Fimela.com, Jakarta Sinetron Suara Hati Istri bertajuk Zahra tengah mendapat sorotan banyak pihak. Pasalnya, keritik dilontrakan lantaran karakter istri ketiga diperankan artis 15 tahun, Lea Ciarachel. Hal tersebut sangat disayangkan, sebab usia tersebut belum ideal untuk menikah.
Sinetron ini juga menampilkan adegan dewasa dengan lawan mainnya yang memerankan karakter pak Tirta yang telah berusia 39 tahun. Netizen menduga sinetron ini mempromosikan perkawinan anak. Kabar terakhir, peran yang semua dimainkan oleh Lea akan diganti dengan pemeran yang lain.
Melihat permasalahan tersebut, sebagai orangtua kita pun harus bisa menyaring tayangan TV untuk anak-anak. Karina Istifarisny, S.Psi., M.Psi., Psikolog mengatakan hal pertama ialah orangtua harus melihat label apakah tayangan tersebut cocok untuk anak atau tidak, dan apakah butuh pendampingan orangtua saat menonton. Biasanya label tersebut ada di atas televisi.
Orangtua bisa mengedukasi tentangan tayangan yang cocok ditonton oleh si kecil. Dan tidak bisa dengan menyampaikan langsung.
“Orangtua bisa menyampaikan "Dek, ini tontonan orang besar, kita ganti kartun ya?" namun orangtua bisa memberikan alternatif tontonan yang sesuai anak,” ungkap Psikolog Karina saat dihubungi Fimela.com
Jika anak sudah lebih besar, biasanya butuh lebih banyak diskusi sehingga anak mengerti kenapa ia tidak diizinkan menonton tayangan tertentu. Bisa memilih bahasa yang tidak menghakimi namun ajak ia ngobrol dengan santai.
What's On Fimela
powered by
Tayangan memuat konten dewasa
Jika tayangan memuat konten dewasa, untuk anak kecil orangtua cukup disampaikan dengan singkat, karena anak belum bisa memahami penjelasan yang panjang. Baiknya langsung berikan tayangan sesuai usianya.
“Orangtua bisa menyampaikan, misalnya "tunggu gede dulu baru boleh. Kalau sekarang tidak bagus. Mendingan kita tonton ini yuk?" Biasanya anak-anak yang lebih kecil mudah mengikuti kalau instruksinya sederhana,” ujarnya.
Namun jika sudah lebih besar, caranya tetap sama. Sampaikan bahwa tontontan tersebut tidak diperkenankan untuk usianya, dan sudah bisa dilengkapi dengan alasan.
“Tidak harus menjelaskan dampak buruk dari tontonan tersebut, penjelasan kompleks baru bisa diberikan ke remaja. Kalau usia anak masih SD, kita tetap larang menonton tayangan tersebut dan berikan tontonan yang lebih baik dengan menjelaskan kebaikan dari tontonan yang kita sarankan itu. Misalnya, "Kak, ngga bagus nonton itu. Tontonan orang dewasa. Mendingan kita nonton ini. Jadi kita berikan alternatif tontonan yang menarik buat anak,” tutupnya
#elevate women