Fimela.com, Jakarta Vaksin COVID-19 AstraZeneca memang tengah menjadi sorotan dan banyak diperbincangkan tidak hanya oleh kalangan umum, namun juga para pakar atau ahli terkait. Pasalnya, penggunaan vaksin ini batch CTMAV547 di Indonesia baru saja dihentikan sementara, setelah 3 insiden kematian usai vaksinasi, walaupun 2 dari 3 kasus tersebut telah dibuktikan bukan akibat vaksin.
Ketua Satuan Tugas (Satgas) Ikatan Dokter Indonesia (IDI), sekaligus Guru Besar Universitas Indonesia, Profesor Zubairi Djoerban juga telah menyatakan bahwa vaksin COVID-19 AstraZeneca tidak boleh digunakan untuk orang-orang dengan usia di bawah 30 tahun. Pernyataannya ini disampaikan melalui akun Twitter pribadinya.
"Ada pertanyaan lagi kepada saya tentang AstraZeneca. Apakah boleh untuk orang di bawah 30 tahun? Saya jawab, tidak boleh. Kenapa? Karena beberapa kejadian di Inggris mengaitkannya dengan pembekuan darah. Ada 79 kasus dari 20 juta vaksin, 19 di antaranya meninggal," tulis Prof. Zubairi Djoerban.
Tapi tidak sampai di situ saja, terkait risikonya, Prof. Zubairi Djoerban juga menjelaskan bahwa tidak ada pengobatan atau vaksin yang bebas dari risiko. Menurutnya, vaksin COVID-19 AstraZeneca memberi lebih banyak manfaat, daripada risiko, namun untuk orang-orang di bawah usia 30 tahun, vaksin lain bisa menjadi pilihan yang lebih baik.
Pro dan kontra vaksin COVID-19 AstraZeneca
Hal ini didasarkan pada kejadian di Inggris. Pada bulan April, regulator Inggris mengatur bahwa orang berusia di bawah 30 tahun diberi vaksin selain AstraZeneca, karena adanya risiko penggumpalan darah.
Namun, di awal bulan Mei ini, Komite Bersama Vaksinasi dan Imunisasi Inggris memperbarui panduan tersebut, karena ditemukan kasus pembekuan darah pada orang berusia 30 sampai 39 tahun setelah disuntik vaksin COVID-19 AstraZeneca. Walaupun menimbulkan banyak pro dan kontra, pihak AstraZeneca melalui website resminya menyatakan bahwa vaksin AZD1222, nama vaksin untuk AstraZeneca tetap menghasilkan respon imun yang kuat dan baik pada dua kelompok usia, yaitu orang lanjut usia dan orang dewasa yang lebih muda.
Beberapa reaksi yang muncul dalam uji klinis yang dilakukan untuk vaksin ini adalah nyeri lokal sementara di area sekitar suntikan, nyeri dan rasa lelah, sakit kepala, demam, dan nyeri otot. Respon antibodi terhadap protein spike virus SARS-CoV-2 terdeteksi pada hari ke 28 pada 100% partisipan, tanpa melihat usia dan dosis vaksin, respon ini terus meningkat usai dosis kedua diberikan. Bagaimana menurutmu, Sahabat FIMELA?
Saksikan video menarik setelah ini
#Elevate Women