Tuhan Kabulkan Doaku Melalui Aplikasi Kencan, tapi Persiapan Pernikahanku Penuh Ujian

Endah Wijayanti diperbarui 25 Jun 2021, 15:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Persiapan pernikahan seringkali dipenuhi drama. Ada bahagia, tapi tak jarang juga ada air mata. Perjalanan menuju hari H pun kerap diwarnai perasaan campur aduk. Setiap persiapan menuju pernikahan pun selalu punya warna-warninya sendiri, seperti kisah Sahabat Fimela dalam Lomba Share Your Stories Bridezilla: Perjalanan untuk Mendapat Status Sah ini.

***

Oleh: Silmi Sabila

Halo sahabatku yang sedang membaca tulisan ini, di mana pun kalian berada semoga selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Kuasa. Saya ingin membagikan pengalaman pribadi kepada sahabat-sahabat tercinta.

Silmi, nama yang diberikan orang tua kepada saya. Kalian bisa memanggil saya Silmi. 

Saya anak pertama dari dua bersaudara. Sejak kecil  tinggal bersama nenek karena kedua orang tua saya bercerai dan sudah memiliki keluarga masing-masing. Adik saya dibawa oleh ibu karena masih kecil, dengan segala problematika yang terjadi pada saya. Sehingga saya menjadi pribadi yang tertutup dan enggan menceritakan masalah kepada siapa pun. 

Pada akhir tahun 2019, ibu saya dan ayah tiri terkena musibah yang mengharuskan mereka pulang dan menetap di rumah yang saya tinggali. Di sisi lain juga kepulangan ibu saya merupakan awal mula saya mengenal seseorang.

Berawal dari sebuah doa dalam sujud dan keheningan malam, saya tidak sengaja meminta dan berdoa kepada Tuhan, "Ya Allah berikan saya seseorang yang akan mengubah hidup saya dan menuntun saya ke dalam Ridha-Mu. Jika boleh, saya ingin dia yang memiliki mata yang sipit," hehehe karena saya sangat menyukai seseorang dengan mata yang sipit. Sampai akhirnya Tuhan menjawab satu per satu doa yang pernah saya ucap. 

 

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Mendapat Jodoh via Aplikasi Kencan

Ilustrasi./Sumber foto: unsplash.com/Andrej Lisakov.

Tuhan memang Maha Baik, jika kita meminta, Dia akan memberikannya di waktu yang tepat dan semua yang kita butuhkan sekaligus. Hanya tergantung seberapa besar dan seringnya kita bersabar. 

Akhirnya Tuhan mempertemukan saya dan dia melalui jalan yang tidak disangka-sangka yaitu aplikasi perjodohan. Hehe millenial sekali kan?

Kami berbeda usia 5 tahun dia di Jakarta dan saya di Bandung. Dia dari keluarga yang baik, ayah, ibu dan saudaranya sangat baik dan dia memiliki pribadi yang terbuka, family oriented dan bisa menyesuaikan dengan lingkungan, khususnya kepada keluarga dan kerabat saya dia sangat baik sekali bahkan sering membantu dalam urusan finansial. Dia sangat ikhlas terhadap apa pun yang menyangkut dalam diri saya.

Kami menjalani hubungan jarak jauh. Tepat setelah satu tahun hubungan kami, dia datang bersama keluarganya untuk melamar saya dan saya pun menerima lamaran dia. 

Dia sudah mapan dan mempunyai pekerjaan tetap, dan dia sangat dewasa sekali memikirkan matang-matang semuanya. Awalnya saya dan dia ingin menikah sederhana dengan semua biaya pernikahan dia yang tanggung agar tidak membebankan kedua orangtua kami ataupun sampai berhutang dan menjual semua asset yg ada. Tetapi rencana kami menikah sederhana di bulan Mei di tolak oleh keluarga saya dengan alasan biayanya tidak cukup dan adat istiadat di tempat tinggal kami, apalagi jika menikah hanya ijab qobul saja sudah dipastikan tidak akan diizinkan.

Di situ saya sangat sedih, dan allhamdulillah calon suami saya menyanggupi keinginan keluarga saya dan meminta waktu sampai dana yang diinginkan terkumpul. Sampai akhirnya tanggal pernikahan kami diputuskan tepat di bulan Agustus. 

Lagi-lagi rencana kami untuk menikah dibulan Agustus harus diundur untuk kedua kalinya, karena beberapa alasan yang menyangkut biaya pernikahan. Di situ saya benar-benar terpuruk dan sedih sekali karena tidak sesuai dengan harapan dan keinginan saya. 

