Fimela.com, Jakarta Kenangan pada masa kecil takkan pernah terlupakan. Hari-hari dan waktu yang kita lewati saat masih anak-anak akan selalu membekas di hati. Masing-masing dari kita pun pasti punya kisah atau cerita paling membekas soal masa kecil itu, seperti pengalaman yang dituliskan Sahabat Fimela dalam Lomba My Childhood Story: Berbagi Cerita Masa Kecil yang Menyenangkan ini.
***
Oleh: Linda Mustika Hartiwi
Aku lahir di daerah perkebunan karet yang sejuk dan tenang jauh dari keramaian kota. Ayahku bekerja sebagai karyawan di kantor administrasi perkebunan. Aku dan adikku diasuh dan dibesarkan oleh ayah dan ibu dalam kesederhanaan.
Aku ingat setiap pagi ibu selalu menyiapkan sarapan untuk ayah sebelum berangkat ke kantor juga untukku dan adik sebelum berangkat ke sekolah. Tahu dan tempe yang mudah didapat di warung dekat rumah, merupakan lauk yang familier bagiku saat menikmati sarapan pagi yang disajikan ibu.
Selain tahu dan tempe, untuk menu sarapan ibuku juga sering membuat nasi hangat yang diurap dengan parutan kelapa muda dan diberi garam sedikit. Hmmm... hidangan sederhana yang sungguh nikmat rasanya.
Atau kalau tidak ada penjual sayur keliling yang lewat dan ibu tidak sempat ke warung, ibu menyuguhkan lauk berupa petis udang untuk disantap bersama sepiring nasi hangat. Yang terpenting ayah, aku juga adik harus sarapan dulu sebelum melakukan aktivitas agar tidak mengalami gangguan kesehatan seperti sakit perut, mual atau mengantuk. Sebuah kebiasaan baik yang diajarkan oleh ibu yang sampai kini juga kulakukan untuk keluargaku.
Untuk lauk makan siang dan malam hari, baru ibu mengolah dari bahan-bahan yang dibeli ibu dari penjual sayur keliling atau di warung dekat rumah. Untuk lauk sayur ibu jarang membeli karena ibu menanam beragam sayuran di halaman depan rumah. Ada sayur sawi, bayam, kacang panjang, terong juga tomat dan cabe. Di waktu senggang, aku dan adik sering ikut ibu memetik sayuran untuk dimasak.
Hari-Hari yang Penuh Kesederhanaan
Tak beda dengan sahabat Fimela, aku juga menikmati masa kecil dengan bermain di luar rumah bersama teman-temanku baik teman laki-laki maupun teman perempuan dengan bermain permainan tradisional seperti permainan gobak sodor, petak umpet, lompat tali, engklek atau permainan tradisional ular naga panjang.
Sedangkan permainan tradisional besama teman perempuan dan biasanya dilakukan di rumah misalnya permainan bola bekel, dakon juga dam daman. Permainan-permainan tradisional tersebut cara bermainnya ada yang secara berkelompok atau perorangan dengan peraturan yang telah ditetapkan dalam masing-masing permainan.
Selain bermain, bersama teman-teman aku sering mencari jamur di sungai yang ada di tengah kebun karet yang terletak tak jauh dari rumah. Gemericik air yang mengalir membawa biji karet dan daun pohon karet yang jatuh, menemaniku dan teman-teman memetik jamur yang tumbuh di pinggir sungai. Sebuah pemandangan dan suasana alam semesta ciptaan Tuhan yang indah dan patut untuk disyukuri. Setelah dirasa cukup untuk jamur yang dipetik, aku dan teman-teman pulang. Sesampainya di rumah kuberikan jamur kepada ibu untuk kemudian dimasak menjadi lauk pendamping nasi.
Aku bersama teman sebaya juga sering mencari biji karet yang jatuh dan berserakan di bawah pohon karet untuk alat bermain. Adakalanya biji karet yang terkumpul banyak dibawa pulang oleh salah satu teman dan minta tolong ibunya yang biasa memasak biji karet untuk dijadikan camilan kemudian dimakan bersama. Mengolah biji karet melalui proses tertentu yang tidak semua orang bisa melakukannya karena biji karet mengandung racun.
