. Nah, selama di rumah dan sekolah anak-anak masih bisa dikontrol, tetapi akan sulit jika sudah mulai masuk ke masyarakat.
Selain itu, ketika mengharapkan perubahan perilaku positif bagi anak-anak maka perlu diterapkan di dua tempat. Di rumah perlu aspek keteladanan dari orang tua, kemudian di sekolah dari guru. Kalau dua tempat tersebut dapat terkendali dengan baik, maka anak-anak dapat menjadi pribadi yang disiplin dan toleran dengan lainnya.
Terlebih lagi, tak semua orang tua bisa mendidik anak-anaknya, tapi paling tidak berilah teladan agar anak-anak memiliki akhlak dan perilaku yang bagus, bagaimanapun perilaku atau karakter baik dari anak bermula dari rumah. Jadi, adanya PTS Terbatas ini dapat memaksimalkan peran orang tua dan guru dalam perubahan perilaku positif bagi anak-anak.
PTM Terbatas Dapat Dukungan Berbagai Pihak
Menariknya, penerapan PTM Terbatas ini mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Selain pemerintah, DPR yang diwakili Hetifah Sjaifudian turut mendukung kebijakan ini. Wakil Ketua Komisi X DPR RI tersebut mengungkapkan jika DPR menyambut gembira dan mendukung pelaksanaan PTM Terbatas ini.
“DPR mendukung pemerintah melaksanakan PTM Terbatas sesuai aturan yang berlaku. Pada prinsipnya tetap menjaga aspek keselamatan anak dan guru, termasuk keluarga di rumah. Tapi, bukan berarti tak menyesuaikan diri, karena kita harus yakin suatu saat Covid-19 bisa dikendalikan. Selain itu, pemerintah daerah juga perlu menyiapkan daftar periksa jelang PTM Terbatas. Termasuk infrastruktur, sanitasi, dan lainnya, sebelum benar-benar menerapkan PTM Terbatas. Apalagi SKB 4 Menteri belum sepenuhnya dilaksanakan di daerah, sehingga perlu didorong terus,. Dengan begitu, orang tua bisa tenang mengizinkan anak-anaknya melakukan PTM Terbatas,” jelas Hetifah.
Bukan hanya DPR, dari pihak lain yang turut memberikan dukungan adalah Sekretaris Jenderal Tamansiswa, Ki Saur Panjaitan XIII. Menurutnya, sebagaimana dikutip dari survei UNESCO, siswa tak nyaman belajar di rumah. Anak-anak terganggu belajar dari rumah. Sebab, proses belajar idealnya interaksi antara peserta didik dan pengajar, dan interaksi ini terganggu selama PJJ.
Ia pun berharap PTM Terbatas bisa dilaksanakan dengan tetap memprioritaskan protokol kesehatan ketat. “Bagaimana menjamin anak-anak berangkat ke sekolah, di sekolah berinteraksi dengan guru, kemudian kembali ke rumah, ini protokol kesehatannya harus diperhatikan secara ketat. Inilah yang harus disiapkan. Siapa yang menyiapkan? Pemerintah pusat dan Pemda, karena pendidikan telah diotonomikan ke daerah, jadi Pemda yang memfasilitasi, jadi bukan gurunya. Biarkan gurunya tanggung jawab di sekolah, jadi Pemda bisa campur tangan menyiapkan fasilitas untuk anak-anak saat pergi dan pulang saat PTM Terbatas,” pungkas Ki Saur.
Itulah kenapa PTM Terbatas ini seharusnya dapat disambut sebagai kabar yang menggembirakan, karena sudah mendapatkan dukungan eksekutif, legislatif, maupun perwakilan dari instansi pendidikan swasta. Hasilnya, PTM Terbatas pun dapat menjadi solusi akibat penerapan PJJ yang kurang ideal.