Fimela.com, Jakarta Setiap kali kita melakukan perjalanan, selalu ada cerita yang berkesan. Bepergian atau mengunjungi sebuah tempat memberi kenangan tersendiri di dalam hati. Tiap orang pastinya punya pengalaman atau kisah tak terlupakan tentang sebuah perjalanan, seperti tulisan Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba My Trip Story: Setiap Perjalanan Selalu Memiliki Cerita berikut ini.
***
Oleh: Bulan Lestari Yasinta Simatupang
Seolah-olah telah menjadi tradisi, banyak orang yang memanfaatkan hari libur mereka di akhir tahun untuk bertamasya dengan keluarga mereka masing-masing. Biasanya, jalan raya mulai akan penuh dengan berbagai macam kendaraan bermotor ketika kalender telah menunjukkan akhir bulan.
Aku dan keluargaku pun tak ada bedanya dengan kebanyakan orang-orang tersebut, waktu liburan di akhir tahun tak pernah kami sia-siakan sedikit pun karena hanya di saat-saat itu, kami dapat melepaskan penat dari kehidupan kami yang terkadang sering memberikan kami tekanan.
Tahun lalu, tepat 31 Desember 2020, aku beserta keluargaku memutuskan untuk bertamasya ke Danau Toba. Yup! Danau Toba yang merupakan danau terbesar di Asia Tenggara. Sebagai masyarakat yang tinggal di Sumatera Utara, ini bukan pertama kalinya kami berpergian ke Danau Toba, namun meskipun kami telah berulang kali mengunjungi danau indah itu, tak pernah sekalipun terlintas rasa bosan di dalam diri kami.
Selama di perjalanan menuju danau yang sangat luar biasa itu, mobil kami tak pernah sekali pun terasa senyap, selalu saja ada tawa canda yang memenuhi mobil itu. Suara tawa renyah dari saudara-saudaraku serta sejuknya udara pegunungan di sekitar Danau Toba yang menyapaku dari jendela mobil berhasil membuat seluruh beban yang selama inikupikul di punggungku seketika menghilang.
Bahagia dan bebas. Itulah hal yang kurasakan saat itu dan rasa itu terus memenuhiku saat kami akhirnya sampai di destinasi tujuan kami. Tak hanya menyaksikan ketenangan Danau Toba, kami juga menghabiskan uang kami di toko pernak-pernik yang tersebar bebas di dekat Danau Toba itu.
Ada kira-kira kami menghabiskan waktu selama 5 jam untuk memuaskan dahaga kami akan keindahan Danau Toba. Kami melakukan banyak hal disana, sangking banyaknya, aku binggung ingin menceritakan apa saja, namun, aku merasa benar-benar bahagia, meskipun setelah kupikir-pikir, tak ada satu pun hal spesial yang kami lakukan saat itu.
Ketika langit mulai berwarna jingga, di saat itulah kami memutuskan untuk kembali ke mobil dan bersiap untuk pulang. Setiap kami berpergian, kami memang seperti ini, kami tak pernah menginap barang satu hari pun, karena selain ingin cepat-cepat pulang ke rumah, kami juga tak memiliki begitu banyak uang untuk menyewa hotel yang dapat menampung kami sekeluarga.
Aku ingat, sore itu terasa begitu dingin, jauh lebih dingin daripada biasanya, embun juga terlihat begitu jelas dari balik jendela kaca mobil hitam yang kami tumpangi. Hingga akhirnya rintik-rintik hujan mulai menemani perjalanan kami. Bisa kukatakan, hujan di sore hari ketika sedang melewati pegunungan di kawasan Danau Toba adalah hal yang luar biasa menakjubkan.
Mungkin karena hawa udara saat itu begitu dingin, aku merasa kedua kelopak mataku sangat mudah sekali untuk tertutup, aku tak tahu kapan pastinya aku tertidur dan berapa lamanya aku tertidurnya. Namun sayang, ketika aku terbangun dari tidurku, aku mendengar berita tak mengenakkan.
Ketika aku membuka kedua mataku, aku melihat bagaimana wajah keluargaku yang sedari tadi berseri-seri kini menampilkan kepanikan yang luar biasa, terutama di wajah nenekku yang telah berusia 65 tahun. Aku yang baru saja bangun dari tidur tentu saja bingung. Aku bingung dengan alasan kenapa keluarga begitu khawatir serta panik, aku juga bingung dengan alasan kenapa mobil kami serta mobil yang berada di depan kami berhenti.
Apa telah terjadi sesuatu? Oh, tentu saja telah terjadi sesuatu! Rasa bingungku itu terjawab ketika pamanku yang bertugas menyetir mobil berwarna hitam itu akhirnya bertanya pada salah satu masyarakat yang sedang berjalan di sisi jalan itu. Aku memasang kedua telingaku tajam-tajam untuk mendengarkan percakapan mereka dan benar saja, raut wajahku langsung berubah pias dan jantungku berdegub dengan kencang.
What's On Fimela
powered by
Pengalaman Akhir Tahun yang Tak Terlupakan
Tak jauh di depan kami, ada sebuah mobil yang tertimbun longsor dari atas pegunungan.kuat alasan jika kejadian naas itu terjadi akibat hujan beberapa saat lalu.
Kepanikan tentu saja melanda seluruh anggota keluargaku yang ada di dalam mobil itu, terutama nenekku. Nenekku tak henti-hentinya menyuruh kami semua untuk berdoa, terus-menerus, bahkan aku sendiri sampai jengkel mendengarnya, bukan karena aku tak ingin berdoa terus-menerus, tetapi karena saat ini aku sedang berpikir bagaimana caranya kami bisa pulang ke rumah kami. Longsor itu berhasil melumpuhkan kegiatan perjalanan setiap wisatawan, mau tak mau, kami harus kembali ke tempat awal tadi.
