Fimela.com, Jakarta Diabetes atau kencing manis adalah penyakit metabolik kronis ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang melebihi batas normal. Selama ini, diabetes identik sebagai penyakit yang diderita lansia. Padahal, diabetes pada anak bukanlah hal yang mustahil terjadi.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Endokrinologi, Metabolisme, dan Diabetes, Dr.dr. Wismandari Wisnu, SpPD-KEMD, menemukan kasus Diabetes Melitus Tipe 2 yang diidap oleh anak-anak.
“Dulu diabetes banyak dialami oleh para sesepuh, tapi sekarang diabetes sudah menyerang anak SD,” ujarnya dalam webinar Jakarta Endocrine Meeting 2021, Kamis (12/8/2021).
Apa penyebabnya?
dr.Wisma menyebut salah satu penyebab meluasnya kelompok penderita Diabetes adalah pola hidup yang tidak sehat dan pemahaman yang keliru bahwa anak-anak dengan tubuh gemuk lebih baik dibandingkan tubuh kurus atau ideal.
Akibatnya, tren obesitas pada anak-anak pun meningkat. Pada gilirannya, hal ini menyebabkan anak-anak masuk ke dalam kelompok berisiko Diabetes.
Padahal, peningkatan kadar gula darah menjadi salah satu komponen sindrom metabolik yang termasuk faktor risiko utama terjadinya penyakit kardiovaskular. Bahkan diperkirakan, pasien diabetes dua kali lebih mungkin mengalami sakit jantung atau stroke daripada seseorang yang tidak diabetes.
“Kalau sudah begini, kelompok anak-anak yang obesitas pun menjadi berisiko tinggi mengalami masalah kardiovaskular di usia yang masih kecil. Oleh karena itu, jangan dibiasakan percaya dengan anggapan makin gendut makin lucu, padahal itu salah besar, seharusnya orangtua tidak melakukan itu ke anaknya,” terang dr. Wisma.
Kasus diabetes terus meningkat
Kasus Diabetes di Indonesia sendiri terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018 tercatat prevalensi Diabetes Melitus menurut hasil pemeriksaan gula darah meningkat dari 6,9 persen pada pada 2013 menjadi 8,5 persen pada 2018.
Meski begitu, ternyata hanya seperempat pengidap diabetes di Indonesia yang menyadari bahwa kadar gula darahnya terlalu tinggi. Data Riskesdas 2007 menunjukkan 4,2% kasus DM adalah tidak terdiagnosis (sekitar 75% kasus).
"Angka ini menunjukkan bahwa baru sekitar 25 persen penderita diabetes yang mengetahui bahwa dirinya menderita diabetes. Sedangkan pasien yang berobat dan terdiagnosis DM umumnya datang dengan sudah didapatkan setidaknya satu komplikasi DM,” terang dr. Wisma
Artinya, kesadaran untuk mengatasi DM Lebih awal masih sangat rendah. Padahal tatalaksana komplikasi DM akan menyebabkan biaya yang sangat tinggi. Biaya pengelolaan yang lebih tinggi pasien DM dengan komplikasi vaskular (31,4 juta rupiah/pasien) dibandingkan pasien DM tanpa komplikasi (8,6 juta rupiah/pasien).
Peringkat ke-7 penderita diabetes terbanyak di dunia
Menurut data IDF Atlas 2019 sendiri Indonesia menduduki posisi 7 sebagai negara dengan penderita Diabetes terbanyak di dunia dengan jumlah 10,7 pasien. Dr. Wisma memprediksi, jika penanganan diabetes tidak maksimal atau tidak ada perbaikan, maka pada tahun 2030, posisi Indonesia masih ada di 7 besar dunia dengan pasien Diabetes terbanyak.
“Prediksi angka kasusnya ada di 13,7 juta pasien. Karena itu, upaya preventif maupun meningkatkan layanan pengobatan untuk pasien Diabetes harus lebih baik lagi kedepannya,"
“Untuk itu, ubah pola hidup menjadi lebih baik sedini mungkin untuk menurunkan risiko diabetes, mengingat kasus kesehatan ini sudah menyerang anak-anak,” pungkas dr. Wisma.
#Elevate Women