Fimela.com, Jakarta Persiapan pernikahan seringkali dipenuhi drama. Ada bahagia, tapi tak jarang juga ada air mata. Perjalanan menuju hari H pun kerap diwarnai perasaan campur aduk. Setiap persiapan menuju pernikahan pun selalu punya warna-warninya sendiri, seperti kisah Sahabat Fimela dalam Lomba Share Your Stories Bridezilla: Perjalanan untuk Mendapat Status Sah ini.
***
Oleh: Ika Wulandari
Bagi setiap perempuan, menikah adalah sebuah impian yang besar. Terlebih lagi jika menikah dengan lelaki pilihan yang tepat. Menikah juga bukan soal satu atau dua hari. Melainkan hari ini, esok, dan seterusnya.
Bicara soal pernikahan, saya ingin membagikan suka duka dalam mempersiapkan pernikahan impian bersama pasangan. Yang pastinya tidak mudah untuk dilewati. Percaya atau tidak, kebanyakan orang akan bilang semakin mendekati hari H semakin kuatnya guncangan batal nikah.
Seperti contohnya, sudah yakin melamar dan menerima lamaran, tiba-tiba ada pikiran apakah dia orang yang tepat untuk kita, kedua belah pihak keluarga ada yang tidak setuju, ataukah hadirnya kembali sang mantan? Dan inilah ceritaku.
Pernikahanku dengan pasangan tinggal menghitung bulan, tepatnya 6 bulan lagi. Rasanya campur aduk ketika saya akan menikah. Senang, sedih, haru bercampur menjadi satu. Saya yang dulu tidur sendirian di kamar, tiba-tiba akan ada pasangan di samping saya di saat tidur.
Saya yang biasanya menyiapkan makanan sendiri, akan sangat sibuk pada pagi hari untuk menyiapkan sarapan untuk keluarga. Oh jadi begini, rasanya sebentar lagi akan menjadi pengantin, pikirku.
Menikah dengan Seorang Duda
Semua serba-serbi mengenai pernikahan sudah kusiapkan jauh-jauh hari bersama pasangan. Mulai dari undangan, foto prewedding, venue, dekor, katering, souvenir sampai cincin pernikahan. Ternyata ribet sekali dan sangat menguras waktu dan tenaga. Tapi, di balik itu semua ada rasa senang akhirnya akan hidup bersama dia.
Dan saya lupa mengenalkan pasanganku. Pasanganku tidak seperti yang orang-orang pikirkan. Pasanganku adalah duda beranak satu yang istrinya meninggal sewaktu melahirkan anak mereka.
Pertemuan kami pun tidak disengaja saat saya yang waktu itu adalah guru TK anaknya yang sebentar lagi akan menjadi anak sambungku, bertemu dengan pasanganku di TK anaknya bersekolah. Mulai dari obrolan ringan sampai dia memutuskan untuk serius, di situlah kami akan menikah. Namun, jalan cinta kami tak semulus jalan tol kebanyakan. Karena kedua orangtuaku, khususnya ibuku sangat menentang keras di awal hubungan kami. Sampai pada akhirnya, ibuku akhirnya memberikan restu kepada kami berdua.
Masalah Restu, Weton, Hingga Soal Adat
Saya pikir semua rintangan itu telah selesai. Namun, nyatanya masih berlanjut. Saya yang notabene memiliki darah Jawa walaupun saya lahir di Pulau Sumatera dan pasangan saya orang Sumatera asli harus dilihat dulu weton pasangan, apakah cocok atau tidak.
Sumpah deg-degan rasanya kalau tahu hasilnya tidak cocok. Konon kabarnya, jika weton pasangan tidak cocok maka pasangan tersebut harus memutuskan hubungannya. Dan jika hal itu terjadi, saya tidak mau berpisah dengannya. Alhamdulillah, ternyata weton kami berdua Ratu. Konon katanya, jika mendapatkan kategori Ratu termasuk beruntung. Pasalnya hubungan akan harmonis dan bahagia hingga membuat orang di sekitar merasa iri. Rencana pernikahan pun berlanjut.
Ok, soal weton sudah selesai. Sekarang soal urusan adat. Lagi-lagi, di sini ada selisih paham di mana keluarga saya dan keluarga pasangan bersikukuh mau menggunakan adat apa saat pernikahan. Dari situ, ketegangan pun muncul dan timbul selisih paham yang menyebabkan keluargaku dan keluarganya tidak saling berkomunikasi untuk waktu yang lama.
Hingga pada akhirnya, kami berdua memutuskan untuk menggunakan adat Jawa saat siraman dan akad. Untuk resepsi sendiri menggunakan adat Sumatera. Sungguh, persiapan pernikahan yang melelahkan. Kadang berpikir, lucu juga ya sudah susah-susah menyiapkan acara pernikahan dari A-Z tapi jika ijab kabulnya hanya memakan waktu singkat. Dan yang terakhir, masalah pemilihan cincin dan mahar.
Bagi saya mahar pernikahan itu adalah yang tidak memberatkan pihak laki-laki. Saya menginginkan mahar pernikahan yang sederhana. Namun, berbeda dengan keluarga saya.
Di sini keluarga saya bukanlah orang materialistis tapi mereka mempunyai cara pandang tersendiri terhadap mahar yang diberikan oleh pihak lelaki. Menurut mereka, pihak laki-laki hendaknya memberikan mahar yang sedikit lebih banyak. Karena untuk membuktikan bahwa pihak laki-laki memiliki niat serius kepada pasangannya. Akhirnya, disepakati untuk memilih cincin emas putih yang melambangkan kesucian dan keabadian. Dengan harapan, pernikahan kami berdua selalu suci dan abadi selama-lamanya sampai maut memisahkan.
Selain itu juga, pasanganku adalah orang yang taat beragama sehingga diputuskan memilih cincin emas putih agar bisa dipakai saat sholat. Namun lagi-lagi, tanganku terlalu kecil sehingga sampai 5 kali ganti cincin sampai ukurannya pas dengan jari manisku. Sungguh ironi.
Dan bersyukurnya, saya memiliki pasangan yang pengertian, yang tidak marah sama sekali disaat situasi menjelang pernikahan memanas. Dia sangat sabar menghadapi semua ini. Terkadang, saya sampai malu sendiri suka marah-marah tidak jelas akibat sudah kelelahan mengurus pernikahan kami berdua.
Pernikahan Impian yang Baik Berawal dari Kerja Sama dan Komunikasi yang Baik
Setelah enam bulan persiapan pesta pernikahan yang cukup melelahkan akhirnya pada bulan April 2020, kami berdua mengikat tali suci pernikahan. Semua rintangan telah kami hadapi berdua. Mulai dari restu sampai persiapan pernikahan yang rumit.
Kini, sudah satu tahun kami menikah dan sekarang bertambah satu lagi anggota keluarga kecil di keluarga kami. Rasanya tidak percaya dengan apa yang telah kami berdua hadapi, terlebih lagi saat menyiapkan pesta pernikahan.
Teruntuk semua perempuan yang sekarang sedang mempersiapkan pernikahannya, terus bersemangat walau kadang lelah menghinggapi. Perselisihan kecil yang terjadi menjelang pernikahan merupakan bumbu penyedap kelak berumah tangga nanti dan akan jadi kenangan tersendiri.
Jangan lupa selalu menjaga komunikasi dengan pasangan jika ada kesulitan agar pernikahan impian bisa terlaksana dengan baik. Dan yakinlah, sebuah pernikahan impian yang baik berawal dari kerja sama dan komunikasi antar kedua pasangan.
#ElevateWomen