Fimela.com, Jakarta Persiapan pernikahan seringkali dipenuhi drama. Ada bahagia, tapi tak jarang juga ada air mata. Perjalanan menuju hari H pun kerap diwarnai perasaan campur aduk. Setiap persiapan menuju pernikahan pun selalu punya warna-warninya sendiri, seperti kisah Sahabat Fimela dalam Lomba Share Your Stories Bridezilla: Perjalanan untuk Mendapat Status Sah ini.
***
Oleh: AHF
Sebuah janji sakral yang diikat oleh kedua makhluk Tuhan yang saling mencinta adalah pernikahan. Dalam pernikahan ada janji yang sangat luhur, siapa pun seharusnya jangan menjadi pengkhianat, karena janji pernikahan itu di ikrarkan langsung kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tapi, tak semua akad dapat terwujud dengan mudah, sebagian dari wanita di dunia, ada yang harus menukar cinta tulusnya dengan menelan rasa pahit yang mendalam, besar dilubuk hati yang terdalam, pernikahan sakral akan selalu menjadi impian setiap wanita.
Ketika tangis petaka yang selalu tersisa di pelupuk mata menjadi kenyataan pahit bagimu, saat impian itu harus pupus, tak mengapa. Ingatlah satu hal bahwa setiap wanita di dunia berhak bahagia, bahkan bagi mereka yang pernah hancur secara bertubi-tubi dan dikhianati cinta, mereka harus bangkit dan mengejar mimpinya untuk bahagia. Ini kisahku saat menangani persiapan dispensasi nikah gadis belia.
What's On Fimela
powered by
Mendampingi Gadis Remaja
Hujan deras di bulan Desember, di penghujung tahun 2020 sore itu aku masih di kantor Law Firm di kota Garut, sembari menunggu hujan mereda, aku membereskan berkas dan mematikan laptop. Di antara petir dan hujan yang sangat deras, dari luar jendela, aku melihat seorang gadis belia menangis diantar seorang wanita paruh baya dengan payung hitam dan mengetuk pintu kantor.
Rupanya mereka adalah anak dan ibu, dan merupakan tetanggaku. Setengah basah, gadis itu sedikit menggigil dan matanya sembab. Aku langsung mempersilakan mereka masuk dan menanyakan maksud kedatangan mereka.
Seorang ibu dengan ekspresi paras yang cemas meyodorkan secarik surat keterangan dari Bidan Desa sembari bertanya, apa yang harus dilakukannya. Anak semata wayangnya positif hamil. Aku terkejut, seketika hentakan degup jantungku terasa amat berat. Bagaimana tidak, gadis itu setauku masih duduk dibangku Sekolah Menengah Akhir (SMA) kelas XII. Gadis jelita yang dikenal cerdas itu memiliki ayah yang telah wafat, ayahnya seorang ustaz di desa kami yang dahulu mengajarku dan temanku mengaji di surau. Aku merasa amat sedih hal ini menimpa gadis sebelia itu.
Perlahan, aku membujuknya agar mau terbuka atas apa yang menimpanya, dengan tangis yang membuncah, sang gadis jelita itu mulai terbuka dan mau merunut setiap kejadian yang menimpanya. Ia perlahan sembari terisak-isak bercerita, bahwa di awal tahun saat ibunya menikah lagi dengan seorang sopir Truk Barang dan mengontrak rumah mungil, ia terpaksa ikut serumah dengan sang ibu serta ayah tirinya meskipun harus tidur di ruang tamu yang disekat oleh lemari tinggi yang ia jadikan kamar.
Saat ibu ke pasar, ia pernah sekali mendapat perlakukan percobaan pemerkosaan dari ayah tirinya, tapi kala itu gagal karena ibunya pulang lebih cepat. Hal itu membuat ia tidak konsentrasi belajar dan tidak betah di rumah dan memilih main dan menginap dari rumah teman ke teman lainnya.
Sang ibu hanya menangis saat mengetahui bahwa suami barunya pernah berulah pada sang anak. Sang ibu merasa amat bersalah karena kurang memperhatikan anakknya, ia meminta maaf kepada sang anak karena sudah memarahinya di bidan.
