Fimela.com, Jakarta Disituasi covid-19 ini bukan hanya orang dewasa, melainkan anak-anak dan remaja rentan mengelami masalah kesehatan mental seperti stres. Hal ini dikarenakan anak merasa interaksi bersama teman atau lingkungan terbatas, anak merasa tidak berdaya ketika ingin bermain, hingga merasa kesepian.
Hal tersebut pun disampaikan Spesialis Kejiwaan dr. Anggia Hapsari, Sp.KJ (K). Ia juga mengatakan selain menjaga kesehatan tubuh, orangtua juga harus memproritaskan keadaan kesehatan mental anak.
"Sebagai orangtua kita bisa meningkatkan awareness terhadapan mental anak. Sebab biasanya anak bermain dengan bebas kini jadi terbatas, dan biasanya anak merasa kesepian tidak bida mengatalannya secara verbal. Biasanya mereka hanya bilang bosan," ujarnya dr. Anggia dalam acara virtual media discussion RS Pondok Indah Group.
dr. Anggia juga mengatakan masalah kesehatan mental anak juga terganggu karena kekhawatirannya terhadap orangtua ketika bekerja atau melakukan aktivitas di luar rumah di masa pandemi Covid-19 ini. "Aktivitas mereka berubah, pola asuh juga belum apalagi ketika orangtua bekerja anak akan khawatir," paparnya.
Lebih parahnya lagi anak mencoba melukai diri sendiri atau self harm. Bahkan, banyak anak yang mencoba melakukan bunuh diri. "Di tempat praktik saya, selama 15 bulan terakhir banyak anak yang melukai diri sendiri. hingga ingin bunuh diri," ungkapnya.
dr. Anggia menyampaikan rasa ingin bunuh diri tersebut terjadi karena anak selama pandemi Covid-19 merasa hampa dan muncul perasaan ingin menyakiti diri sendiri. Sebab kebanyakan generasi saat ini ingin sesuatu yang instan.
"Anak-anak generasi Z mereka dalam segala hal ingin serba instan. Jadi dalam hal menyelesaikan masalah pun mereka ingin instan dalam hal emosi pun ingin instan. Jadi ketika mereka berhadapan dengan keterbatasan mereka tidak bisa ketemu teman, mereka enggak punya temen curhat, gak ada aktivitas itu membuat mereka menjadi merasa sepi, Anak frustasi dan berpikir bunuh diri," tambahnya.
Anggia menyampaikan secara klinis lihat anak-anak tersebut depresi, ketika itu muncul gejala psikotik. tandanya marah dan halusinasi adanya suara-suara tanpa sumber karena depresi, adanya pikiran salah yang menyudutkan mereka, sehingga menguatkan pikiran mereka untuk bunuh diri.
What's On Fimela
powered by
Gejala kesehatan mental anak
Orangtua juga bisa mendeketsi dini gejala ketika anak mulai terganggu mentalnya, seperti kesulitan tidur, mimpi buruk, menarik diri atau agresif, keluhan fisik tanpa penyebab yang jelas, ketakutan ditinggal sendiri, sangat bergantung pada orangtua, timbul ketakutan, hilang minta, sedih dan menangis tanpa alasan.
Serta waspadai perilaku anak ketika anak tidak mengerti perbedaan khyalaan dan kenyataan, sulit bergabung dengan oranglain, tidak mengungkap banyak emosi, hingga kesulitan tidur, makan, hingga ke toilet.
Namun ketika anak sudah depresi hingga ingin bunuh diri, hal pertama yang dilakukan ialah menerima keadaan anak dan tidak pernah menggap remeh perasaanya. Selanjutnya, kata Anggia lakukan pendampingan tanpa adanya judgment. Serta memastikan bahwa anak-anak mereka tahu bahwa orangtua ada untuk mereka.
Strategi membantu anak menghadapi stres
Pertama meciptakan ketenangan, ajarkan anak untuk mengerti dan mengetahui perasaan yang sedang dirasakan, tanpa menghakimi perasaan tersebut. Ajari untuk melakukan latihan pernafasan agar bisa menenangkan dirinya.
Lalu mengatur suasana hati, saat sedih coba ingatkan memori menyenangkan, buatlah list kegiatan apa saja yang bisa membuatnya bahagia, buat jadwal untuk melakukan kegiatan seru.
Dan yang terakhir bisa ajak anak untuk melalukan percakapan dengan anak bertujuan untuk mengetahui apa yang dirasakan, tanpa memiliki tujuan untuk menghakimi apalagi menyalahkan. Jadilah pendengaran yang benar-benar tulus.
#elevate women