Berkaitan dengan biji karet ini, seringkali kepalaku kejatuhan biji karet karena tiupan angin kencang saat aku pulang sekolah atau ketika disuruh ibu ke warung. Memang banyak tumbuh pohon karet di sepanjang perjalanan yang kutempuh dengan jalan kaki baik ke sekolah, ke warung atau ke rumah teman-temanku.
Ada pengalaman yang tak terlupakan saat melewati masa kecilku di daerah perkebunan selain sering kejatuhan biji karet, yaitu seringnya aku berpapasan dengan kendaraan traktor besar yang tinggi bannya itu melebihi tinggi tubuhku dan membuatku takut melihat bentuk traktor yang besar dan suaranya yang bergemuruh. Traktor besar itu digunakan untuk mengolah tanah di area perkebunan.
Tak jarang pula aku dan teman sepermainan mencari buah ciplukan, buah bebesaran atau murbei dan buah kersen yang pohonnya tumbuh di pinggir jalan di sekitar rumah untuk alat bermain atau untuk dimakan. Buah-buah yang sekarang ini jarang sekali kutemui karena banyaknya lahan yang digunakan untuk perumahan, kantor dan pertokoan yang sangat padat hingga tidak ada ruang untuk menanam pepohonan. Selain mencari buah-buahan, aku bersama teman kadang mencari bunga tanjung yang berjatuhan untuk dirangkai dengan benang menjadi mainan kalung atau gelang.
Bermain masak-masakan dan dokter-dokteran juga kulakukan di masa kecil dulu. Berbeda dengan permainan sekarang yang dijual lengkap peralatannya, bermain di masa lalu adalah dengan menggunakan alat dan bahan sederhana yang berasal dari alam sekitar.
Bermain masak-masakan misalnya, dengan menggunakan beberapa batu sebagai kompornya dan dedaunan sebagai tempat masak atau bahan masakannya. Kadang bermain tangkai daun pepaya yang dilubangi salah satu ujungnya seolah-olah mulut bayi dan menyuapinya dengan tanah yang diberi air secukupnya seolah-olah itu bubur bayi. Sedangkan dalam bermain dokte- dokteran, dengan menggunakan duri pohon jeruk sebagai alat suntik. Biasanya aku dan teman-teman membawa boneka untuk disuntik oleh salah satu teman yang berpura-pura menjadi dokter.
Adakalanya dalam bermain bersama teman-teman timbul perselisihan yang tidak lama berakhir dan berganti dengan senda gurau atau tawa riang diantara kami. Seperti itulah dunia anak, perselisihan dan kedamaian ada silih berganti tidak mengurangi nilai sebuah kebersamaan.
Di waktu kecil, aku juga diikutkan les menari bali di salah seorang teman ibuku yang berasal dari pulau Bali. Ada beberapa temanku yang juga ikut les menari bali. Tari bali yang banyak menonjolkan gerakan mata, tangan dan kaki awalnya sempat membuatku kesulitan namun aku terus belajar dan berlatih menari bali.
Hingga akhirnya aku dan teman-teman sering tampil pada acara-acara yang diadakan oleh pihak perkebunan seperti acara Dharma Wanita, arisan atau penyambutan tamu kebun. Acara tari-tarian biasanya ditampilkan bergantian dengan acara musik pada sub acara hiburan. Rasanya senang sekali bisa tampil menghibur di depan para tamu undangan.
Ada kejadian yang sampai kini masih membekas di ingatanku berkaitan dengan kegiatan menari bali ini. Saat itu aku ditunjuk oleh ibu pelatih untuk menari bali seorang diri karena memang tarian perorangan bukan menari berkelompok.
