Fimela.com, Jakarta Tammy Rabideau belum tidur, jadi ia tidak bisa bilang ia bangun. Tapi ia ada di sana, di kamar hotel, ia melihat dirinya terbaring di tempat tidur dengan kaki menjuntai ke tepi ranjang.
Di sebelah kanan Tammy ada seorang pria yang berdiri dengan celananya yang terlepas, penis di satu tangan, sedangkan ia membelai payudara Tammy dengan tangan lainnya. Tammy tidak merasakan apapun, tapi ia melihat semuanya, seolah-olah ia sedang menonton diri sendiri dalam film, sedang mengalami pelecehan.
"Turunkan celananya," kata pria di sebelah kanannya memberi perintah kepada pria di sebelah kiri Tammy. Ia tidak bisa bergerak atau berbicara.
Beberapa jam sebelumnya, Tammy menari di Flashback, sebuah klub malam di Hotel Marriot di Madison, Wisconsin. Walaupun Tammy suka menari, ia jarang keluar rumah.
Sebagai seorang ibu tunggal dan satu-satunya orangtua bagi putrinya yang berusia 10 tahun, prioritasnya hanya berkisar pada putrinya. Sabtu malam yang normal, ia akan menonton film bersama putrinya, namun di malam tersebut, Tammy mendapati dirinya sendirian setelah putrinya menerima undangan untuk menginap di rumah ibunya.
Setelah menelepon temannya Shannon, mereka memutuskan bertemu di kota setelah jam 10 malam, setelah Tammy selesai bekerja. Ia mengenakan blus sutra berwarna mawar dari lemari dan memasangkannya dengan celana ketat berpotongan ramping, serta sepatu hak tinggi berwarna krem.
Tammy menuangkan segelas anggur untuk dirinya sendiri, mengeriting rambut pirang bobnya, dan merias dirinya sendiri sebelum naik taksi menuju Flashback. Flashback adalah klub malam kecil yang semakin populer setelah beberapa klub dansa lain di Madison tutup.
Flashback lebih banyak menarik pengunjung bisnis profesional, berusia 25 tahun ke atas. Sampai di Flashback, Tammy menunggu Shannon hingga setengah jam kemudian ia merasa tidak nyaman duduk sendirian dan menelepon Shannon.
What's On Fimela
powered by
Kejadian yang tidak akan pernah dilupakan dan disesali oleh Tammy seumur hidupnya
Ternyata, Shannon tidak bisa meninggalkan pekerjaannya malam itu. Tammy yang merasa kecewa memutuskan untuk minum sekali lagi dan memanggil taksi yang akan mengantarnya pulang.
Saat Tammy memesan minuman lagi, seorang pria memintanya untuk menari. Mereka menari dan setelah itu, ia memperkenalkan Tammy kepada dua temannya, yang semuanya berasal dari Prancis dan bermain sepak bola semi profesional.
Mereka adalah pria-pria yang ramah, lucu, dan berhasil membuat percakapan yang menarik. Ketika Tammy memberi tahu mereka bahwa temannya tidak muncul dan ia akan segera pergi, mereka menahan Tammy untuk minum sekali lagi.
Tammy hanya senang ia tidak lagi duduk sendirian di bar dan terlihat putus asa. Sebelum disadari, Tammy telah berada di sana hingga jam 2 pagi.
Ketika akan pulang, para pria tersebut menawari Tammy untuk mencari taksi dari kamar mereka dan minum sambil menunggu, keputusan yang akan disesali Tammy selamanya. 15 menit kemudian, perasaan mabuk dan kelelahan yang teramat sangat melanda dirinya.
Penglihatannya kabur dan Tammy tahu ada yang tidak beres, ia merangkak untuk mencapai pintu. Beberapa jam kemudian, Tammy bangun dengan kemejanya yang diikat di bagian bawah, tapi tidak menutupi bagian atas tubuhnya.
Pakaian dalamnya dipelintir dan hanya ditarik setengahnya, 2 pria berbaring tidur di tempat tidur, sedangkan yang ketiga hilang. Tammy mengambil dompetnya, cepat-cepat meninggalkan kamar dan berjalan ke meja depan untuk memanggil taksi.
Secara fisik, ia gemetar, namun tidak tahu persis apa yang telah terjadi. Sesampainya di rumah, Tammy mandi dan memeriksa pakaiannya, mencoba mengumpulkan ingatannya kembali.
Setelah 15 tahun kemudian, Tammy masih menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi
Ia marah kepada dirinya sendiri, ia merasa dipermalukan. Tammy memutuskan untuk tidak memberi tahu siapapun tentang apa yang telah terjadi dan berniat menghapus ingatan tersebut.
Selama beberapa bulan berikutnya, rasa malu mengambil alih hidupnya, ia merasa kotor, buruk, dan hancur. Tammy mencari seorang terapis, tapi selama janji temu, ia hanya berjuang menceritakan apa yang telah terjadi, khawatir apa yang akan orang tersebut pikirkan tentang dirinya.
Sejak saat itu, Tammy menjadi sangat waspada ketika ia pergi keluar untuk memastikan ia tidak pernah memberikan pesan yang salah kepada siapapun. Tammy jarang berkencan dan tetap melajang selama 3 tahun berikutnya, ia merasa tidak berharga dan tidak mempercayai pria.
Ia mulai meneliti kekerasan seksual, termasuk serangan seksual yang diinduksi oleh obat-obatan, mencoba memahami efeknya. Tammy membaca tentang rasa bersalah dan malu yang dialami banyak perempuan, perasaan yang dalam banyak hal mencerminkan perasaannya sendiri.
Di satu tingkat, ia tahu ia telah dilanggar, tapi ia melewatinya dengan keadaan terpaku pada kesalahan yang ia lakukan, mengapa ia minum terlalu banyak alkohol, mengapa ia berpakaian terlalu seksi, mengapa ia memberi pesan menggoda dengan bersikap terlalu ramah, dan daftarnya terus bertambah. Sekarang sudah 15 tahun sejak malam di hotel itu, Tammy masih tetap menemui terapis, namun ia mengetahui bahwa ia tidak harus terus merasa sebagai korban.
Tammy masih berharap ia membuat keputusan yang berbeda malam itu. Beberapa minggu lalu, ia berbicara dengan seorang perempuan yang telah dianiaya berat oleh pasangannya selama 7 tahun, perempuan itu memberi tahu Tammy apa yang telah diperbuatnya untuk membuat pasangannya marah dan kasar padanya.
Lalu, Tammy mendengar dirinya sendiri berkata kepada diri sendiri bahwa apapun yang dilakukannya saat itu, ia tidak pantas mendapatkan apa yang terjadi malam itu. Tidak pernah, karena itu bukan salahnya.
#Elevate Women