Memperjuangkan Hak
Awal mula malapetaka terjadi kala sang gadis belia itu tidak betah di rumah kontrakan sang ibu dan memilih menginap di rumah temannya yang saat itu menjadi basecamp. Ia mengaku, ia memiliki pacar satu sekolah yang care padanya, tapi saat mereka berkumpul ia dipaksa pacarnya minum anggur putih, meski telah menolak, ia tetap dicekoki. Dan saat semua temannya mabuk, ia masih setengah sadar, tapi ia mengaku, pacarnya terus memaksanya untuk berhubungan badan sebagai bukti cinta. Karena didesak dan kalah secara fisik, hal itu terjadi. Dan hal yang paling memilukan adalah saat kejadian itu berulang di rumah pacar sang gadis atas dasar dibawah ancaman rekaman video hubungan badan waktu itu yang sengaja direkam sang pacar.
Setelah mendengar secara runut, aku menyarankan sang ibu agar bermusyawarah dengan pihak pacar anaknya agar mereka dapat mengajukan dispensasi nikah ke pengadilan agama setempat karena mereka masih 17 tahun, di Indonesia untuk menikah secara legal adalah usia 19 tahun baik bagi wanita dan laki-laki.
Aku menyarankan agar sang ibu segera menyiapkan belasan berkas persyaratan dispensasi nikah bagi keduanya yang meliputi akta lahir calon mempelai, Kartu Keluarga (KK)-Kartu Tanda Penduduk (KTP)- dan buku nikah kedua orangtua, ijazah terakhir anak, surat keterangan penolakan dari Kantor Urusan Agama (KUA) dan lain-lain.
Aku genggam jemari dingin sang gadis belia itu sembari menguatkannya agar jangan memiliki pikiran buruk terhadap kelangsungan hidup dirinya dan bayi di kandungannya, agar dia tetap mempertahankan bayinya apa pun yang terjadi. Aku harus selalu menguatkannya karena banyak di luar sana gadis belia yang menjadi korban pelecehan seksual menjadi terdakwa ketika gelap mata membunuh bayi mereka dengan sengaja karena kalut dan tidak teredukasi serta mental yang dibunuh oleh mulut nyinyir masyarakat awam.
Setelah seminggu berselang, sang ibu mengeluh padaku, pihak pria hanya memojokan anaknya, anaknya dicap wanita yang tidak bisa menjaga kehormatan dan sindiran pahit lainnya yang bertubi. Sempat tak mendapat berkas dari pihak pria, aku mencoba membantu sang ibu mendatangi rumah orangtua pihak pria.
Secara kooperatif aku sedikit mendesak pihak pria bahwa bila mereka menghambat proses ini, akan menjadi bumerang karena anaknya yang mencekoki miras, memaksa persetubuhan serta merekam adegan dewasa. Aku paparkan bahwa anaknya dapat terkena pasal berlapis atas tiga macam tindak pidana. Tapi orangtua pihak pria berdalih itu atas dasar suka sama suka. Aku pun tersulut amarah sembari menjelaskan bahwa hubungan badan tanpa dasar consent atau persetujuan salah satu pihak, apalagi pihak kami dicekoki miras dan direkam, itu adalah bentuk pemerkosaan keji. Seketika pihak pria semuanya terdiam.
Dan akhirnya berkas lengkap, aku segera mendaftarkan permohonan dispensasi nikah. Aku berharap setelah ini berakhir, dapat menjadi titik balik bagi kedua pihak agar lebih bertanggungjawab dalam membina rumah tangga dalam bingkai pernikahan sakral. Tapi itu tak semulus apa yang direncakan.
Setelah mendapat jadwal sidang dispensasi nikah, pihak pria ingkar janji, bahkan setelah hakim menunda siding dan menjadwalkan siding ketigam mereka menghilang seolah ditelan bumi, akhirnya permohonan dispensasi nikah tidak dapat diterima dan disana aku terenyuh pilu kala sang gadis belia menangis sejadi-jadinya. Ia memikul beban sendirian harus putus sekolah dengan kondisi perut yang semakin membesar.
