Kenali Ciri-Ciri Toxic Productivity yang Mengancam Kesehatan Mental

Hilda Irach diperbarui 24 Mei 2021, 07:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Tetap produktif meskipun di rumah saja sebenarnya merupakan hal yang baik. Namun, jika hal tersebut dilakukan secara berlebihan tentu menjadi tidak baik bahkan mengancam masalah kesehatan mental atau disebut toxic productivity.

Toxic productivity bukan sekedar kecanduan bekerja, menurut Dr. Julie Smith, seorang psikolog, toxic productivity adalah sebuah obsesi untuk menjadi produktif setiap saat, dengan cara apa pun yang bisa berimbas pada kesehatan mental kamu. 

Produktivitas ini bahkan tidak berhenti setelah tugas selesai, kamu akan merasa bersalah jika tidak melakukan lebih banyak. “Produktivitas yang beracun dapat membuat kita merasa gagal jika kita tidak terus-menerus melakukan suatu pekerjaan,” katanya kepada HuffPost.

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Dampaknya untuk kesehatan mental

Bukan sekedar kecanduan bekerja, toxic productivity adalah obsesi untuk menjadi produktif setiap saat. (Unsplash,com/Lacie Slezak).

Salah satu sumber tekanan ini adalah datangnya dari media sosial. Kita seakan-akan berkompetisi dengan orang lain untuk membagikan kegiatan atau hal baru yang dikerjakan. Tanpa sadar, kita akhirnya mengukur kelayakan diri berdasarkan produktivitas.

Padahal, bekerja terlalu keras dalam waktu lama akan menguras energimu yang akan membuat banyak tekanan pada tubuh. Dan ketika kamu begitu terpaku pada pengoptimalan diri, sebenarnya berisiko menjadi kurang produktif. Akibatnya kamu akan merasa burn out atau kelelahan, baik secara mental dan fisik.

Stres kronis dikaitkan dengan tingkat depresi dan kecemasan yang lebih tinggi serta peningkatan risiko penyakit jantung, kanker, diabetes tipe 2, dan penyakit "gaya hidup" lainnya. Oleh karena itu, toxic productivity tentu berbahaya untuk kesehatan mental.

3 dari 3 halaman

Ciri-ciri terjebak dalam toxic productivity

Bukan sekedar kecanduan bekerja, toxic productivity adalah obsesi untuk menjadi produktif setiap saat. (Unsplash,com/Victoria Health).

1. Bekerja berlebihan

Jika temanmu mengajak untuk hangout, reaksimu justru mempertanyakan mengapa kamu harus berjalan-jalan? Kamu memilih untuk tetap bekerja, bahkan meski di hari libur.

Tidak hanya itu, kamu juga cenderung mengabaikan hubungan dengan orang-orang sekitar, seperti keluarga, sahabat, atau pasangan. Mereka akan mengeluh bahwa kamu terlalu sibuk dan tak memiliki waktu untuk mereka.

2. Bersosialisasi membuatmu gelisah

Duduk-duduk dan bersenang-senang atau mengobrol dengan orang yang dicintai biasanya merupakan pengalaman yang menyenangkan dan cara yang vital untuk terhubung kembali dengan orang lain.  Namun, bagi seseorang yang terjebak toxic productivity, kamu cenderung merasa hal tersebut membuang-buang waktu karena tidak mencapai apapun.

3. Merasa kesulitan untuk istirahat

Ada perasaan bersalah yang muncul ketika kamu memutuskan untuk beristirahat setelah seharian penuh bekerja. Kamu akan merasa gelisah dan hampa, karena menganggap hal ini tak produktif.

Kamu juga cenderung merasa tidak berguna saat tidak melakukan atau mengerjakan sesuatu. Tak hanya itu, kamu juga cenderung membanding-bandingkan diri dengan orang lain yang dirasa lebih produktif.

Jika kamu merasa demikan, sadarilah bahwa sebagai manusia kita memerlukan istirahat. Buat capaian realistis dan coba untuk meluangkan waktu melakukan kegiatan yang membuat kita merasa senang.

Jadwalkan waktu setiap hari untuk melakukan sesuatu yang menenangkan dan memanjakan diri, seperti mandi air panas, mewarnai buku mewarnai dewasa, mengerjakan teka-teki, atau berolahraga ringan. Sadari bahwa bekerja berlebihan membuat kita tidak produktif. Sebaliknya, kita akan menjadi lebih produktif jika beristirahat.

 

#Elevate Women