Fimela.com, Jakarta Persiapan pernikahan seringkali dipenuhi drama. Ada bahagia, tapi tak jarang juga ada air mata. Perjalanan menuju hari H pun kerap diwarnai perasaan campur aduk. Setiap persiapan menuju pernikahan pun selalu punya warna-warninya sendiri, seperti kisah Sahabat Fimela dalam Lomba Share Your Stories Bridezilla: Perjalanan untuk Mendapat Status Sah ini.
***
Oleh: Nuky
Cerita ditulis berdasarkan pengalaman ibu penulis.
Perjalanan merantauku 31 tahun yang lalu benar-benar menjadi titik balikku. Umurku saat itu masih 19 tahun, belum genap setahun setelah kurampungkan pendidikan SMA-ku. Ayahku yang seorang tukang becak, dan ibuku yang hanyalah buruh tani di pelosok desa Sukoharjo membuatku nekat berangkat ke kota seorang diri untuk memperbaiki peruntungan kami. Saat itu yang aku tahu hanya seorang paman kerabat jauh dari ayahku tinggal di Semarang, aku diminta kesana untuk mencari pekerjaan.
Sebulan aku tinggal di rumah pamanku itu, pekerjaan masih belum juga kudapatkan. Aku hanya membantu pekerjaan di rumah pamanku itu. Mereka memperlakukanku sangat baik, seperti anaknya sendiri karena sudah dua puluh tahun menikah pamanku dan istrinya belum dikaruniai keturunan. Aku dikenalkan pamanku ke tetangga-tetangganya berharap akan segera mendapatkan pekerjaan dari sana. Tak lama kemudian, ada seorang tetangga datang ke rumah paman. Bukan, bukan untuk memberiku pekerjaan, tetapi ingin meminangku.
Hal itu benar-benar tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Niatku datang ke kota adalah untuk mencari pekerjaan, memperbaiki nasib keluargaku, bukannya untuk mencari jodoh. Belum kujawab langsung permintaan itu. Aku masih gamang memikirkan masa depanku. Seseorang yang tidak pernah kukenal sebelumnya tiba-tiba berkata ingin menjadi suamiku. Lagipula, aku punya seseorang yang harus kujaga hatinya jauh di sana. Dia juga merantau ke Jakarta untuk mencari modal agar kami bisa segera menikah, baru saja kemarin kukirimkan surat padanya.
Pamanku mendatangiku, memberikan banyak masukan padaku. Katanya dia lelaki baik, seorang ketua karang taruna di situ, tidak enak bila membuatnya terlalu lama menunggu. Rezeki mungkin nanti akan datang setelah aku menikah karena melengkapi separuh agama dapat membuka pintu rezeki. Aku semakin galau, tidak ada orang yang tahu tentang kekasihku selain para sahabatku, begitu pun orangtuaku.
Keesokan harinya, pamanku bertanya lagi bagaimana keputusanku. Entah apa kupikirkan saat itu, tiba-tiba saja aku mengiyakan akan menerima pinangan itu. Tanggal 1 Oktober 1989, aku, pamanku, calon suamiku dan orangtuanya pergi ke rumah kami di desa. Orangtuaku sangat kaget melihat kedatangan kami. Bagaimana tidak, saat itu belum ada telepon untuk mengabarkan sesuatu, tahu-tahu anak gadisnya datang dengan membawa seorang pemuda dan kedua orangtuanya datang berkata akan menikah. Beruntung pamanku ikut dan menjelaskan apa yang telah terjadi.
What's On Fimela
powered by
Hari Pernikahan
Salah seorang sahabatku yang juga tetangga rumahku mendengar kabar kedatangan kami. Dia langsung ke rumah dan menanyakan apa yang terjadi padaku. Kujelaskan kalau ini terjadi begitu saja. Aku juga tidak menyangka akan berakhir seperti ini. Sahabatku itu kemudian menyuruhku menulis sepucuk surat untuk kekasihku, aku harus memberitahunya apa yang terjadi.
Tanggal telah ditetapkan, 8 Oktober 1989, seminggu setelah kedatangannya kami akan menikah. Aku tetap tinggal di rumah dan mempersiapkan segala sesuatunya, tentunya mempersiapkan diri juga. Merasa tidak ada waktu lagi, salah seorang sahabatku menawarkan diri ke Jakarta untuk mengabarkan langsung pada kekasihku, karena suratku mungkin belum sampai di hari pernikahanku, takut akan terjadi hal buruk nantinya jika ia tak segera diberitahu.
Hari itu datang juga, hari pernikahanku dengan seorang yang asing bagiku. Aku menikah bukan dengan lelaki yang kugadang-gadang menjadi imamku, tetapi dengan seorang yang baru kukenal di rantau. Tanpa banyak persiapan, tak ada hingar bingar pesta perayaan pernikahan. Hanya akad nikah disaksikan keluarga terdekat kami, dengan mas kawin cincin sederhana.
Dua hari setelah pernikahanku, sahabatku yang dari Jakarta datang mengabarkan, kalau mantan kekasihku baru menerima suratku sehari sebelum hari pernikahanku. Dia tampak tak percaya, bagaimana mungkin wanita yang dicintainya selama SMA berakhir di pelaminan dengan lelaki lain. Tapi itulah yang terjadi.
Jodoh adalah rahasia Ilahi, sama seperti lahir dan mati. Tidak semua dapat berakhir seperti yang direncanakan manusia. Setidaknya itulah pelajaran yang kudapatkan dari kejadian ini. Aku belajar mencintai suamiku setelah kami menikah. Sekarang sudah lebih dari 30 tahun berlalu. Kami telah dikaruniai dua orang serta dua cucu yang melengkapi kebahagiaan kami.
#ElevateWomen