Mengusahakan Akhir yang Indah
Setelah mencari tahu keberadaan pihak pria, akhirnya kedua pihak islah/berdamai dan berjanji tidak akan saling menuntut di pengadilan. Sang gadis belia itu akhirnya menikah secara siri dengan alasan ortu pihak pria ingin anaknya lanjut studi masuk ke perguruan tinggi. Sangat disayangkan memang, pernikahan siri tidak memiliki payung hukum untuk melindungi pihak perempuan dan anaknya, baik untuk urusan nafkah, nasab/garis keturunan ataupun hal waris dan bila terjadi perceraian. Pihak wanita akan selalu dirugikan sulih mendapatkan hak itu semua. Tanpa mas kawin yang layak, tanpa pesta pora dan tanpa foto pernikahan yang wah, gadis belia itu parasnya cukup bahagia karena akhirnya dia menikah dan tidak dicibir tetangga lagi.
Juni 2021 sebagian besar siswa SMA bersorak gembira atas kelulusannya dan bahkan ada yang telah diterima di Perguruan Tinggi dengan jalur prestasi. Tapi kabar tidak mengenakan aku terima, kala sang ibu gadis belia mengadu bahwa anaknya yang tinggal serumah dengan mertua mendapat kekerasan fisik dan psikis dari suami dan mertuanya.
Terakhir aku melihat gadis belia itu memiliki banyak memar di pipi, pelipis mata, dan beberapa sundutan rokok di kaki dan tangan. Aku mengajak sang gadis datang ke kantor, bertanya secara pribadi, kenapa hal itu dapat terjadi, gadis belia sambil menggendong bayi yang masih merah hanya bias menangis dan berkata. Dia mencoba membangunkan suaminya dengan pelan, meminta uang popok dan susu untuk anaknya. Sang suami yang merasa terganggu kesal dan melempar asbak kearah wajahnya. Tak hanya itu, ia menjejalkan uang ke mulut sang istri sambil mengumpat dan menyundutkan rokok. Sang ibu mertua malah ikut memaki dan tidak melerai anaknya.
Aku pun bergegas membawa sang gadis itu untuk visum ke RSUD dr. Slamet agar dapat dijadikan bukti dipengadilan. Sang gadis sudah jera dan memutuskan untuk berpisah saja dan mencoba memulai hidup baru.
Saat kami ke RSUD, ada salah satu dokter jaga pria di sana dan banyak berbincang denganku tentang kondisi sang gadis yang memilikukan, ia menawarkan diri menjadi donatur sang gadis belia dan berjanji akan mendaftarkannya ke pendidikan paket C agar sang gadis belia itu bias mendapat ijazah SMA nya dan bisa melanjutkan hidupnya dengan layak dan berjanji akan membiayai gadis itu hingga ke Perguruan Tinggi.
Waktu aku bertanya, kenapa ia mau menolong klienku, ia hanya menjawab, bahwa ibunya mantan korban KDRT ayahnya yang pemabuk. Akhirnya ibunya bercerai dan harus berjualan di pasar untuk membiayai sekolahnya dan sang dokter beruntung dapat lolos beasiswa kedokteran. Kondisi gadis belia itu mengingatkan sang dokter bahwa wanita sehancur apa pun harus tetap bangkit seperti ibunya.
Pesan terakhir yang aku ingat, sang dokter berpesan pada sang gadis, “Lanjutkan pendidikanmu, belajarlah dengan giat, jadilah ibu hebat untuk bayimu, kamu gadis belia yang cantik, jadilah wanita terhormat yang cantik dan berpendidikan, karena wanita cantik dan pintar adalah senjata paling kuat didunia ini, temukanlah pria yang hebat, bila belum bisa menemukan pria hebat dan baik hati, kelak kamu akan ditemukan oleh pria hebat karena kamu orang baik."
Tuhan Maha Baik, dan aku pikir ini adalah takdir cinta, dokter muda itu kembali menghubungiku, dia berkata, siap menjadi ayah dari anak gadis belia itu. Aku pun terkejut haru, dan mencoba menjadi mak comblang untuk mereka. Gayung bersambut, sang gadis belia ternyata menyimpan simpati kepada dokter muda itu.
Semoga setelah habis masa ‘iddah dari perceraian sang gadis, aku bisa menjadi saksi hidup atas bangkitnya gadis belia dari keterpurukkan hidup yang bertubi menimpanya secara brutal dan mengoyak mentalnya, tapi aku bangga, dia mampu bertahan dan bangkit untuk mengejar akad suci yang bahagia yang selalu ia impikan. Semoga semua wanita di dunia, berbahagia dengan akad sucinya. Aamiin.
#ElevateWomen