Tak lama setelah kejadian longsor itu terjadi, mobil polisi datang beruntun untuk mengatur kembali jalanan yang tak bergerak sama sekali. Mau tak mau, kami pun harus menelankuat-kuat niat kami untuk kembali ke rumah karena kami diminta untuk mencari penginapan terdekat.
Tentu saja, hal itu menambah beban pikiran kami semua. Kami tidak memikirkan jika kejadian seperti ini akan menimpa kami, kami tak memiliki begitu banyak uang untuk menyewa penginapan, selain itu, kami juga yakin jika penginapan saat ini pasti telah penuh mengingat begitu banyak mobil yang disuruh untuk memutar balik arah.
Di tengah-tengah kepanikan itu, akhirnya sebuah solusi ditemukan oleh nenekku, nenekku ingat kami memiliki saudara jauh yang tinggal di dekat area longsor itu. Dengan bermodalkan nama panggilan serta marga, kami mulai mencari rumah saudara jauh kami itu. Butuh waktu yang begitu lama bagi kami untuk menemukan rumah saudara jauh kami tersebut, bahkan, bibiku sudah pasrah jika akhirnya kami harus tidur di dalam mobil sembari menunggu matahari muncul.
Tapi, tekad pamanku tak pernah surut, pamanku begitu gencar bertanya tentang keberadaan rumah saudara jauh kami ini pada setiap warga yang ditemuinya hingga akhirnya kami menemukan titik terang dari pencarian kami. Sepertinya saat itu waktu sudah menunjukkan hampir tengah malam, namun mata kami semua tetap terbuka dengan lebar, tak ada sedikitpun rasa kantuk yang menyerang kami.
Akhirnya, kami pun mendapatkan alamat dari rumah saudara jauh kami itu. Namun, sepertinya kegundahanku tak bisa hilang begitu saja. Meskipun kami sudah mendapatkan alamatnya, aku takut jika saudara jauh kami itu tak berada di rumah, aku sangat takut jika perjuangan kami beberapa jam belakangan ini terbuang sia-sia.
Tapi sepertinya Dewi Fortuna sedang berada di pihak kami. Ketika kami sampai di alamat itu, kami melihat seorang wanita paruh baya yang diyakini nenekku sebagai saudara jauh kami tengah berkumpul dengan tetangganya, sepertinya mereka terlihat begitu panik akan kabar longsor yang telah mengakibatkan aktivitas perjalanan lumpuh.
Mobil hitam kami yang memasuki gang liat itu tentu saja mengundang tanda tanya dari orang-orang yang sedang berkumpul di sana, hingga akhirnya nenekku memutuskan untuk turun dan benar saja, wanita paruh baya itu, saudara jauh kami, langsung terkejut melihat kedatangan nenekku. Ia memeluk nenekku dan bertanya alasan kami mendatangi rumah mereka. Paman dan nenekku pun menjelaskan tentang kejadian naas yang menimpa kami dan tanpakuduga, saudara jauh kami itu langsung menyambut kami dengan tangan terbuka lebar.
Wanita paruh baya itu melangkah dengan lincah ke dalam rumahnya yang dibangun dari kayu serta batu-bata tak bercat, rumah sederhana namun cukup besar untuk menampung kami semua yang berjumlah 7 orang.
Tikar di gelar di atas lantai rumah itu, bantal serta selimut diletakkan di atas tikar itu, tak hanya sampai disana, saudara jauh kami itu juga menyiapkan kami segelas teh manis hangat. Keluargaku serta saudara jauh kami pun menghabiskan waktu untuk saling berbicara melepas rindu, meskipun wanita paruh baya itu memiliki hubungan darah yang jauh dengan keluarga kami, namun wanita paruh baya itu sangat ramah dan bersikap hangat.
Selama mereka berbicara, kedua netraku tak henti-hentinya menatap jam dinding yang berdetak di dinding rumah itu. 23.55. 5 menit lagi, tahun akan berganti. Sungguh, aku tak pernah berpikir jika aku akan menghabiskan waktu tahun baru jauh dari rumahku dan di tengah-tengah situasi yang menegangkan seperti ini.
Suara kembang api serta petasan mulai memenuhi indra pendengaranku, suara itu mengundangku untuk menatap ke luar dari jendela yang terbuka dengan lebar di dalam rumah itu. Dari tempatku duduk saat ini, aku dapat melihat bagaimana terangnya kembang api itu dan ternyata, aktivitasku itu diperhatikan oleh saudara jauh kami.
Saudara jauh kami itu kemudian mengajak kami untuk melihat kembang api, ia berkata, kembang api di daerah mereka ini setiap tahun selalu terlihat luar biasa, banyak orang-orang berkantung tebal yang sering membakar uangnya untuk petasan-petasan menakjubkan di akhir tahun seperti ini.
Tentu saja aku serta saudara-saudaraku begitu antusias ketika mendengarnya, ia kemudian mengajak kami keluar dari rumahnya dan benar saja, kedua mata kami langsung disambut dengan keindahan kembang api yang begitu menakjubkan di langit malam yang sangat gelap.
Aku begitu terpukau akan keindahan itu, aku bahkan tanpa sadar tersenyum tipis. Menghabiskan akhir tahun dan memulai awal tahun di tempat seperti ini tak pernah terlintas di dalam benakku. Pada hari itu, aku merasa hidupku seperti sedang berada di roller coaster, sebentar aku merasa tenang, sebentar aku merasa takut, kemudian merasa panik, lalu merasa bahagia, namun aku bersyukur pada Tuhan aku mengakhiri hariku di akhir tahun 2020 dengan senyuman bahagia dan perasaan lega yang begitu luar biasa.
#ElevateWomen