Suaminya Tertembak saat Terjebak Demo di Jalan dan Mengubah Hidup Perempuan Ini

Annissa Wulan diperbarui 20 Apr 2021, 07:30 WIB

Fimela.com, Jakarta Colleen Dilthey Thomas mendapat telepon yang tidak akan pernah dilupakannya pada tanggal 14 Oktober 2019, jam 3 sore. Suaminya Scott telah ditembak dan cuma itu yang ia tahu.

Colleen diberi nama rumah sakit, tapi bukan kondisinya. Ia tahu apakah suaminya hidup atau mati, yang ia tahu bahwa dunianya langsung runtuh.

Detailnya tidak jelas. Anak-anaknya berada di dalam mobil bersama suaminya ketika ia ditembak, namun Colleen yakin mereka baik-baik saja.

Colleen menelepon ibunya dan mengirimkan perkiraan lokasi untuk menjemput anak-anaknya, ketika yang ia dengar dari petugas hanya kata 'pistol' dan 'tembakan.' Colleen merasakan kepanikan mutlak.

Ketika ia sampai di rumah sakit, Colleen berlari lebih cepat sambil berteriak "Suamiku! Suamiku tertembak!" Colleen menangis saat memasuki unit gawat darurat, dengan cepat diantar ke aula menuju sebuah ruangan yang dijaga ketat oleh polisi.

 

 

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Colleen merasakan perubahan signifikan pada dirinya yang memengaruhi kehidupan di sekitarnya

Colleen mendapati suaminya selamat dari penembakan di tengah demo jalanan, namun ini mengubah hidupnya secara drastis, simak di sini kisah Colleen.

Suaminya baik-baik saja, bahkan tertawa melihat Colleen datang. Saat itu, Colleen menjadi sangat marah, bahkan tidak bisa memaksa diri untuk bicara.

Colleen menatap suaminya, ia ditutupi perban, ada darah di tempat tidur, dan ia dihubungkan ke monitor dan mesin. Namun, ia benar-benar baik-baik saja, peluru yang mengenainya tidak menyebabkan luka yang mengancam jiwa dan ia bisa meninggalkan rumah sakit malam itu.

Panggilan telepon dan SMS mengalir dari keluarga dan teman mereka. Beberapa hari berikutnya sangat menyedihkan, serangan itu menjadi pembicaraan di kota, bahkan menjadi berita nasional.

Scott meninggalkan kota dalam perjalanan bisnis hanya beberapa hari kemudian dan Colleen ditinggalkan di rumah sendirian dengan 4 anak. Ia sendirian dengan pikirannya, ketakutannya bahwa penembak suaminya yang dipenjara tiba-tiba bebas.

Colleen berkata pada dirinya sendiri bahwa ia harus menyimpan ketakutannya untuk diri sendiri, sebaik mungkin. Ia memiliki 4 anak yang membutuhkan ibu yang kuat untuk melindungi mereka.

Sejak hari penembakan suaminya, Colleen terobsesi dengan kematian, ia terus memikirkannya dan semua hal bisa memicu dirinya. Colleen biasanya tidur nyenyak, sekarang kecuali ia meminum melatonin, ia tidak tidur sama sekali.

3 dari 3 halaman

Colleen menyadari bahwa dirinya harus bersyukur suaminya masih hidup

Colleen mendapati suaminya selamat dari penembakan di tengah demo jalanan, namun ini mengubah hidupnya secara drastis, simak di sini kisah Colleen.

Sebaliknya, ia mengawasi Scott sepanjang malam, jika suaminya itu berhenti mendengkur, Colleen akan panik. Ini melelahkan secara fisik dan emosional.

Kecemasannya ini memengaruhi pernikahannya, mereka sering berselisih paham. Beberapa minggu setelah penembakan, kesedihan, kemarahan, dan kecemasannya menjadi begitu kuat, sehingga Colleen harus mulai menemui terapis.

Colleen masih berusaha menyembuhkan dirinya, masih ada hari-hari di mana ia tidak hanya membenci si penembak, tapi juga membenci suaminya. Colleen ingin Scott tahu kedalaman cintanya dan kehampaan intens yang akan dirasakannya jika ia meninggal hari itu.

PTSD yang Colleen alami telah menyebabkan perubahan paradigma yang mendalam di rumahnya. Ketika kamu hampir kehilangan seseorang yang kamu cintai, itu akan benar-benar membuat kamu menghargai hal-hal kecil, Colleen benar-benar menantikan Scott pulang setelah perjalanan bisnis, bahkan tidak keberatan jika sesekali ia tersandung sepatu suaminya.

Scott mengenakan kaus Superman saat ia ditembak, sama seperti pahlawan super, peluru tidak membunuhnya dan itulah yang harus ia ingat terus menerus. Scott lolos dari kematian, ia masih hidup, dan Colleen harus bersyukur.

#Elevate Women