Fimela.com, Jakarta Persiapan pernikahan seringkali dipenuhi drama. Ada bahagia, tapi tak jarang juga ada air mata. Perjalanan menuju hari H pun kerap diwarnai perasaan campur aduk. Setiap persiapan menuju pernikahan pun selalu punya warna-warninya sendiri, seperti kisah Sahabat Fimela dalam Lomba Share Your Stories Bridezilla: Perjalanan untuk Mendapat Status Sah ini.
***
Oleh: Sisca Tristanti
Sebagai seseorang yang bekerja di dunia seni pertunjukan dan memiliki sebuah sanggar seni sendiri, bukanlah hal yang baru bagi saya saat saya harus terlibat dalam kesibukan untuk memeriahkan pernikahan sepasang sejoli. Tapi umumnya, saya hanya terlibat satu atau dua hari saja, saat gladi resik dan hari H acaranya. Dan mereka hanya membutuhkan saya dan tim saya sebagai pengisi acara hiburan, berupa tari-tarian tradisional.
Keahlian saya benar-benar terasah saat salah seorang klien yang tak lain adalah sahabat saya sendiri meminta saya menjadi wedding organizer di acara pernikahannya. Artinya yang biasanya saya hanya mengurusi acara hiburan saja, kali ini saya harus mengurusi setiap detail kebutuhan pernikahan klien saya ini.
Ternyata tak semudah yang saya bayangkan. Awalnya saya harus memastikan kedua keluarga sudah sepakat akan menggunakan adat dari daerah mana, karena kebetulan sekali kedua pihak berasal dari latar belakang yang bertolak belakang.
Pihak perempuan keturunan Tionghoa dan pihak laki-laki berasal dari suku Sunda. Awalnya memang tak mudah, tapi saya sangat bersyukur, kedua belah pihak tidak saling memaksakan rangkaian adat apa yang akan dipakai dan memilih jalan tengah yang saya sarankan.
Untuk upacara akad nikah, mereka memutuskan menggunakan adat Sunda. Sementara upacara adat saat resepsi mereka menggunakan tata cara adat Jambi, daerah tempat kami tinggal dan dibesarkan. Lalu acara pemotongan kue mereka putuskan menggunakan pakaian tradisional Cina. Sungguh benar-benar toleransi dua keluarga yang menurut saya sangat mahal harganya dan saya bangga menjadi bagian dari mereka.
Perundingan keluarga sangat mudah saya lalui, semua berkat kebesaran hati kedua keluarga calon mempelai baik hati itu. Yang selanjutnya saya urus adalah mencari gedung, dekorasi yang sesuai keinginan calon mempelai, katering yang sesuai selera keluarga, pakaian pengantin yang cocok, jenis hiburan musik yang dipakai, para penari dan jenis tarian yang akan ditampilkan, kostum untuk seragam bridesmaids, pembaca acara, tim kompangan yang akan mengiringi pengantin laki-laki dan hal-hal kecil lainnya.
What's On Fimela
powered by
Kesibukan Menjadi Wedding Organizer
H-10 acara, saya yang merasa sudah sangat detail tentang semua hal, saat itu sangat yakin sekali bahwa semuanya akan baik-baik saja. Hingga kemudian kami, saya dan sahabat saya sang calon pengantin perempuan menyadari ada beberapa hal yang terlupakan.
Saya terlupa untuk memesan penyedia jasa pemasangan henna, nail art, dan perawatan pengantin sebelum pernikahan, dengan perasaan campur aduk saya berusaha menghubungi rekan-rekan yang saya kenal sebagai penyedia jasa itu, tapi ternyata mereka semua sudah memiliki jadwal ditanggal tersebut. The power of kepepet pun dilakukan.
Saya secara otodidak belajar dari media online tentang cara memasang henna, nail art dan perawatan pengantin, saya cobakan beberapa kali kepada penari-penari saya dan akhirnya saya berhasil pada percobaan kesepuluh. Maka, masalah henna, nail art dan perawatan pengantin pun ditemukan solusinya.
Hal lain yang akhirnya menjadi masalah baru adalah baju batik yang sahabat saya pesan untuk anggota keluarga ternyata tak kunjung sampai dan sahabat saya mulai panik, karena tidak mungkin memesan kembali di tempat yang lain dalam waktu sesingkat itu dan jumlah yang sebanyak itu.
Saya pun mulai mencari referensi tentang pernikahan Melayu dan kemudian mendapatkan ide, saya akan memakaikan pakaian Melayu yang kami sebut teluk belango kepada seluruh anggota keluarga yang harusnya mendapatkan baju batik sebagai seragam dan sahabat saya sangat menyetujuinya. Dan ternyata pada hari H resepsi hal itu justru menjadi sesuatu yang sangat menarik dan unik di kalangan para tamu undangan.
Saya pikir semua masalah sudah selesai, tapi ternyata tidak. Saat saya menghubungi pihak tuo tengganai yang akan menjadi bagian dari acara kata sambut di halaman, pihak mereka baru menyadari bahwa pengantin saya akan menggunakan adat Jambi. Sementara tuo tengganai yang saya hubungi adalah orang-orang yang biasa terlibat dalam upacara adat minang dan tentu saja mereka tidak menyanggupi jika harus memaksakan diri membawakan adat Jambi.
Di tengah kepanikan dan kekhawatiran tidak khidmatnya acara adat nanti karena saya tidak berhasil mencari pengganti para tuo tengganai. Tiba-tiba entah dari mana datangnya, seseorang mengirimkan broadcast ke akun WhatsApp saya tentang promosi acara adat Jambi yang benar-benar saya butuhkan saat itu. Tanpa pikir panjang saya menghubungi mereka dan mereka langsung menyanggupinya.
Berkat kemudahan dari Tuhan, masalah tentang acara pernikahan itu pun satu per satu terselesaikan dengan baik. Hingga hari H acara resepsi, semua kegiatan berjalan lancar sesuai rencana, terlihat mewah dan sangat kekeluargaan, tanpa kurang sesuatu apa pun.
Dari sini saya belajar, berjalan lancarnya acara pernikahan bukan hanya tergantung kepada wedding organizer-nya saja, tapi juga kekompakan dan rasa toleransi antar anggota keluarga kedua calon mempelai, kedisiplinan seluruh pengisi acara serta restu Tuhan tentunya.
#ElevateWomen