Rasa deg-degan tetap saja muncul meskipun sudah sering menari di atas panggung, saat aku menari di depan para tamu undangan yang duduk di alam terbuka di antara pohon karet. Namun demikian aku terus menari mengikuti alunan musik pengiring dalam kaset yang diputar. Sampai kudengarkan musik pengiring tarian yang aneh hingga aku kesulitan menyelaraskan gerakan tarian.
Rasanya aku ingin menangis karena bingung tapi kutahan air mata yang mau jatuh. Aku terus menari dengan gerakan yang kira-kira pas dengan musik pengiring tari dari kaset yang tengah diputar. Hingga kaset berhenti dan tak kuhiraukan tepuk tangan tamu undangan untukku, aku segera menemui ibu pelatihku.
Sambil menangis kutanyakan mengenai kasetnya yang kacau hingga aku bingung dalam menari. Dengan tersenyum ibu pelatih memuji penampilanku yang tenang dan menjelaskan memang waktu aku menari tadi ada sedikit kendala. Dari ibu pelatih aku tahu ternyata pengeras suara yang berjumlah dua dan saling berhadapan yang menyebabkan suara musik pengiring tari berbenturan dan menimbulkan musik tari yang kacau. Oalah... semoga waktu itu tidak ada tamu yang tahu kalau gerakan tariku ada yang salah.
Semua Selalu Indah untuk Dikenang
Selain kegiatan menari aku juga suka menulis, menulis apa saja yang ingin kutulis. Pernah waktu duduk di bangku SD (Sekolah Dasar) aku mengirimkan puisi ke majalah “Kawanku” yang sering dibeli ayah untukku saat bertugas di kantor pusat yang berada di kota kecamatan, dan puisiku tersebut dimuat.
Aku mendapat honor Rp5.000,00 yang diberikan dalam bentuk pecahan uang nominal Rp500,00 sebanyak 10 lembar. Olala... senangnya hatiku kala itu, mendapat uang berlembar-lembar dari hasil karyaku menulis yang nominalnya berkali lipat dari uang sakuku ke sekolah setiap hari senilai Rp25,00. Dengan uang nominal Rp25,00 itu aku bisa membeli segelas dawet dan beberapa jajanan.
Saat masih di SD aku juga pernah mengikuti lomba menulis tentang pengalaman berkemah yang diadakan oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Walau tidak menjadi juara dalam lomba menulis itu, aku mendapat bingkisan 10 buah foto berukuran besar tentang bunga Rafflesia dan pemandangan alam yang ada di daerah Indonesia yang membuatku tahu serta takjub dengan keindahan negeri Indonesia.
Sejak kecil aku juga diajarkan sikap disiplin waktu dan bertanggung jawab dengan apa yang kulakukan. Misalnya disiplin kapan waktu untuk beribadah kepada Tuhan, membantu orang tua juga disiplin dalam waktu belajar.
Demikian juga dengan sikap bertanggung jawab, bukan saja kepada diriku sendiri tetapi juga bertanggung jawab kepada orang tua atau kepada guru di sekolah. Hingga saat aku duduk di kelas 5 SD, aku terpilih mewakili sekolahku untuk mengikuti pemilihan murid teladan SD tingkat kecamatan dan aku terpilih menjadi yang terbaik.
Aku senang sekali dan tidak pernah menyangka, aku yang tinggal jauh di pinggir kota terpilih diantara murid-murid yang ikut mewakili sekolah masing-masing yang ada di kecamatan tempat tinggalku. Pengajaran sikap disiplin dan bertanggung jawab ini membuatku mengerti bahwa jika kita berusaha dan bersungguh-sungguh dengan apa yang kita lakukan, akan membuat kita mampu mencapai yang terbaik dan yang kita inginkan.
Itulah cerita masa kecilku yang selalu indah untuk dikenang. Ada kesederhanaan dan pengajaran sikap hidup dari ayah dan ibu, ada kedamaian tinggal di daerah perkebunan juga ada kebersamaan dengan teman sepermainan dalam suka dan duka yang semua maknanya kuterapkan dalam menjalani kehidupanku. Salam.
#ElevateWomen