Dia meyakinkan dan menjelaskan saya untuk mengerti kondisi yang sedang terjadi demi kebaikan bersama. Dan lagi, dia sudah memikirkan semuanya agar berjalan dengan lancar tanpa membebankan orang lain, benar-benar lelaki yang dewasa dan bertanggung jawab. Sampai akhirnya saya mengerti dan ikhlas serta menerima bahwa pernikahan kami akan dilaksanakan tahun depan. 

Waktu terus berjalan dan persiapan pernikahan kami sudah 70%. Sedikit demi sedikit barang seserahan dan mas kawin sudah terkumpul, serta rencana yang lainnya. 

 

3 dari 3 halaman

Perjalanan Menuju Pernikahan yang Penuh Liku

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com

Lagi-lagi kami diuji, hampir setiap waktu konflik bermunculan. Perbedaan pendapat, keegoisan dalam diri, stres, dan masih banyak lainnya. Sampai akhirnya kata "batal menikah" terucap.

Seketika saya berpikir Tuhan itu tidak adil terhadap diri saya. Dia sering menguji saya bahkan ketika saya masih kecil ujian itu sudah ada dan bertubi-tubi. Tetapi kami tidak menyerah untuk terus berjuang mendapatkan rida-Nya. Kami mulai memperbaiki hubungan dan keadaan yang terjadi. Sampai saya berpikir, "Ini adalah ujian untuk kami seberapa besar kesanggupan kami untuk melangkah kedalam bahtera rumah tangga."

Saya berdebat dengan keluarga tentang pernikahan. Mereka menginginkan ini itu yang jelas-jelas bertolak belakang dengan diri saya. Saya marah dan kecewa sekali terhadap semua orang.

Sampai akhirnya saya pergi meninggalkan rumah. Di sisi lain calon suami saya berusaha untuk memperbaiki hubungan saya dan keluarga agar kembali rukun. Tetapi dia juga tidak marah tentang keputusan saya untuk pergi dan selalu membela saya, membiarkan saya menenangkan diri dengan catatan harus selalu mengabarinya. 

Selama saya pergi, saya banyak merenung dan berpikir. Untuk pertama kalinya saya mendapatkan perhatian, perlindungan, dan keinginan yang selama ini tidak pernah saya rasakan sebelumnya. Melalui dia, kehidupan saya berubah menjadi lebih berwarna dan terbuka serta banyak kebaikan yang saya dapatkan setelah mengenalnya.

Tetapi kenapa ujiannya begitu berat dan selalu dipersulit oleh beberapa pihak? Memangnya saya melakukan kesalahan apa? Saya hanya meminta izin ingin menikah sesuai dengan keinginan saya yang sederhana, agar setelah menikah saya bisa membuka usaha untuk rumah tangga kami. Tetapi itu semua tidak berjalan dengan mulus banyak pertentangan yang membuat pikiran dan perasaan saya hancur. 

Malam itu saya banyak merenung, dan tiba-tiba ponsel saya berdering. Calon suami saya menelepon dan memberi kabar bahwa ibu dan nenek saya sedang sakit dan dia memohon kepada saya untuk segera pulang dan memperbaiki keadaan semuanya agar keinginan kita menikah tercapai.

Akhirnya saya pulang dengan berat hati dan mengurus ibu serta nenek saya yang sedang sakit. Rasa kecewa itu masih ada dalam diri saya. Tetap saja calon suami saya selalu memberikan pengertian dan mengharuskan saya agar tetap berbakti terhadap orang tua karena dia sangat mengutamakan orang tua terlebih seorang ibu, bahkan dia tidak segan marah besar karena perilaku saya terhadap orang tua. 

Waktu terus berjalan, keadaan semakin membaik dan pernikahan kami sudah dekat. Tetap saja ujian itu selalu ada, semakin hari kami menjadi lebih berani menghadapi ujian pernikahan. Meskipun dengan keterbatasan jarak tidak membuat kami mundur malah semakin maju ke depan. Kami menyadari bahwa Tuhan akan memberikan hal baik jika kami bersungguh-sungguh. 

Hari itu, adalah hari saat kebahagian kami tiba. Gaun, bunga, tamu undangan, dan makanan lezat berada di depan mata. Air mata penuh haru dan bahagia mengalir dikala ijab qobul terucap yang mana membawa kebahagiaan dalam diri setiap orang yang menyaksikan. Kami berhasil melewati semua rintangan yang terjadi. 

Saya percaya, tidak ada alasan apa pun yang membuat kita tidak bersyukur atas apa pun yang Tuhan berikan. Saya percaya pasti ada hikmah dan rezeki tak terduga di balik semuanya. Asalkan kita mau berusaha dan bersabar.  

Sekian dan terima kasih sudah membaca semoga bisa menjadi motivasi dan semoga kami bisa menjalankan bahtera rumah tangga sesuai dengan rida-Nya. 

#ElevateWomen