Fimela.com, Jakarta Menurut laporan catatan tahunan (Catahu) tahun 2021, dispensasi pernikahan (di bawah umur) yang dikabulkan oleh Pengadilan Agama tahun 2020 angkanya melesat tiga kali lipat dibandingkan tahun lalu dari 23.126 menjadi 64.211. Padahal, Keputusan Mahkamah Konstitusi sudah menikkan usia pernikahan menjadi 19 tahun serta UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Peraturan dan Peraturan Mahkamah Agung No.5 Tahun 2019 yang disahkan pada 14 Oktober 2019, sebenarnya ditujukan untuk pencegahan pernikahan anak.
Menurut laporan Catahu, tantangan yang dihadapi adalah sosialisasi kebijakan tersebut, selain itu adanya kondisi mendesak, seperti perempuan telah hamil, kedua pasangan saling mencintai serta adanya anggapan masyarakat dan orangtua yang takut atas perilaku anak yang dapat melanggar norma agama, seperti perzinaan.
Jadi, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mencegah dan mengatasi pernikahan di bawah umur, berikut beberapa di antaranya.
1. Mendukung aturan usia legal untuk menikah
Kita perlu mendukung adopsi undang-undang yang menetapkan usia legal untuk menikah adalah 19 tahun. Usia 19 tahun memastikan bahwa anak perempuan dapat menyelesaikan pendidikan menengah mereka sebelum menikah. Manfaat dari ini adalah dua kali lipat. Pertama, anak perempuan dengan pendidikan lebih mampu mengejar karier dan menjadi mandiri secara ekonomi, yang memberi mereka hak penuh atas masa depan mereka. Kedua, anak perempuan yang berusia 18 tahun atau lebih adalah orang dewasa secara hukum dan dapat menentukan sikap budaya terhadap pernikahan atau keadaan keluarga mereka saat ini.
What's On Fimela
powered by
2. Mendukung kebijakan kesetaran gender
Pernikahan anak pada dasarnya adalah tentang ketidaksetaraan gender. Ini bisa terjadi dalam budaya yang memandang anak perempuan sebagai beban. Idenya adalah bahwa gadis itu akan menikah dengan keluarga lain, semakin cepat ini dilakukan, semakin sedikit sumber daya yang terbuang untuk mereka. Anak perempuan tidak pernah menjadi sampah atau beban. Mengakhiri pernikahan anak juga berarti mengakhiri praktik patriarki dan strereotif pada perempuan. Sangat penting untuk memberikan kebebasan kepada perempuan dari suaminya melalui kebijakan yang mendukung kemampuan mereka untuk bercerai, menerima tunjangan anak, memiliki harta benda, dan menuntut kekerasan dalam perkawinan.
3. Memberikan bantuan selama krisis
Dalam situasi kemanusiaan, orang tua lebih mungkin untuk menikahkan anak perempuan mereka. Beberapa keluarga percaya bahwa anak perempuan mereka akan lebih aman dengan seseorang yang lebih mampu menafkahi mereka. Seperti yang disampaikan Komisioner Komnas Perempuan Retty Ratnawati, pernikahan di bawah umur mengalami lonjakan 300 persen saat pandemi Covid-19. Sehingga penting sekali bagi lembaga, komunitas, masyarakat dan pemerintah untuk bekerja sama membantu masyarakat yang mengalami krisis seperti saat ini.
4. Membangun potensi perempuan
Penting untuk memberdayakan anak perempuan dengan mengajari mereka tentang hak mereka atas pendidikan dan untuk bebas memilih siapa dan kapan akan menikah. Penting mendorong anak perempuan untuk mengejar pendidikan dan karir mereka dan membantu mereka membangun keterampilan yang mereka butuhkan untuk menjadi sukses.
5. Merawat mereka
Anak perempuan yang sudah menikah membutuhkan dukungan. Mereka mungkin tidak tahu tentang hak mereka untuk mendapatkan pendidikan atau membutuhkan bantuan untuk meninggalkan pernikahan mereka. Pengantin anak mungkin tinggal di daerah yang secara budaya konservatif dan mungkin tidak mengetahui tentang keluarga berencana. Karena itu, menjangkau gadis-gadis ini dengan perawatan dan informasi kesehatan seksual dan reproduksi sangat penting untuk menyelamatkan nyawa mereka.
Masalah ekonomi, pendidikan, hukum, dan budaya memperparah masalah pernikahan anak yang sudah rumit. Pengantin anak pada akhirnya membayar ketidakmampuan orang tua, komunitas, atau pemerintah mereka untuk menjaga mereka dengan pernikahan. Padahal, pernikahan di bawah umur bukanlah solusi untuk meningkatkan kemampuan ekonomi, meningkatkan moral dan status mereka, justru itu akan menimbulkan lebih banyak masalah.
#ElevateWomen