Salah Naik Angkot dan Malu Bilang pada Sopir, Aku Pernah Bikin Panik Banyak Orang

Endah Wijayanti diperbarui 02 Agu 2021, 08:52 WIB

Fimela.com, Jakarta Kenangan pada masa kecil takkan pernah terlupakan. Hari-hari dan waktu yang kita lewati saat masih anak-anak akan selalu membekas di hati. Masing-masing dari kita pun pasti punya kisah atau cerita paling membekas soal masa kecil itu, seperti pengalaman yang dituliskan Sahabat Fimela dalam Lomba My Childhood Story: Berbagi Cerita Masa Kecil yang Menyenangkan ini.

***

Oleh: Riska Silvia

Waktu SD orang tuaku menyekolahkan aku di sekolah yang cukup jauh dibandingkan teman-teman dan kakakku. Saat yang lain cukup berjalan kaki, aku harus naik angkot. Aku tinggal di dekat Pasar Cipulir dan bersekolah di Kebayoran Lama. Untuk menuju sekolah aku harus naik angkot No C.05 atau C.01.

Saat di kelas 1 aku selalu ditemani ayah atau mama kemudian saat naik kelas 2 aku sudah mandiri berangkat sekolah sendiri. Ketika pulang sekolah banyak teman-teman yang searah denganku. Karena aku sekolah siang, sekolah usai sekitar jam 5 sore.

Kami pulang berbarengan dengan karyawan pulang kerja. Seringkali supir angkot tidak mau mengangkut kami anak SD untuk naik angkot karena kami membayar ongkos dengan tarif murah. Kadang aku dan teman-temanku pulang berjalan kaki dari Kebayoran Lama hingga Cipulir. Biasanya di Pasar Cipulir angkot sudah mulai kosong dan mau menampung kami anak SD. 

Suatu hari aku pulang bersama temanku. Hari itu kami habis bertengkar. Lalu kami menunggu angkot berjauhan.

Saat aku lihat angkot bernomor 01 datang aku lekas naik saja. Tapi temanku tidak ikut naik mungkin temanku hanya kebingungan melihatku naik angkot. Kemudian aku baru sadar di perempatan Cidodol angkot mulai belok ke arah yang salah ke arah peninggaran. Astaga! Aku salah naik angkot.

Aku lihat nomor angkotnya ternyata No. S10. Aku panik, ketakutan, bingung dan tidak berani bilang ke sopir angkot kalo aku salah naik angkot. Perjalanan sudah cukup jauh. Aku sendiri tidak mengenal daerah itu.

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Pengalaman Tak Terlupakan

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/g/oduaimages

Akhirnya aku turun di pemberhentian terakhir. Aku ingat supir angkot waktu itu bertanya padaku turun di mana. Tapi aku diam saja, turun dari angkot dan berjalan tak tentu arah. Bersyukurnya ada seorang bapak yang melihatku berjalan sambil kebingungan ia mendatangiku. Aku lupa percakapan apa di antara kami. Yang aku ingat bapak itu mencari sesuatu dalam tasku, mungkin sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk alamat rumah atau sekolah.

Kemudian aku dibawa ke rumahnya dan diberi makan, setelah salat maghrib aku diantar mencari rumahku dengan motor bersama anak dan istrinya. Tak lama aku sampai di daerah rumahku, daerah pasar cipulir.

Aku tidak ingat dari mana bapak itu tau daerah rumahku. Sesampainya di gang rumahku, area rumahku sudah ramai oleh para tetangga. Bahkan ketika aku datang tetangga dan teman-temanku menyurakiku, "Riska sudah pulang! Riska sudah ketemu!"

Beberapa anak malah mengikuti di belakang motor sambil setengah berlari menuju rumahku. Sampai dirumah perasaanku senang saja karena sudah kembali pualng. Tapi mamaku menangis histeris.

Keesokan harinya berita aku kesasar sudah menyebar ke seluruh sekolah. Aku jadi trending topic di hari itu.

Saat aku dewasa mamaku kembali menceritakan peristiwa itu. Mamaku cerita ia panik aku belum pulang di saat jamnya sampai dirumah. Ia mencoba menghubungi sekolah dan semakin panik mengetahui seluruh siswa sudah pulang.

Mamaku  mengira mungkin aku tersasar ke daerah Ciledug. Kemudian ia mencariku ke Ciledug dengan naik Metro Mini No 69. Di atas bis Metro Mini mamaku tak berhenti menangis sampai harus ditenangkan oleh kenek bis dan supir bis. Mendengarnya aku merasa sangat bersalah karena sudah membuatnya khawatir dan menyesali kebodohanku karena malu bertanya dan akhirnya tersesat.

#ElevateWomen