Menyiapkan Pernikahan di Usia 25 Tahun, Ada Hal Penting yang Kusadari

Endah Wijayanti diperbarui 17 Jul 2021, 15:45 WIB

Fimela.com, Jakarta Persiapan pernikahan seringkali dipenuhi drama. Ada bahagia, tapi tak jarang juga ada air mata. Perjalanan menuju hari H pun kerap diwarnai perasaan campur aduk. Setiap persiapan menuju pernikahan pun selalu punya warna-warninya sendiri, seperti kisah Sahabat Fimela dalam Lomba Share Your Stories Bridezilla: Perjalanan untuk Mendapat Status Sah ini.

***

Oleh: Nabilah Zikriyah

Pernikahan menjadi momen paling berkesan untuk siapa pun yang pernah merasakannya. Perjanjian sakral sekali seumur hidup dengan satu tujuan yang sama yaitu menemukan kebahagiaan. Apakah dengan pernikahan akan selalu berakhir bahagia? Jawabannya bisa iya atau mungkin juga tidak. Memutuskan menikah dengan orang yang tepat memang akan banyak tantangan dan juga cerita.

A Perfect Couple. Semua orang ingin mempunyai pasangan yang sempurna, pasangan yang tepat, Mr or Mrs Right bukan? Ya, sama aku juga. Tapi kadang takdir Tuhan tidak selalu sama dengan rencana kita. Menemukan cinta justru aku temukan setelah hubungan ini dibina selama 6 tahun. Lama bukan? Cukup lama untuk menyadari bahwa pasanganku mungkin adalah jodoh yang dikirim Tuhan untukku.

Berawal dari ketidakpercayaanku lagi tentang cinta, aku menemukan sosok dia di masa penyembuhanku. Aku yang lelah dan hampir menyerah dengan standar laki-laki yang aku buat sendiri sebagai "A Perfect Couple" menjerumuskan aku pada jurang kegagalan dan merasa tidak kenal lagi dengan diriku sendiri. Namun, perjalanan panjang selama 6 tahun bertukar cerita dengannya, I finally found myself again.

 

2 dari 3 halaman

Menemukan Seseorang yang Tepat

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/id/g/tawanlubfah

Perjalanan cintaku dengan calon jodohku ini bisa dibilang tidaklah mulus, banyak drama, banyak rasa sakit, namun yang menyenangkan jauh lebih banyak. Aku pernah berpikir dia yang introvert dan aku yang extrovert ini kok bisa cocok ya? Tapi setelah banyak hal dan momen-momen terlewati, aku sadar aku seperti berkaca dan menemukan sebagian diriku pada dirinya.

Pada akhirnya dia memutuskan untuk berkomitmen, entah kapan kata komitmen itu terucap aku hampir lupa, dan yah akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan keseriusan dengan hubungan ini. Ada satu momen yang membuat aku yakin ingin menjadi istrinya adalah, semenjak dia bekerja setahun belakangan ini dia terlihat sangat serius untuk memperjuangkanku, terlihat dari cara dia mati-matian bekerja sampai lembur, menabung emas sampai berinvestasi di Reksadana.

Semua itu dia lakukan untuk mempersiapkan pernikahan kami. Terkadang aku pun merasa bak permaisuri yang dimanja dengan gajinya, kebutuhan tersierku pun bisa dipenuhi olehnya tanpa aku harus meminta. 

Oh wait! Tapi apakah aku sudah siap dengan pernikahan? Status baruku? Perubahan dalam hidupku? Tentu saja belum. Ketika pada akhirnya masing-masing keluarga kami ingin bertemu dan terucap kata serius untuk menikah the drama finally begins.

Aku tahu istilah Bridezilla itu sering muncul ketika calon pengantin wanita mempersiapkan pernikahan impiannya. Terlalu fokus pada hari H dan melupakan apa yang sebenarnya menjadi tujuan utama pernikahan. Terlalu banyak insight dari orang sekitar membuatku menjadi overthinking dan gila selama berbulan-bulan. Tidak bisa tidur, anxiety dan selalu mencemaskan bagaimana kehidupanku after marriage.

Walaupun sudah seringkali diskusi dengan pasangan terkait vendor, wedding dream yang aku inginkan itupun belum cukup menjawab keresahanku yang sebentar lagi berubah status from single to married. Aku mulai stres.

Cobaan demi cobaan datang silih berganti, mulai dari sulitnya mempertemukan kedua keluarga masing-masing, orang tuaku yang memaksa untuk menikah secepatnya dan dilema pasangan yang masih tidak pede dengan persiapan finansial serta mental untuk menikahkan diriku. Aku juga mengalami dilema yang sama dengan pasanganku, selain finansial yang menjadi masalah utama karena balik lagi menikah itu butuh uang, mental dan kesiapan juga menjadi masalahku.

 

3 dari 3 halaman

Menyiapkan Pernikahan di Tengah Pandemi

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/id/g/shanti108

Aku selalu memikirkan tentang masa depan setelah menikah, bagaimana aku bisa menjadi "A Perfect Couple and Perfect Wife" untuk dirinya? Apakah aku bisa mengurus finansial keluarga? apakah aku bisa memberikan dia anak? Bagaimana karierku? Orang tuaku? Lalu apakah aku dan dia akan selalu jatuh cinta setiap hari? Apa aku bisa mencintai dia selama? Nggak ada kata selingkuh?

Oh, no! semua pikiran buruk itu selalu berputar setiap malam ketika aku ingin tidur. Sampai pada akhirnya aku dan dia terkena musibah di tahun ini yaitu terpapar virus covid-19 dan semua rencana untuk bertemu vendor, mencari katering dan gedung bubar jalan. Kami berdua fokus pada penyembuhan diri masing-masing dan menjaga keluarga tetap sehat.

Tahun ini aku merasa benar-benar berada di fase Quarter Life Crisis. Tepat di umurku yang ke 25 tahun aku seperti naik roller coaster, tapi di titik itu juga aku menemukan diriku.

Ilmu parenting yang aku pelajari dari pekerjaanku sebagai Content Planner di suatu media parenting dan insight dari orang-orang terdekat tentang asam manis pahit kehidupan pernikahan membuatku tersadar dan mengajarkanku banyak hal terutama dalam keikhlasan serta menerima. Aku mulai memantapkan konsep pernikahan yang aku inginkan dan sesuai budget, memperbanyak bacaan tentang pernikahan, pernikahan dalam Islam, membeli wedding planner sebagai salah satu cara aku untuk tidak menjadi Bridezilla.

Pada akhirnya konsep intimate wedding yang aku dan pasangan inginkan sedari awal akan terwujud dalam beberapa bulan lagi. Aku harus bersyukur dengan semua drama yang aku lalui, bahkan kondisi pandemi ini bisa dibilang sangat menolong kekhawatiran aku dan pasangan tentang budget finansial kami yang masih belum cukup sampai target. Namun ya bisa dibilang sangat sedih juga harus mengurangi tamu undangan demi keselamatan banyak orang.

And well pernikahan menurutku bukan hanya sekadar mencari "A Perfect Couple" in your life tapi mencari pasangan hidup yang bisa saling mengisi kekurangan dan melengkapi kelebihan. Pasangan akan bisa selalu berubah tapi kalau kita bisa menjaga hubungan tetap harmonis, paham bahasa cintanya, saling menghormati dan mendukung satu sama lain aku yakin we will be the best partner in life. 

 

#ElevateWomen