Fimela.com, Jakarta Persiapan pernikahan seringkali dipenuhi drama. Ada bahagia, tapi tak jarang juga ada air mata. Perjalanan menuju hari H pun kerap diwarnai perasaan campur aduk. Setiap persiapan menuju pernikahan pun selalu punya warna-warninya sendiri, seperti kisah Sahabat Fimela dalam Lomba Share Your Stories Bridezilla: Perjalanan untuk Mendapat Status Sah ini.
***
Oleh: Yunestin Padra
"Nak, Papa dan Mamamu sudah tua. Bagimu belum menikah di usiamu saat ini mungkin bukan suatu masalah, tapi bagi orangtuamu berat, Nak. Apalagi kamu di rantau tinggal sendirian, dan kamu itu perempuan, Nak." Ya itulah kata-kata pamanku saat itu yang akhirnya menjadi pertimbanganku untuk segera memikirkan tentang pernikahan. Usiaku 26 tahun saat itu. Usia yang sudah sangat tua untuk belum menikah (menurut orang di kampungku).
Sebenarnya ada beberapa orang pria yang notabene anak dari teman papa dan mamaku yang berniat meminangku kala itu. Orang tuaku mengatakan akan menerima pinangan salah satu di antara mereka jika kekasihku (suamiku saat ini) belum juga melamarku.
Sebenarnya aku bukan tidak ingin menikah, tapi kesibukanku di tempat kerja membuatku belum memikirkannya. Apalagi saat itu aku masih tinggal di rumah kos tempat aku kuliah dulu yang rata-rata diisi oleh mahasiswa. Bergaul dengan mereka membuat aku benar-benar tidak ingat umur dan lupa untuk segera menikah.
Sejak awal menjalin hubungan dengan kekasihku (suamiku yang sekarang), kami memang berniat untuk serius dan mulai menabung untuk mempersiapkan masa depan. Kami mulai menyicil membeli peralatan-peralatan rumah tangga. Kami pun memimpikan sebuah pesta pernikahan yang istimewa yang akan kami kenang selamanya.
Momen Pernikahan yang Tak Terlupakan
Kami benar-benar merancangnya hanya berdua saja. Termasuk biaya pelaksanaannya, kami tidak mau menyusahkan siapa pun termasuk pihak keluarga. Walaupun akhirnya orangtua tetap memberikan bantuan dana sebagai kewajiban orangtua kata mereka. Kami menerimanya.
Akhirnya calon suamiku datang meminang, beliau nekat pergi sendiri ke kampungku di Sumatera. Di Sumatera beliau meminta bantuan pamannya untuk datang ke rumahku. Dari sana rencana dimulai dan kesepakatan diambil kami akan mengadakan perhelatan di Jakarta.
Kami berdua mulai menyusun segala sesuatunya. Mulai mencari EO dan persiapan lainnya. Kami mulai merancang undangan, mencari kostum penganten, mencari seragam untuk keluarga. yaa semua kami kerjakan berdua.
Kami sengaja menyewa penginapan di gedung tempat kami akan melaksanakan ijab qabul dan pesta, agar lebih nyaman dan tidak tergesa-gesa saat paginya. Maklum Jakarta. Macet. Kebetulan gedung tempat kami melaksanakan pesta berdekatan dengan stadion lebak bulus, dan saat itu sedang ada liga bola di sana, terbayang kan bagaimana macetnya?
Pesta kami juga bertepatan dengan final piala dunia 2006, jadi tambah indah untuk dikenang. Malam sebelum akad nikah aku sempat demam, mungkin karena kelelahan. Tapi semua terbayar saat pernikahan sakral kami dilaksanakan. Haru, bahagia serta ada rasa bangga tersendiri bagi kami berdua.
Alhamdulillah 9 Juli 2021 ini tepat 15 tahun usia pernikah kami. Alhamdulillah kami telah dikaruniai dua bidadari yang menghiasi warna-warni biduk rumah tangga kami. Kami sadar tidak ada manusia yang sempurna. Begitu pula pasangan kami. Kami berusaha untuk memahami dan menghargai kelebihan dan kekurangan diri pasangan kami. Semoga pernikahan ini bahagia dan penuh keberkahan selamanya. Aamiin.
#ElevateWomen