Fimela.com, Jakarta James Franco dan kedua rekannya Vince Jolivette dan Jay Davis akan membayar pernyelesaian gugatan pelecehan seksual yang dilayangkan oleh mantan muridnya, Sarah Tither-Kapan dan Toni Gal sebesar US$ 2,2 juta atau sekitar Rp 31,9 miliar (kurs Rp 14.567)
Melansir laman E!News, Kamis (1/7), Franco dan rekannya mencapai penyelesaian tentatif atas gugatan yang dilayangkan pada 2019 lalu. Dalam gugatan tersebut, Franco dan rekannya disebut menjalankan perusahaan produksi Rabbit Badini dan sekolah film Studio 4 untuk kepentingan pribadi dan finansial mereka. Tak sampai di situ, Sarah dan Toni juga memasukkan gugatan atas pelecehan seksual, eksploitasi dan pemaksaan.
Lebih lanjut dalam gugatannya disebutkan jika Franco dan dua terdakwa lainnya seagai pengajar melakukan perilaku tidak pantas dan bermuatan seksual terhadap siswa perempuan. Mereka juga disebut menggunakan kesempatan itu untuk menguntungkan proyek mereka.
Tak sampai di situ, tuduhan yang ditujukan kepada James Franco dan rekannya juga menyebut mereka secara rutin menekan perempuan muda di kelas untuk terlibat dalam simulasi seks yang jauh dari standar dalam industri.
Membantah
Atas dakwaan tersebut Franco dan kedua rekannya membantah seluruh tuduhan. Menurutnya, mereka telah memberi semua manfaat dan layanan yang dijanjikan kepada siswa sehubungan dengan kehadiran mereka di sekolah film.
"Terdakwa juga menyangkal semua klaim terkait pelecehan seksual, eksploitasi, dan atau pemaksaan," katanya dalam dokumen pengadilan.
Jalan Damai
Atas kasus tersebut, kadua pihak akhirnya memutuskan untuk berdamai. "Sementara penggugat sangat percaya pada kekuatan kasus mereka, mereka juga memperhatikan risiko signifikan dalam melanjutkan ke persidangan atas masalah dalam litigasi ini. Secara seimbang, faktor-faktor ini sangat mendukung penyelesaian," bunyi dari dokumen keputusan pengadilan.
Kemudian disebutkan pula jika keputusan damai itu diambil karena saat ini disebut sebagai waktu kritis untuk fokus menangani penganiayaan perempuan di Hollywood.
"Semua sepakat tentang perlunya memastikan bahwa tidak seorang pun di industri hiburan—terlepas dari jenis kelamin, ras, agama, disabilitas, etnis, latar belakang, jenis kelamin, atau orientasi seksual—menghadapi diskriminasi, pelecehan, atau prasangka dalam bentuk apa pun."