Meski Persiapannya Singkat, Aku Bisa Menggelar Pernikahan Impian di Depan Makam Ibu

Endah Wijayanti diperbarui 12 Jul 2021, 08:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Persiapan pernikahan seringkali dipenuhi drama. Ada bahagia, tapi tak jarang juga ada air mata. Perjalanan menuju hari H pun kerap diwarnai perasaan campur aduk. Setiap persiapan menuju pernikahan pun selalu punya warna-warninya sendiri, seperti kisah Sahabat Fimela dalam Lomba Share Your Stories Bridezilla: Perjalanan untuk Mendapat Status Sah ini.

***

Oleh: Fuatuttaqwiyah 

Menikah adalah dambaan semua orang. Termasuk aku. Namun, ada satu masa aku sudah cukup dengan diriku. Aku bahagia dengan hidup yang kujalani saat itu. Karier bagus, penghasilan lumayan, dan kehidupan sosial yang menyenangkan. Mempunyai pertemanan yang mendukung semua kegiatanku, membuatku lupa akan pernikahan.

Aku merasa cukup dengan berbagi kebaikan dan menebar kebaikan. Aku sampai pada kesimpulan tanpa menikah pun aku sudah bahagia. Pernikahan kuanggap bukan prioritas hidupku lagi. Aku cukup berbagi kebaikan dan menebar kebaikan di lingkungan sekitarku.

Pertemuan Pertama

Awal tahun 2018 begitu banyak orang peduli dengan kehidupanku. Mereka kasak-kusuk untuk mencarikanku pasangan hidup. Aku pada dasarnya terbuka pada siapa saja. Aku bukan orang yang menutup diri dalam pergaulan. Harapan semua orang agar aku segera menikah pun tidak semudah bayangan orang. Beberapa orang mundur teratur. Aku pun memilih sibuk dengan kegiatanku.

Lebaran hari kelima 2018, menjadi hari baru bagiku. Untuk pertama kalinya aku mengikat janji dengan seseorang. Ada yang percaya pada cinta pada pandangan pertama? Begitulah yang kurasakan. Entah mengapa hatiku langsung klik dengannya. Hari itu juga  aku menerimanya menjadi pasangan hidupku. Calon suamiku pun sama. Kami sama-sama jatuh cinta pada pandangan pertama.

Lamaran Hari Berikutnya

Seharian diskusi, esok harinya langsung lamaran. Dia (calon suami) langsung datang ke rumah bapak di Magelang. Bapak tentu saja kaget dengan lamaran mendadak itu. Pasalnya beberapa hari sebelumnya aku menolak dikenalkan dengan saudara dari suami adik iparku. Hal itulah yang memicu kemarahan ibu sambungku.

Apakah lamaran berjalan mulus? Enggak. Bapak menyerahkan keputusan kepadaku. Namun, ibu tidak. Beliau masih tidak setuju dengan pilihanku. Terlebih latar belakang keluarga dan penghasilan calon suami yang jauh dibandingkan dengan calon pilihan ibu.

Berjalan dengan Restu Bapak

Bekal restu bapak menjadi kekuatanku melangkah, apalagi tanggal pernikahan pun sudah ditentukan. Jarak dua bulan aku dan calon suamiku menyiapkan pernak-pernik pernikahan. Aku beruntung didukung oleh salah satu adikku. Bahkan kakak yang selama ini menjadi panutanku termakan omongan ibu. Kakak masih sangsi dengan keseriusanku dan calon suami.

2 dari 3 halaman

Melibatkan 3 Kabupaten dan 1 Kotamadya

ilustrasi./created by freepic.diller - www.freepik.com

Pernahkah merasa di titik jenuh dan bingung? Itu kurasakan di awal-awal mengurus surat pernikahan yang melibatkan 4 daerah. Kota tempatku tinggal (termasuk KTP), kabupaten asal calon suami, kabupaten tempat tinggal bapak, dan tempatku menikah.

Pengurusan surat di 4 daerah itu menyita waktu dan pikiranku, apalagi ada beberapa syarat yang tidak lazim. Surat dari calon suamiku sudah beres. Surat dari kota tempat tinggalku pun sudah beres. Namun, surat dari kabupaten tempat tinggal bapak dan tempatku tinggal menghadapi kendala.

Hal itu semakin diperparah dengan keinginan ibu yang ingin kami menikah di tempat tinggal bapak. Aku cukup tahu diri untuk tidak merepoti bapak dengan pernak-pernik pernikahan. Ternyata, ada satu surat yang menjadi kendala. Surat keterangan wali dari bapak. Aku cukup stres dengan persoalan itu. Aku bingung siapa yang akan kumintai tolong?

Kakak akhirnya turun tangan setelah melihatku menangis dan bingung. Adik yang di Magelang akhirnya mau membantu, begitu juga adik yang di Bantul. Aku baru tahu ribetnya pernikahan yang melibatkan banyak pihak. Aku jadi belajar banyak, bahwa menuju hubungan resmi itu enggak mudah.

Ada Kemudahan Tak Terduga

Saat pusing menyiapkan pernikahan, Allah memberiku kejutan. Tiba-tiba di grup alumni sekolah, ada hadiah suvenir bagi yang menikah di tahun 2018. Aku pun langsung mendaftar. Enggak menyangka aku dapat suvenir tersebut. Jumlahnya pun banyak banget 1000 pcs. Benar-benar rezeki yang tak terduga.

