Fimela.com, Jakarta Dalam Webinar Kelir Betawi yang diselenggarakan pada 28 April, kali ini mengusung tema Kelir Betawi: Yang Lebaran, Yang Tak Populer. Kelir Betawi ini adalah lanjutan dari Kelir Betawi pertama yang diselenggarakan pada Agustus tahun lalu. Acara yang diselenggarakan oleh Aksara Pangan ini bekerja sama Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, dan Lembaga Kebudayaan Betawi.
Kelir Betawi kedua ini mengundang tiga narasumber, yakni Ibu Maharani (praktisi kuliner, dewan pakar Persatuan Wanita Betawi), Ibu Cucu Sulaicha (praktisi kuliner, dewan pakar Persatuan Wanita Betawi) dan Bapak Yahya Andi Saputra (budayawan Betawi, Lembaga Kebudayaan Betawi). Serta acara ini dibawakan langsung oleh Tuan Rumah Aksara Pangan, Pepy Nasution.
Acara ini bertujuan untuk mengenalkan beberapa kuliner lebaran khas Betawi dan kuliner yang tak populer lainnya serta beberapa kebiasan orang Betawi zaman dulu. Dengan harapan agar peserta yang hadir dapat menyerap informasi sebanyak mungkin dan dapat menyebarkannya kepada masyarakat umum, sehingga penerusan pengetahuan gastronomi Indonesia terus berlanjut.
Menurut salah satu narasumber, Bapak Yahya Andi Saputra, beliau menjelaskan terlebih dahulu tentang sejarah singkat pekembangan kuliner Betawi pra kemerdekaan, khususnya pada masa Batavia dari tahun 1916-1945. Pada masa ini banyak terjadi perpaduan kuliner lokal yang dipengaruhi oleh kuliner luar, seperti India, Tionghoa dan Korea (Timur-Timur), kemudian Belanda, Inggris dan Portugis (Timur-Barat). Ada pun dari sisi internal juga mengadopsi beberapa masakan dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan seterusnya.
Makanan, khususnya dalam masyarakat Betawi dan secara umum di Indonesia tidak hanya tentang pemenuhuan kebutuhan, tetapi juga ada dorongan mistis, agama, sosial, waktu, kondisi, usia dan sebagainya. Sehingga hal ini berpengaruh pada konteks makanan tersebut. Misalnya, ada sajian khusus untuk lebaran, makanan khusus untuk ritual tertentu dan ada makanan yang khusus untuk anak kecil dan orang dewasa dan seterusnya. Dan inilah yang secara turun-temurun diwariskan hingga saat ini.
Nah, dari sejarah panjang tersebut lahirlah berbagai kuliner khas Betawi yang ada hingga saat ini, tetapi beberapa di antaranya ada yang mulai langka. Beberapa kuliner khas Betawi yang mulai langka ini secara spesifik disampaikan oleh Ibu Maharani dan Ibu Cucu Sulaicha.
1. Setup Tape
Setup ini berasal dari Bahasa Belanda, yakni ‘Stoof’ yang berarti memasak menggunakan sedikit air. Jika pada zaman dahulu, orang Belanda membuat stoof hanya menggunakan air, gula dan garam dengan campuran buah-buahan.
Kemudian masyarakat Betawi mengimprovisasi makanan tersebut dengan menambahkan santan dan rempah di dalamnya agar sesuai dengan lidah masyarakat Betawi. Kemudian isiannya juga diganti dengan tape, talas atau singkong. Hal ini juga dilakukan untuk mendukung program pemerintah dalam mengganti makanan pokok beras dengan yang lain, karena kurangnya ketersediaan pangan pada masa itu.
Cara membuat Setup Tape ini cukup sederhana, yakni dengan mencampur air, santan, gula, garam, daun pandan, daun jeruk, kayu manis, jahe dan cengkeh. Kemudian dimasak dengan api kecil dan jangan lupa terus diaduk agar santannya tidak pecah. Setelah mendidih, baru dimasukkan tape ke dalamnya.
