Setahun Pembelajaran Jarak Jauh, Bagaimana Memenuhi Hak Pendidikan Anak di Masa Pandemi COVID-19?

Vinsensia Dianawanti diperbarui 10 Mei 2021, 17:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Pandemi COVID-19 yang sudah melanda lebih dari setahun berdampak dalam skala besar terhadap risiko pemenuhan hak pendidikan anak. Di Indonesia, lebih dari 600 ribu sekolah harus tutup yang menyebabkan 60 juta anak menjalani pembelajaran jarak jauh.

Meski kini pemerintah telah memberikan izin untuk membuka kembali sekolah di zona hijau, sebagian besar anak tetap harus belajar di rumah. Lagi-lagi dengan sistem pembelajaran jarak jauh.

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayan sendiri menyadari bahwa tidak sedikit anak di Indonesia yang memiliki ketidakmampuan melakukan pembelajaran jarak jauh. Hal ini berdampak pada implikasi pendidikan di Indonesia. Mulai dari menurunnya motivasi belajar, menurunnya kemampuan literasi dan numerasi, hingga ancanam putus sekolah.

Lebih jauh, anak Indonesia kehilangan pembelajaran yang dapat mempengaruhi perolehan kesempatan pendidikan tinggi dan pekerjaan. Serta menghasilkan pendapatan yang lebih baik di masa depan.

 

What's On Fimela
2 dari 4 halaman

Tantangan pembelajaran jarak jauh berdasarkan survei

ilustrasi sekolah tutup | unsplash.com/@flpschi

Studi global yang dilakukan Save The Children pada Juli 2020 di 46 negara di dunia menunjukkan 8 dari 10 anak tidak dapat mengakses bahan pembelajaran secara memadai. Sementara 4 dari 10 anak kesulitan memahami pekerjaan rumah dan 1% anak tidak belajar apapun selama pembelajaran jarak jauh.

“Tahun 2021 ini harus menjadi tahun yang memastikan anak tetap mendapatkan akses belajar yang berkualitas, karena Pendidikan merupakan Hak Anak yang harus dipenuhi dan juga kunci membangun generasi Indonesia," ungkap Selina Patta Sumbung selaku CEO Save the Children Indonesia.

Pembelajaran jarak jauh sendiri menemui berbagai macam tantangan yang dirasakan anak, guru, dan orangtua. Mulai dari terbatasnya materi, alat, akses terhadap pembelajaran dan pengajaran, infrastruktur yang tidak merata (akses internet, jalan, bahkan listrik), keterampilan guru untuk melakukan PJJ, kapasitas orangtua mendampingi anak belajar, serta kemampuan anak beradaptasi dan belajar mandiri.

Selain itu, menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman juga menjadi masalah tersendiri. Dari studi yang sama, dua pertiga atau 63% anak perempuan mendapat lebih banyak dibebani tugas rumah. Hal ini selaras dengan pengakuan 23% orangtua yang merasa tertekan mengasuh anak dalam situasi pandemi.

 

3 dari 4 halaman

Solusi yang ditawarkan

Ilustrasi siswa sekolah di Jepang. Sumber foto: unsplash.com/Ben Mullins.

Mengatasi tantangan tersebut, penguatan terhadap kemampuan beradaptasi dan bertahan serta inovasi dalam proses pembelajaran menjadi sangat diperlukan. Memastikan anak dapat tetap belajar dengan layak dapat diupayakan dengan sistem hybrid learning.

Sistem ini menggabungkan model belajar tatap muka, mandiri menggunakan kompuer, maupun secara virtual. Mengingat banyak sekolah yang berada di area rawan bencana, diperlukan dukungan program untuk meningkatkan kompetensi guru, pihak sekolah, dan dinas terkait.

Potensi anak, orangtua, serta kolaborasi dengan para pemangku kepentingan juga dibutuhkan untuk mengembangkan sistem pendidikan anak di Indonesia. Pendidikan menjadi sangat penting bagi anak untuk meningkatkan kualitas, baik secara akademik maupun nonakademik.

4 dari 4 halaman

Simak video berikut ini

#Elevate Women