Selamatkan Masa Depannya! 5 Hal Ini Perlu Dilakukan untuk Menghentikan Praktik Pernikahan Dini

Gayuh Tri Pinjungwati diperbarui 24 Agu 2024, 12:59 WIB

Fimela.com, Jakarta Hak setiap permepuan untuk memilih apakah, siapa dan kapan mereka menikah. Melansir dari stories.plancanada.ca (4/6), namun secara global, hampir 41.000 anak perempuan dipaksa menikah setiap hari. Pernikahan dini dan nikah paksa pada anak adalah masalah global yang kompleks yang mempengaruhi anak laki-laki dan perempuan. Namun, secara tidak proporsional mempengaruhi lebih banyak anak perempuan sebesar 82% dari semua anak yang menikah sebelum usia 18 tahun adalah anak perempuan.

Pernikahan anak merampas masa kanak-kanak mereka, sering kali memaksa mereka untuk putus sekolah, mengekspos mereka pada kekerasan seksual, fisik dan emosional serta mendorong mereka ke dalam pengalaman yang belum siap untuk pikiran dan tubuh muda mereka, seperti menjadi ibu.

Meskipun dilarang oleh hukum internasional, pernikahan anak terus dipraktikkan di negara-negara di seluruh dunia dan seringkali di komunitas yang berjuang dengan kemiskinan ekstrem. Mengakhiri praktek ini tidak akan mudah, tetapi perubahan mungkin terjadi jika kita bekerja sama. Melalui kolaborasi dengan pemuda, orang tua, tokoh masyarakat, dan pemerintah, kita dapat mengubah cerita dan mengakhiri praktik berbahaya ini.

Berikut adalah 5 cara untuk mencegah dan mengakhiri pernikahan anak.

1. Pendidikan Perempuan

Pendidikan memainkan peran penting dalam menjaga anak perempuan aman dari pernikahan anak. Faktanya, semakin lama seorang perempuan bersekolah, semakin kecil kemungkinan dia menikah sebelum usia 18 tahun dan memiliki anak selama masa remajanya.

Selain itu, pendidikan memastikan anak perempuan memperoleh keterampilan dan pengetahuan untuk mencari pekerjaan dan sarana untuk menghidupi keluarga mereka. Hal ini dapat membantu memutus lingkaran kemiskinan dan mencegah pernikahan anak yang terjadi sebagai akibat dari kemiskinan ekstrim dan/atau keuntungan finansial.

2. Pemberdayaan Perempuan

Setiap perempuan memiliki hak untuk memutuskan masa depannya sendiri, tetapi tidak setiap perempuan mengetahui hal ini, itulah mengapa memberdayakan anak perempuan sangat penting untuk mengakhiri pernikahan anak.

Ketika anak perempuan percaya diri dengan kemampuan mereka, dipersenjatai dengan pengetahuan tentang hak-hak mereka dan didukung oleh kelompok sebaya dari anak perempuan yang diberdayakan, mereka dapat berdiri dan mengatakan “Tidak” terhadap ketidakadilan seperti pernikahan anak. Pemberdayaan perempuan mampu membentuk kembali perspektif dan menantang norma-norma konvensional tentang apa artinya menjadi seorang perempuan.

2 dari 4 halaman

3. Memberdayakan Masyarakat Lebih Luas untuk Membantu Hak-hak Perempuan

ilustrasi/shutterstock.com/MNS Studio

Orang tua dan tokoh masyarakat seringkali bertanggung jawab untuk memutuskan kapan dan dengan siapa seorang perempuan akan menikah. Di banyak kepercayaan lama, diyakini bahwa pernikahan membuat anak perempuan tetap aman, terlindungi, dan dibiayai secara ekonomi oleh suami mereka.

Namun, yang terjadi justru sebaliknya, pernikahan membahayakan kesehatan fisik dan mental anak perempuan. Faktanya, anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun lebih cenderung mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan melaporkan bahwa pengalaman seksual pertama mereka dipaksakan. Selain itu, pernikahan anak lebih berisiko terinfeksi HIV dan lebih mungkin mengalami komplikasi yang mematikan selama kehamilan dan persalinan.

Ketika orangtua dan tokoh masyarakat dididik tentang banyak konsekuensi negatif dari pernikahan anak, itu dapat menginspirasi mereka untuk mengubah pandangan mereka, membela hak-hak anak perempuan dan mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama.

3 dari 4 halaman

4. Perbanyak Lapangan Kerja

Ilustrasi.copyrightshutterstock/vipubadee

Memberikan keluarga dengan peluang mata pencaharian seperti pinjaman keuangan mikro adalah cara yang efektif untuk mencegah pernikahan anak yang terjadi sebagai akibat dari kebutuhan keuangan.

Ketika keluarga memiliki peluang ekonomi yang meningkat, mereka cenderung tidak menganggap anak perempuan mereka sebagai beban ekonomi. Ini terutama benar jika seorang perempuan di sekolah memperoleh keterampilan berharga yang akan membantu menghasilkan pendapatan di masa depan.

5. Pemberlakukan Perundang-undangan

Di negara-negara di mana perkawinan anak lazim, mengajukan petisi kepada pemerintah untuk meningkatkan usia minimum untuk menikah menjadi 18 tahun merupakan langkah awal yang penting untuk perubahan positif.

Setelah usia minimum dinaikkan, sangat penting untuk terus meningkatkan kesadaran akan undang-undang ini di antara pejabat pemerintah dan tokoh masyarakat untuk memastikan undang-undang tersebut ditegakkan. Kebijakan hukum lainnya, seperti pencatatan akta kelahiran dan perkawinan, merupakan alat yang ampuh untuk mencegah perkawinan anak.

Kita harus menghentikan waktu dan menghentikan kemunduran sehingga anak perempuan dapat memutuskan masa depan mereka sendiri.

4 dari 4 halaman

Cek Video di Bawah Ini

#ElevateWomen