Undangan

Demi menghemat pengeluaran, aku dan calon suami memilih menyebar undangan secara daring di grup WA saja. Untuk para sesepuh dan saudara, kudatangi langsung dan dibantu oleh adikku. Beruntung di keluarga besarku ada acara kumpul bulanan, sehingga pas acara tersebut langsung diumumkan kepada semua yang hadir. Praktis aku tidak membuat undangan dalam bentuk cetak.

Mahar

Ketika ditanya mahar, kubilang ke calon suami meminta laptop. Tujuanku untuk mengganti laptop lamaku. Selain itu, bisa menunjang pekerjaanku. Calon suami pun mengiyakan. Demi menyenangkanku, saat membeli kami pun berangkat berdua. Ada kejadian lucu saat mau membayar pakai kartu debet, sistem di toko laptop eror. Terpaksa kami harus turun ke bawah mencari ATM terdekat. Beruntung ATM bisa mengeluarkan uang cash. Akhirnya laptop pun bisa dibayar dengan tunai. Kalau ingat itu, aku tersenyum sendiri.

Membatalkan Katering

Awalnya aku memesan makanan di katering. Namun, atas saran saudara, kubatalkan. Lagi-lagi pertimbangan soal bujet. Terlebih biaya pernikahan murni dariku dan calon suami. Kami (aku dan calon suami) pun sepakat, pesta pernikahan tanpa utang. Sebisa mungkin menggunakan uang yang kami punya.

Suara sumbang kuterima ketika pembatalan katering kulakukan. Dengan bujet yang kupunya, kalau memaksakan diri enggak mungkin cukup. Aku juga tidak mau terbebani dengan utang di kemudian hari. Pesta sudah usai, tetapi masih stres dengan utang, apalagi aku tidak tinggal di desa. Sudah puluhan tahun aku merantau.

3 dari 3 halaman

Gotong Royong

Ilustrasi. (dok. Unsplash.com/Artsy Vibes)

Tradisi pesta pernikahan di desaku adalah gotong royong. Alhamdulillah tradisi ini masih melekat di desaku. Berkat tradisi ini aku bisa menghemat banyak pengeluaran. Semua tetangga saling bantu menyukseskan pernikahanku. Termasuk juga saudara. Mereka membantu secara fisik dan materi. Hal itu mengingatkanku pada Allahu yarham ibunda, kakek, dan nenek. Kebaikan yang mereka tanamlah yang membuat keringanan semua orang membantu pernikahanku.

Mulai dari pra pesta, hari H, hingga selesai acara. Semua penduduk desa saling membantu baik tua, muda, maupun anak-anak. Selesai acara pun semua properti acara kembali seperti semula. Aku sebagai tuan rumah pun langsung bisa selonjoran tanpa harus memikirkan memindahkan peralatan pesta.

Menikah di Depan Makam Ibu, Kakek, dan Nenek

Tahu kenapa aku ngotot menikah di Bantul? Karena di sana ada makam ibu, nenek, dan kakek. Makam mereka persis di depan rumahku. Jadi, meskipun sudah berbeda alam, aku berharap mereka menyaksikan pernikahanku.

Semua Bahagia

Hari pernikahan tiba. Semua kendala terlewat sudah. Akad pernikahan dalam bahasa Arab berjalan lancar. Semua orang hadir dan memberi berkah pada pernikahan kami. Bapak hadir tepat waktu bareng dengan ibu dan adik-adik.

Banyak teman yang menyempatkan hadir di pernikahanku, bahkan mereka rela naik pesawat demi menghadiri akad nikah di pagi hari itu. Akad nikahku memang paling pagi dan menjadi pertama di hari itu. Maklum hari itu menjadi primadona sebagian orang yang mau menikah. Mungkin karena hari baik.

Fotografer Free

Aku beruntung sahabatku mau jadi fotografer di acara pernikahanku. Bahkan ia rela datang jauh dari Kota Tangerang demi bisa mengabadikan momen spesial itu. Begitu juga Pak RT yang memilih menjadi fotografer utama. Semua free. Aku sangat bersyukur banget. Momen indahku terdokumentasikan dengan baik. Foto dari kedua fotografer itu kini tersimpan di laptop mahar pernikahan.

Hari Bahagia dan Duka

Kupilih bulan sembilan sebagai bulan pernikahan. Bulan yang sama saat ibu wafat 2006 lalu. Aku akan selalu ingat bulan Sembilan sebagai bulan bahagia dan bulan duka. Namun, satu hal yang kuingat, aku tidak melanggar amanah ibu. Aku pun bahagia bisa menikah di depan makam ibu.

Terlepas ada beberapa teman yang memilih tidak hadir di pernikahanku karena alasan tertentu, aku bersyukur masih banyak yang hadir di acara pernikahanku. Doa dari keluarga besar, saudara, orang tua, teman, sahabat di dunia maya, nyatanya menguatkan jalinan cinta kami yang akan memasuki anniversary ketiga. Kebahagiaan itu pun akan bertambah dengan kehadiran buah hati kami sebentar lagi.

#ElevateWomen