Dari Pengalamanku, Rintangan Terberat Menuju Pernikahan adalah Kesiapan Mental

Endah Wijayanti diperbarui 28 Jun 2021, 09:35 WIB

Fimela.com, Jakarta Persiapan pernikahan seringkali dipenuhi drama. Ada bahagia, tapi tak jarang juga ada air mata. Perjalanan menuju hari H pun kerap diwarnai perasaan campur aduk. Setiap persiapan menuju pernikahan pun selalu punya warna-warninya sendiri, seperti kisah Sahabat Fimela dalam Lomba Share Your Stories Bridezilla: Perjalanan untuk Mendapat Status Sah ini.

***

Oleh: Anisa Nuha

Persiapan menuju pernikahan merupakan perjalanan yang membahagiakan, tapi kalau disuruh mengulang lagi rasanya tidak mau. Setiap pasangan pasti berharap pernikahan hanya terjadi sekali, kan?

Setiap pasangan mungkin sepakat, perjalanan menuju pernikahan itu penuh dengan jalan terjal. Seingatku, persiapan menuju hari H banyak sekali tantangan yang aku dan pasangan hadapi. Mulai dari masalah dari internal keluarga, finansial, persiapan teknis, bahkan pikiran negatif yang tiba-tiba saja datang.

Apakah aku benar-benar siap?

Apa aku benar-benar yakin bahwa dia akan bertahan saat keadaan sedang buruk-buruknya?

Apakah ini waktu yang tepat untukku menikah?

Aku dan suamiku memutuskan untuk menikah saat pertama kali dia menyatakan perasaannya dan aku menyetujuinya. Saat aku menyutujui kesepakatan untuk menjadi calon istrinya, saat itu rasanya aku membawa beban janji bahwa aku harus menyiapkan diriku untuk menjadi seorang istri. Setelah itu kami pun sepakat untuk menyisihkan uang dari gaji kami untuk biaya pernikahan nanti. Masalah finansial tidak terlalu kami anggap berat, karena mimpi kami ternyata sama untuk menggelar pernikahan yang sederhana menyesuaikan dengan keadaan ekonomi.

2 dari 3 halaman

Pengalaman yang Cukup Sekali Seumur Hidup Saja

ilustrasi./Photo by Emma Bauso from Pexels

Banyak orang yang lebih dulu menikah menasihati bahwa cobaan menuju pernikahan sangatlah berat dan menantang. Aku kira itu hanya pernyataan klise. “Ah, mungkin kebetulan keadaan dia saja yang sedang rumit. Nggak semua pasangan mengalaminya," gumamku saat itu. Tapi seiring berjalannya waktu, ternyata pertanyaan itu benar-benar ada dan terjadi kepadaku.

Orang menamainya briedzilla. Memang benar saat itu aku jadi mendadak seperti godzilla. Sensitif, galak, stres, menganggap semua ini rumit dan rasanya aku ingin mundur untuk membatalkan pernikahan. Anehnya, masalah yang datang seringkali datang dari sumber yang tak disangka-sangka dan tidak pernah terbayangkan olehku.

Awal 2020 pandemi datang. Calon suamiku saat itu akhirnya tetap WFO namun tidak ngantor setiap hari sehingga gaji pun dipotong. Aku saat itu sudah lepas kontrak kerja sehingga pendapatanku mengandalkan hasil berjualan kue kecil-kecilan. Konsep yang sudah kami susun sedemikian rupa akhirnya harus kami ubah karena kebijakan pemerintah mewajibkan kami menikah dengan tamu terbatas. Kehendak Tuhan, saat itu kami juga kehilangan pakde dan simbah sehingga waktu harus ditunda.  Everything changed, but the show must go on.

Rintangan yang paling menantang bagiku adalah masalah mental menikah. Serba merasa bahwa aku belum bisa menjadi istri. Serba bertanya apakah nanti aku dan pasanganku bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga pasca menikah. Apalagi kami belum mempunyai rumah. Jangankan rumah, tabungan pun saat itu hanya kami sisakan ratusan ribu.

Pertengahan Juni 2020 akhirnya kami menyelenggarakan akad di KUA setempat dengan sederhana namun khidmat. Rasanya lega dan lega. Persiapan yang kami lakukan akhirnya terlaksana tanpa hambatan apa pun.

3 dari 3 halaman

Berhasil Melewati Setiap Lika-likunya

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/id/g/AIFAT+LI

Saat aku stres dan mendadak menjadi briedzilla, aku mengatakan pada pasanganku untuk fokus di akad. Karena itulah tujuan kami dan belajar memahami esensi dari pernikahan itu sendiri. Setelah menikah, ketakutan yang kami hadapi akhirnya tertepis. Kami bisa hidup bahagia, dia pun semakin sayang dengan keluarga, dan rezeki tak henti-hentinya tercukupi. Hidupku semakin berwarna dan aku merasa berkembang karena mendapat dukungan emosional dan material penuh dari suami.

Menikah merupakan komitmen dan ibadah seumur hidup. Maka wajar Tuhan beri ujian yang tidak mudah. Namun percayalah, selama kamu dan pasanganmu bisa kembali pada tujuan awal untuk memahami pernikahan itu sendiri, maka rintangan seberat apa pun akan terasa mudah dipikul berdua.

Masalah dekorasi, gedung yang bagus, gaun yang menawan itu hanyalah pelengkap yang memperindah. Masalah-masalah yang datang hanya sementara. This too shall pass. Setelah kamu dan pasanganmu bisa hidup rukun dan bahagia berdua, all tears will be paid off. Happiness waits you ahead.

Saat ini aku dan suami sedang bahagia dengan bayi kecil kami. Jika diingat-ingat rasanya tidak mau mengulang kembali dan cukup sekali saja seumur hidup. Semoga kamu yang sedang mempersiapkan pernikahan juga lancar dalam berproses dan diberikan kebahagiaan, ya.

#ElevateWomen