2. Bubur Jali Betawi
Bubur Jali Betawi juga menjadi hidangan saat buka puasa, bahan utamanya terbuat dari biji jali/ hanjeli/ enjelai/ jelai atau nama latinnya Coix lacryma-jobi. Merupakan tumbuhan biji-bijian tropika dari suku padi-padian (sereal). Tanaman asli Asia Tenggara yang kemudian menyebar dan dikembangkan di daratan Cina Utara dan India. Biji jali ini ada dua macam, ada yang bisa dimakan, seperti bahan pokok Bubur Jali Betawi dan ada jenis yang tidak bisa dimakan, biasanya dijadikan sebagai mainan anak-anak.
Cara membuat Bubur Jali ini mirip dengan cara membuat bubur kacang hijau. Yakni dengan memasak biji jali terlebih dahulu menggunakan air hingga empuk. Kemudian kuahnya dibuat dengan campuran santan, gula merah dan daun pandan.
3. Bubur Ase
Bubur Ase ini sebenarnya tidak menjadi kebiasan untuk buka puasa dan biasanya kuliner ini banyak dijual oleh orang-orang Tionghoa. Bubur Ase ini merupakan perpaduan dari bubur, asinan dan semur. Ciri khas bubur ini terletak pada kuah ase, yakni kuah semur yang encer dan kecapnya tak terlalu banyak. Proses pembuatannya pun sama seperti semur tapi tidak menggunakan rempah, merica dan kayu manis yang terlalu banyak, bahkan terasa sekali seperti semur biasa.
4. Sayur Besan
Biasanya hidangan ini digunakan untuk menerima tamu besan, adanya di daerah Jakarta Selatan, Ciputat sampai Parung dan tidak ditemui di daerah Jakarta lainnya. Dan tradisi masyarakat ini tidak hanya pada waktu pernikahan saja.
Cara memasak sayur besan ini mirip dengan cara memasak sayur lodeh. Bahan utama sayur besan adalah terubuk/ tebu telur/ bunga tebu (Saccharum edule Hasskarl) dan bahan lainnya, seperti jagung muda, soun/bihun jagung, labu siam, wortel, kembang kol, kentang, santan kelapa, daun salam, pepaya pere, dan daun bawang. Dengan bumbu, bawang merah & putih, tomat, cabai merah, serai, terasi & ebi, jahe, lengkuas, gula aren dan garam.
Agar lebih nikmat, sayur besan disajikan dengan telur dadar gulung, oseng daun pepaya campur ikan teri, sambal lalap, terubuk telur sambal goreng udang, dan ikan mujair goreng.
5. Sayur Sambel Godok
Menurut Oma Cucu (Ibu Cucu Sulaicha), Sayur Sambel Godok ini adalah adalah lontong sayur Betawi yang sebenarnya dan biasa disajikan pada saat lebaran. Ciri khasnya ialah adanya bahan seperti ketupat, kacang panjang, petai, daging tetelan, ebi, terasi, irisan tempe, dan pepaya pere. Dengan menu pendamping wajib: semur Betawi, ayam goreng, Sambel Goreng Ati ampela, kentang & bubuk kelapa gonseng (pakai udang kering).
Nah, itulah beberapa sajian lebaran dan kuliner tak populer lainnya yang merupakan khas Betawi. Agar kuliner ini tak termakan waktu dan hanya meninggalkan sejarah. Mayarakat harus menumbuhkan kesadaran untuk menjaga pentingnya eksistensi kuliner langka ini, misalnya dengan menyediakan atau membuatnya di rumah, mengurangi konsumsi makanan dari luar, dan melakukan kreatifitas misalnya dengan memberi imporivasi pada kuliner tradisional agar sesuai dengan selera masyarakat zaman sekarang.
#ElevateWomen