Fimela.com, Jakarta Menurut CATAHU 2021 dari Komnas Perempuan mengatakan sepanjang tahun 2020 kasus kekerasan seksual terjadi sebanyak 1.938 kasus atau sekitar 30 persen di ranah personal/privat dan Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPPA) Kementerian PPPA, sepanjang tahun 2020 saja, terdapat 787 laporan kasus kekerasan seksual.
Begitu pun dengan kekerasan seksual pada anak seperti pelecehan. Untuk melawan kekerasan seksual hal pertama yang dilakukan ialah paham abuse seksual yaitu segala bentuk perlakuan buruk baik secara fisik dan emosional, kekerasan seksual, penelantaran atau perlakukan lalai, elsploitasi komersil, atau bentuk lainnya yang mengakibatkan kerusakan atau potensial terhadap kesehatan anak, kemampuan bertahan hidup,dan perkembangan anak.
Selain itu, ada beberapa langkah untuk melawan kekerasan. Orangtua pun dapat menanamkan pemikiran anti kekerasan terutama seksual sejak dini. Berikut ulasannya.
1. Katakan Tidak (NO)
Hal yang pling mudah ialah orangtua dapat mengajarkan anak untuk mengatakan tidak ketika orang lain menyentuh tubuh si kecil, terutama di bagian sensitifnya.
Tindakan abuse sering kali menggunakan bentuk-bentuk ancaman, pemaksaan, janji-janji, atau iming-iming materi. Serta menggunakan modus grooming. Karena sering kali dilakukan oleh orang terpecaya seperti keluarga atau orang yang memiliki kekuasaan. UMaka mengatakan tidak bukan hal yang mudah.
Perlu keberanian untuk mengatakan tidak terhadap perbuatan yang mengarah pada seksual. Maka anak atau remaja bersiko perlu dibekali penguatan untuk berani bilang tidak atau menolak.
"Anak harus tahu apa yang melangga norma, sehingga anak bisa bilang tidak karena sudah tau konsep pelanggaran kriminal. Pelan-pelan saja mengajarinya, misal, 'jangan mau ya kalo dipegang di bagian sini," ujar Hari Sadewo dari Child’s Rights Advisor Plan Indonesia dalam webinar No! Go! Tell! di Sekolah.
2. Menyelamatkan diri (GO)
Setelah berani berkata tidak, ajarkan anak untuk menyelamtkan diri. "Menghindari orang yang dicurigai akan melakukan kekerasan seksual. Lalu ajari anak melatih alasan menolak, dan mencari tempat yang aman seperti area publik.," ujar Hari.
3. Menceritakan (Tell)
Jika perlu, anak bisa mengancam akan melaporkan. Terakhir ajari anak untuk melaporkan.
Segara beritahu atau lapor kepada orang yang dipercaya apabila mengalami, atau menyaksikan teman mengalami kekerasan seksual. Simpan nomor telepon pengadaun resmi di ponselnya.
"Kebanyakan korban ragu untuk melapor kerena takut stigma atau ancaman pelaku," papar Hari.
Layanan aduan atau nomor penting untuk melaporkan
Hari mengatakan, sekolah bisa memanfaatkan layanan aduan dan rujukan dalam menangani kasus kekerasan pada anak. Pertama, melapor ke polres terdekat, khususnya ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA).
Serta bisa menghubungi kantor layanan P2TP2A atau UPTD kabupaten atau kota di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Pilihan ketiga, bisa melaporkannya ke Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Rumah Sakit Bhayangkari. "Khusus DKI, melalui RPTRA kelurahan," imbuhnya.
Lalu bisa juga enghubungi Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di nomor 08111 129 129 atau email pengaduan@kemenpppa.go.id. Atau, melengkapi form Komnas Perempuan bit.ly/ PengaduanKomnasPerempuan maupun menghubungi (021) 8030 5399.
Aplikasi lapor kasus forum pengada layanan. Atau dengan menghubungi LBH APIK Jakarta di nomor WhatsApp 0813 8882 2669. Juga, Yayasan Pulih di nomor 0811 8436 633.
#elevate women