Fimela.com, Jakarta Selalu ada cerita, pengalaman, dan kesan tersendiri yang dirasakan tiap kali bulan Ramadan datang. Bahkan ada kisah-kisah yang tak pernah terlupakan karena terjadi pada bulan suci ini. Tiap orang pun punya cara sendiri dalam memaknai bulan Ramadan. Tulisan kiriman Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Berbagi Cerita tentang Indahnya Ramadan di Share Your Stories Bulan April ini pun menghadirkan makna dan pelajaran tersendiri.
***
Oleh : Iis Hasjim
Waktu itu bulan suci Ramadan jatuh pada awal Februari, di mana hujan turun sedang deras-derasnya. Ada rasa senang ketika hujan turun, karena hawa menjadi sejuk baik di luar maupun di dalam rumah, tak perlu menyalakan AC atau kipas angin. Namun ada juga rasa was was yang tumbuh. Kekhawatiran akan datangnya banjir membayangi orang-orang di lingkungan kami yang sedang berpuasa.
Lingkungan rumah orangtuaku kerap terkena banjir, meskipun tidak separah wilayah-wilayah lain. Namun, tetap saja banjir memberi dampak yang cukup merepotkan dan merugikan. Rumah kami sendiri tidak terkena banjir karena agak tinggi dari rumah-rumah di sekitar kami. Rumah kami juga cukup besar dan mempunyai dua lantai. Banyak bersyukur, itulah yang kami panjatkan kepada-Nya setiap kali menyaksikan banjir di lingkungan sekitar.
Teladan dari Bapak
Akhirnya datanglah banjir yang dikhawatirkan. Mula mula hanya semata kaki lalu naik dan naik lagi sampai sepaha orang dewasa tingginya. Melihat itu bapakku mengambil inisiatif mengajak keluarga di kanan dan kiri kami yang terkena banjir untuk mengungsi di rumah kami.
Dengan bergotong royong kami membersihkan ruang garasi yang masih menyisakan area yang cukup untuk tidur, menyingkirkan benda-benda yang bisa ditumpuk sehingga ruang terasa lebih lega. Dua keluarga kecil bisa tertampung di garasi tersebut. Ada juga yang menggelar karpet di ruang tamu dan tidur di sofa. Keluarga kami sendiri tidur di kamar agak umpel-umpelan.
Untuk urusan logistik aku dan adikku berbelanja sembako dan sayur mayur menggunakan mobil tua kami yang masih bisa menembus banjir. Setiap sore kami masak bersama untuk berbuka. Di waktu sahur kami masak lagi atau menghangatkan lauk sisa berbuka.
Kami memasak masakan yang simpel namun bergizi seperti sayur sop dan telur balado. Kami bersantap buka dan sahur bersama-sama, kadang-kadang diselingi canda tawa. Betapa nikmatnya kebersamaan yang kami rasakan pada saat itu.
What's On Fimela
powered by
Semua Harta Ini Hanya Titipan
Pernah ada peristiwa yang lucu. Waktu itu saat sahur kami memasak air satu panci besar untuk minum karena persediaan air galon habis. Akhirnya air yang telah direbus di panci tersebut kami dinginkan sambil mengobrol. Setelah air agak dingin apa yang terjadi? Seorang anak balita dari anak tetangga kami yang mengungsi menceburkan diri ke dalam panci. Byur! Dengan wajah polos anak kecil itu tertawa-tawa senang. Kami pun tertawa sambil sedikit mendongkol karena tidak bisa minum lagi. Jadilah puasa hari itu kami tidak minum saat sahur. Tetapi karena niat yang kuat maka puasa berjalan lancar.
Di hari ketiga air pun surut. Para tetangga yang mengungsi mulai pamit untuk pulang ke rumah masing-masing diiringi ucapan terima kasih. Aku ingat bapakku yang bersarung, berkaus oblong dan peci melepas mereka dengan senyum bahagia.
Bapakku telah berpulang. Namun, kenangan dan ajaran yang sering dicontohkannya masih berbekas pada kami anak-anaknya. Bapak suka membantu orang dengan apa yang beliau punyai. Mobil sesekali dipakai untuk tetangga yang sedang membutuhkan, begitu pula rumah yang dengan suka rela disediakan sebagai tempat mengungsi.
Kata bapak, kalau kita diberi harta oleh Allah harus punya manfaat juga untuk sekitar karena semua adalah hanya titipan. Kami anak-anaknya di berbagai kesempatan ingin selalu berbuat seperti apa yang bapak contohkan. Semoga kami bisa senantiasa mengikuti jejak bapak, bisa bermanfaat buat sesama manusia.
#ElevateWomen