Kurangi Stres, Ini 6 Hal yang Harus Dipersiapkan saat Memutuskan Menikah

Endah Wijayanti diperbarui 16 Jul 2021, 12:13 WIB

Fimela.com, Jakarta Persiapan pernikahan seringkali dipenuhi drama. Ada bahagia, tapi tak jarang juga ada air mata. Perjalanan menuju hari H pun kerap diwarnai perasaan campur aduk. Setiap persiapan menuju pernikahan pun selalu punya warna-warninya sendiri, seperti kisah Sahabat Fimela dalam Lomba Share Your Stories Bridezilla: Perjalanan untuk Mendapat Status Sah ini.

***

Oleh: Wenny Kumala Tendean

Persiapan pernikahan ibarat ujian bagi para calon pengantin. Ketika dapat menjawab setiap "soal" yang berdatangan, maka pasangan akan "lulus" dan naik ke pelaminan. Namun, ketika salah menjawabnya maka rencana hanya tinggal rencana dan hubungan yang terjalin hanya akan menjadi kenangan.

Saya menikah tahun 2014 dengan kondisi keluarga saya dan pasangan merupakan kategori kurang mampu. Untuk bersekolah saja saya sampai dititipkan ke tante yang tinggal di Jakarta dari usia 5 tahun, yang mana sesungguhnya di usia tersebut saya masih memerlukan sosok orangtua kandung.

Sementara suami dari keluarga yang bisa dikatakan broken home dengan biaya sekolah hingga kuliah dibantu kakak-kakaknya. Menilik kondisi keuangan keluarga, kami memutuskan saat akan menuju jenjang pernikahan biaya ditanggung berdua, murni dari tabungan kami berdua ketika bekerja.

Awalnya saya memiliki pemikiran hanya sebatas sampai pemberkatan dan catatan sipil, tidak perlu resepsi, karena pada masa itu ada istilah "nikah tamasya", yaitu pengantin mengganti resepsi dengan tamasya atau honeymoon berdua saja, ditambah acara makan keluarga besar. Tapi sayangnya pasangan tidak setuju karena di keluarga besarnya sesulit apa pun kondisi keuangan selalu diadakan resepsi pernikahan.

Singkat cerita kami akhirnya tetap mengadakan resepsi dengan total budget keseluruhan untuk acara pemberkatan dan resepsi Rp100 juta. Karena saat itu saya sedang aktif di wedding organizer akhirnya lebih banyak saya yang turun langsung untuk survei dan negosiasi dengan vendor-vendor, bahkan pasangan terkesan cuek dan menganggap remeh.

Ketika H-3 bulan, perasaan lelah, putus asa, dan kesal karena ketidakpekaan pasangan bercampur jadi satu sampai titik saat saya "meledak" dan kami bertengkar hebat. Saat itu kami berdua sempat berpikir untuk mengakhiri hubungan dan membiarkan uang DP yang sudah keluar hangus begitu saja.

Namun kami saling memberi waktu untuk saling mendinginkan pikiran, mengingat bahwa tidak baik mengambil keputusan di saat emosi menguasai. Sekitar dua hari berlalu, kami membicarakan kembali keluh kesah satu sama lain, dan mencoba saling memahami.

2 dari 2 halaman

Hal-Hal Penting dalam Persiapan Pernikahan

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/id/g/Makistock

Akhirnya persiapan dilanjutkan kembali berdua, saya pun berusaha terbuka dan jujur saat lelah, kesal, ataupun ingin pasangan turut serta. Komunikasi kami membaik dan sisa waktu selama tiga bulan dapat kami manfaatkan dengan maksimal.

Itulah sepenggal pengalaman kami dan berikut beberapa tips yang harus dipersiapkan ketika memutuskan untuk menikah, yaitu: 

1. Menentukan budget di awal dan pembagian biaya.

2. Buat konsep acara dengan matang dan sampaikan dengan tegas di depan keluarga.

3. Membagi tugas untuk pencarian vendor dan negosiasi.

4. KOMUNIKASI, tidak memendam rasa lelah dan kesal sendirian

5. Bertanya dengan jelas kepada kedua keluarga mengenai adat/acara khusus antar keluarga.

6. Hilangkan perasaan ingin memenuhi semua permintaan orang tua/ keluarga, karena yang ada akan stres sendiri!

Dari pengalaman persiapan pernikahan yang sudah saya jalani, nyatanya bukan hanya mengenai acara pemberkatan atau resepsi pernikahan saja. Tapi juga kekuatan psikis dan fisik kedua calon.

Ini alasannya kenapa harus siap psikis dan fisik:

1. Menyatukan ide dan pendapat dua keluarga akan memainkan psikis kedua calon karena masing-masing pasti ingin mengabulkan keinginan keluarga sendiri. Tapi apakah setiap keinginan keluarga harus dapat dipenuhi? Dan bagaimana bila tidak terpenuhi? Pastinya secara psikologis merasa "gagal", "tidak enak hati", dll.

2. Mencari vendor, melakukan survei, hingga meeting dengan vendor-vendor terpilih, semuanya membutuhkan tenaga dan tentunya calon pengantin harus menjaga fisik mereka hingga hari H tiba di tengah padatnya mengurus vendor pernikahan dan juga pekerjaan yang utama. Jika psikis tertekan karena hal nomor satu maka akan mempengaruhi fisik juga.

Dua hal ini akan saling mempengaruhi dalam merespon pasangan, ketika psikis tertekan dan fisik lelah terkadang kita merasa sangat sensitif dengan perkataan maupun pernyataan yang dikeluarkan oleh pasangan yang dapat berujung pertengkaran. Dan nyatanya persiapan pernikahan itu bukan hanya sekadar menyiapkan acara untuk pemberkatan ataupun resepsi, namun persiapan mental untuk menjalani kehidupan berkeluarga dan menyatukan dua keluarga berbeda.

Untuk kalian yang sedang mempersiapkan pernikahan perbanyaklah komunikasi, dan juga saling mengenal kedua keluarga hingga akar-akarnya supaya tidak ada kecewa dan sesal ke depannya.

#ElevateWomen