Fimela.com, Jakarta Selalu ada cerita, pengalaman, dan kesan tersendiri yang dirasakan tiap kali bulan Ramadan datang. Bahkan ada kisah-kisah yang tak pernah terlupakan karena terjadi pada bulan suci ini. Tiap orang pun punya cara sendiri dalam memaknai bulan Ramadan. Tulisan kiriman Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Berbagi Cerita tentang Indahnya Ramadan di Share Your Stories Bulan April ini pun menghadirkan makna dan pelajaran tersendiri.
***
Oleh: Asri Susila Ningrum
Tahun ini putraku, Arfan, berusia lima tahun. Oleh sebab itu, di tahun ini pula kami mencoba melatihnya berpuasa. Awalnya kami mengiming-iminginya dengan “hadiah”. Jika puasa setengah hari akan diberi Rp500, tetapi jika bisa puasa penuh hingga beduk magrib, maka dia akan mendapat Rp2.000.
Berbeda dengan anak-anak lain yang bila mendapatkan uang jajan akan langsung ke warung, Arfan hanya senang mendapatkan “hadiah”nya karena dia bisa mengisi tabungan kalengnya. Ya, tabungan yang dibuat dari kaleng bekas wafer cokelat.
Tibalah hari pertama puasa. Tantangan terberatnya adalah membangunkan sahur. Sangat sulit membuatnya terjaga dan langsung menyuruhnya makan. Alih-alih dia makan sahur, Arfan malah rewel, mengambek, lalu kembali tidur. Kami (aku dan suami) memutuskan untuk tidak memaksa Arfan sahur. Akan tetapi, ketika pagi tiba, putraku itu tidak mau makan karena sudah bertekad akan puasa demi mendapatkan “hadiah”.
Arfan tetap berpuasa hingga zuhur tiba. Kami sangat cemas terhadap kondisi perutnya yang masih kosong. Kami membujuk sang buah hati untuk berbuka dan hanya puasa setengah hari. Namun, dia kembali rewel dan mengambek karena jika hanya setengah hari, maka dia tidak bisa mendapatkan Rp2.000.
Arfan tetap berpuasa padahal dia sudah mengeluhkan perutnya yang terasa sakit. Dia tiduran sambil memegangi perutnya, berguling-guling, menungging, dan meringis. Kami semakin khawatir dan takut kalau lambung yang ada di dalam perut kecilnya itu mengalami maag. Akhirnya kami mencoba menjelaskan tujuan sebenarnya berpuasa. Kami katakan pada si kecil bahwa kita semua berpuasa bukan karena mengharapkan hadiah, tetapi karena cinta pada Allah. Allah sudah menyayangi Arfan, maka seharusnya Arfan juga menyayangi Allah. Arfan tampaknya mengerti, dia lalu meminta untuk makan.
Memberi Pengertian kepada Anak
Hari-hari berikutnya, Arfan sudah tidak mempermasalahkan hadiahnya tersebut. Akan tetapi, karena putraku itu masih sulit dibangunkan untuk sahur, kami mengubah strategi. Arfan sahur kapan saja dia bangun. Misalnya dia bangun pukul 07.00, maka setelah mandi dia langsung sahur. Kemudian, dia akan berpuasa hingga zuhur. Namun, ketika zuhur Arfan menolak makan karena katanya dia sedang berpuasa. Padahal dia habis bermain sepeda dan lari-larian dengan temannya. Dia juga mengeluhkan haus dan sakit perut.
Kami kembali memutar otak. Berusaha melatih puasa dengan tetap menjaga kesehatannya. Strategi berikutnya ini cukup berhasil dan dilaksanakan hingga hari ini (puasa ke-22). Apa strateginya? Jadi, Arfan makan sahur segera setelah bangun tidur, setelah itu berpuasa hingga zuhur. Saat zuhur dia akan minum segelas susu, lalu lanjut berpuasa hingga magrib.
Meskipun memberi kelonggaran pada latihan puasanya, kami tetap memberi pengertian bahwa puasa yang sebenarnya tidak boleh seperti puasa yang dia lakukan. Mulai tahun depan Arfan harus mulai belajar berpuasa seperti ayah dan bundanya. Dia pun harus mau makan sahur di waktu sahur yang telah ditentukan.
Semoga mulai tahun depan Arfan bisa berpuasa dengan baik dan benar. Semangat, ya, Nak. Kami yakin kamu pasti bisa!
#ElevateWomen