Fimela.com, Jakarta Terdapat tiga langkah utama untuk menjadikan pariwisata ramah lingkungan atau berkelanjutan. Pertama kemudahan memilih perjalanan yang ramah lingkungan (eco-friendly), lalu membatasi penggunaan produk plastik sekali pakai. Dan yang terakhir memberikan insentif finansial kepada penyedia jasa akomodasi yang memaksimalkan penghematan energi.
Selain itu, membuat lebih banyak kawasan terlindungi untuk membatasi jumlah pengunjung dan meniadakan penggunaan perlengkapan mandi sekali pakai adalah dua langkah utama lainnya. Demikian menurut hasil Survei Tren Wisata Keberlanjutan dari Agoda.
Temuan dari survei yang diluncurkan untuk menandai Hari Lingkungan Dunia 2021 pada 5 Juni ini juga mengungkap bahwa pariwisata yang berlebihan (overtourism), serta pencemaran pantai dan jalan air (waterway) adalah dua kekhawatiran utama dari dampak pariwisata, dengan deforestasi dan pemborosan energi (termasuk pemakaian listrik/air yang berlebihan).
Pemerintah dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab untuk membuat perubahan demi menjadikan wisata jadi lebih berkelanjutan. Di seluruh dunia, orang menganggap pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggung jawab untuk membuat perubahan positif terhadap lingkungan di bidang pariwisata, diikuti oleh otoritas pariwisata dan perseorangan masing-masing. Negara-negara seperti Indonesia dan Inggris (UK) paling banyak melakukannya, diikuti China, Australia dan Malaysia berada di urutan keempat dan kelima.
Negara-negara yang paling mungkin tidak mengandalkan pemerintah dalam bertanggung jawab untuk mewujudkan wisata berkelanjutan adalah Thailand, Jepang, dan Amerika Serikat. Sementara China, Inggris dan Vietnam adalah negara-negara dengan kemungkinan terkecil untuk menempatkan tanggung jawab tersebut kepada perseorangan atau individu.
Menjawab pertanyaan apa yang mereka lakukan lebih baik lagi dalam skenario wisata pasca-COVID, jawaban tertinggi secara global adalah mengelola sampah, termasuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, mematikan AC dan lampu ketika meninggalkan akomodasi, dan selalu mencari akomodasi ramah lingkungan. Menariknya, walaupun overtourism menjadi kekhawatiran terbesar, pergi ke destinasi yang jarang dikunjungi hanya berada di posisi ketujuh dari sepuluh hal yang akan mereka lakukan dengan lebih baik.
What's On Fimela
powered by
Tidak ada keberlanjutan yang bersifat ‘satu untuk semua’
Sementara itu, praktik-praktik yang dikaitkan dengan wisata ramah lingkungan atau berkelanjutan adalah pertama sumber energi dan sumber daya terbarukan, seperti tenaga matahari, angin, hidroelektrik dan air, kedua tidak menggunakan plastik sekali pakai, kemudian ketiga konservasi hewan dan meninggalkan jejak karbon yang lebih kecil.
Solusi penghematan energi lain seperti kartu kunci, atau sensor gerak, menggunakan produk pembersih natural adalah praktik penting lainnya. Menariknya, membeli produk lokal, menggunakan kembali seprei atau handuk selama liburan, dan mengunjungi lokasi terpencil adalah tiga terbawah dari 10 langkah yang dikaitkan dengan wisata berkelanjutan.
“Dari Survei Tren Wisata Berkelanjutan oleh Agoda terlihat bahwa pesan-pesan seperti melakukan langkah sederhana mematikan lampu dan AC saat meninggalkan ruangan atau mengurangi sampah dengan meminimalkan penggunaan plastik sekali pakai, diterima oleh masyarakat di seluruh dunia. Hal lain yang juga terlihat jelas adalah walaupun pesan secara global bahwa pemerintah harus menjadi pemimpin dalam pengelolaan wisata berkelanjutan, ada tanggung jawab pada perilaku orang-orang itu sendiri,” jelas John Brown, CEO Agoda.
Menurutnya, walaupun ada perbedaan interpretasi mengenai praktik yang ramah lingkungan atau berkelanjutan, kebanyakan dari masyarakat umum antusias menjalankan peran mereka, dengan secara aktif bertekad untuk memilih penginapan yang ramah lingkungan atau membuat keputusan yang lebih cerdas dengan memperhatikan aspek lingkungan saat bepergian atau berwisata.
Salah satu cara termudah untuk menanggapi kekhawatiran mengenai overtourism adalah dengan mengunjungi destinasi yang jarang dikunjungi. Setahun belakangan ini, Agoda melihat ada peralihan pada pola perjalanan karena hanya dibatasi pada wisata domestik, dengan mengeksplorasi tempat-tempat yang tidak begitu dikenal.
“Jika dikelola dengan baik, hal ini tak hanya membantu pengusaha hotel independen dan penyedia akomodasi yang mengandalkan dolar dari wisatawan, namun juga bisa mengurangi beban lingkungan hidup pada area-area yang terlalu padat pengunjung," ujar John Brown.
COVID berdampak negatif pada sikap mengenai wisata berkelanjutan. Meningkatnya keinginan berwisata yang lebih berkelanjutan paling terlihat pada responden dari negara Korea Selatan, India dan Taiwan. Bila dilihat secara global, hanya 25% responden dengan keinginan semakin besar untuk berwisata lebih berkelanjutan, bandingkan dengan 35% yang keinginannya menurun.
“Mengkhawatirkan saat melihat banyak orang menganggap wisata berkelanjutan menjadi kurang penting dibandingkan sebelum pandemi COVID-19, namun saya harap ini hanya efek jangka pendek, yang disebabkan keinginan besar orang-orang untuk kembali ke luar sana dan bepergian dengan cara yang mereka inginkan,” rangkum John Brown.
#elevate women