Pilunya Jalani Ramadan Kala Itu ketika Orangtua Baru Bercerai

Endah Wijayanti diperbarui 17 Apr 2021, 08:45 WIB

Fimela.com, Jakarta Selalu ada cerita, pengalaman, dan kesan tersendiri yang dirasakan tiap kali bulan Ramadan datang. Bahkan ada kisah-kisah yang tak pernah terlupakan karena terjadi pada bulan suci ini. Tiap orang pun punya cara sendiri dalam memaknai bulan Ramadan. Tulisan kiriman Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Berbagi Cerita tentang Indahnya Ramadan di Share Your Stories Bulan April ini pun menghadirkan makna dan pelajaran tersendiri.

***

Oleh:  C

Saya adalah anak pertama dari tiga bersaudara di keluarga saya. Kebahagiaan saya di masa kecil tidak berlangsung lama karena tepat di kelas 5 SD saya harus dihadapkan pada sebuah perceraian orangtua. Papa dan mama bercerai yang saya sendiri tidak tahu pasti di balik perceraiannya. Masing-masing membela diri dengan alasan masing-masing. 

Singkat cerita, saya dan adik-adik saya memutuskan tinggal sama papa. Tahun-tahun di awal keretakan ini sangatlah berat bagi kami dikarenakan saya pun masih kecil dan adik saya pun juga belum bersekolah pada saat itu.

Tentu dengan masuknya bulan Ramadan pada tahun yang sangat berat ini membuat kebingungan. Sedikit hambar rasanya menjalankan bulan puasa pasa saat itu. Saat sahur kami hanya makan seadanya dikarenakan kami juga bukan orang yang berekonomi cukup. Saya yang masih kecil mau tak mau dituntut untuk bisa menggoreng telur terkadang juga memasak mi instan. Menu ini adalah menu andalan di keluarga saya bahkan diluar bulan puasa kami sering memasak menu ini.

 

2 dari 2 halaman

Pengalaman yang Tak Terlupakan

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/id/g/airdone

Terkadang dalam sebulan menjalani puasa sebagian hari kami tidak sahur dikarenakan kami ketiduran. Iya maklum saja kami masih kecil karena tak ada yang membangunkan karena bapak juga kerja ada shift malamnya jadi kami tidur hanya bertiga saat bapak kerja shift malam. Begitu juga dengan waktunya berbuka puasa jangan berharap ada yang manis manis dan segar. Di hidangan buka puasa cuma ada air putih dan nasi yang segara kami makan.

Sesekali ada yang manis itu ya cuma teh manis dan itu dibuatkan bapak kalau bapak pas di rumah tapi kadang kadang kami menerima menu gorengan atau kue-kue dari tetangga itu senangnya bukan kepalang. Iya kalau pada masa itu ya itu adalah keadaan paling berat untuk dijalani. Semua serba mandiri dan serba berkecukupan. Saya sendiri tidak pernah merengek kepada bapak untuk dibelikan menu buka puasa yang enak enak. Mungkin pada saat itu saya sudah mengerti apa yang sedang terjadi dan saya juga sudah memahami keadaan. 

Dan hal tersebut kini hanyalah kenangan dikarenakan saat ini saya sudah beranjak dewasa dan saya sedang duduk di bangku kuliah dan dibiayai oleh mama saya. Mama saya dulunya setelah bercerai pergi merantau ke luar negeri. Jadi dapat dipahami kami ini dalam keadaan yang sangat bingung waktu itu. Dan saat ini juga mama saya punya suami baru dan keadaan keuangan mama saya juga buruk dikarenakan pandemi ini dan suami nya tidak bekerja. Namun, keuangan bapak saya stabil dibandingkan yang dulu karena bapak sekarang selalu mencari uang tambahan.

Sehingga saat ini saya tidak lagi merasakan suasana Ramadan seperti dulu. Semuanya tinggal kenangan. Tidak semua kenangan itu manis. Ada pula yang pahit. Tapi tidak pula harus kecewa dengan keadaaan yang pernah terjadi karena itu semua di luar kendali kita. Bulan Ramadan adalah bulan yang berkah apa pun keadaannya semua pasti membawa keberkahan. Aamiin.

#ElevateWomen