Fimela.com, Jakarta Pandemi Covid-19 turut berimbas pada keberlangsungan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Namun, hal ini tak berlaku Wieke Anggarini Kusumaningsih.
Perempuan kelahiran Semarang, Jawa Tengah yang tengah menekuni usaha tahu petis sejak tahun 2006 ini kerap berinovasi dan mengatur strategi, sehingga berhasil meraih peningkatan omzet yang luar biasa di masa pandemi.
Bahkan, pemilik UMKM ‘Tahu Petis Yudhistira’ ini berhasil menambah outlet dan membuka lapangan kerja baru di masa pandemi. Lantas, strategi bisnis apa yang ia lakukan?
What's On Fimela
powered by
Berawal dari gerobak dorong
Tahu Petis Yudhistira merupakan bisnis kuliner yang menjual aneka jajanan khas Semarang berupa tahu petis, tahu bakso, tahu walik, dan lumpia Semarang.
Berawal dari gerobak dorong yang berjualan di area pelataran parkir Pasar Tebet Timur. Kini, Wieke berhasil memiliki 10 outlet di beberapa kota, seperti Jakarta, Tangerang Selatan, Bekasi, serta Semarang.
Pada awal pandemi, Wieke telah antisipasi melakukan penghematan secara besar-besaran. Mulai dari menutup outlet dinilai kurang perform hingga menghemat cost. Namun tak disangka, selama pandemi omzet Tahu Petis Yudhistira justru meningkat.
“Dari awal penjualan kami memang lebih banyak online. Karena bisnis kami adalah camilan, yang mana kebanyakan orang senang take away atau delivery. Sehingga kami mengalami peningkatan secara online, terutama melalui platform ojek online. Sebagai gantinya, kami lebih mengalihkan budget untuk promosi dan membuat campaign prokes untuk menjamin ke pelanggan bahwa produk kami aman,” ujar Wieke kepada Tim FIMELA.
Tak berhenti berinovasi
Tahun kedua pandemi ini justru tak membuat perempuan berusia 42 tahun ini bersantai. Di akhir tahun, tren produk frozen kian diminati masyarakat. Melihat hal tersebut, Wieke akhirnya berinovasi meluncurkan vacuum frozen pack atau makanan beku siap saji.
“Inovasi kami selama pandemi adalah lahirnya produk-produk Tahu Petis Yudhistira dalam kemasan vacuum frozen pack. Produk ini bisa bertahan selama 6 hari di suhu ruang (termasuk pengiriman). Penyimpanan juga bisa bertahan 1 bulan di freezer. Sehingga kini jajanan khas Semarang ini bisa dikirim hingga luar pulau Jawa,” ujar Wieke.
Berkat inovasi tersebut, Tahu Petis Yudhistira mengalami kenaikan omzet yang cukup signifikan hingga 30%. Tak hanya itu, outlet yang awalnya hanya 8, kini menjadi 10 selama masa pandemi. Wieke bersyukur, dengan bertambahnya outlet ia bisa membuka lapangan pekerjaan baru bagi orang-orang sekitar.
Tips adaptasi bisnis di tengah pandemi
Agar bisa bertahan di tengah pandemi, para pelaku bisnis harus cepat beradaptasi dan melakukan inovasi. Wieke mencatat beberapa hal yang harus dilakukan pelaku usaha di tengah pandemi.
“Pertama tetap perketat cashflow dan selalu berupaya bisnis beroperasi secara optimal. Selain itu, ketahui akan ada pos-pos tambahan seperti budget kesehatan untuk masker atau obat-obatan. Serta memperkuat internal supaya kinerjanya tetap bagus,” ujarnya.
“Pelaku usaha juga harus memperkuat brandnya sendiri. Jaga brand supaya tetap eksis yang enggak hanya melalui kualitas produk tetapi juga pelayanan. Serta mengikuti tren, mulai eksis di sosial media yang baru dan menjaga pelayanan supaya memenuhi standar,” sambungnya.
Jauh sebelum menjadi seorang womenpreneur, Wieke merupakan seorang karyawan di bidang marketing. Motivasinya berbisnis ialah didorong oleh keinginannya memiliki waktu lebih bersama keluarga.
Memiliki hobi kuliner, Wieke berharap hadirnya Tahu Petis Yudhistira dapat membuat jajanan khas Semarang semakin dikenal oleh masyarakat luas di seluruh nusantara.
#Elevate Women