Perempuan Ini Ceritakan Bagaimana Keluarganya Hancur ketika Sang Ibu Mengaku Lesbian

Annissa Wulan diperbarui 19 Apr 2021, 09:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Melissa Hart mendapati ibunya meninggalkan sang ayah dan mengakui dirinya sebagai seorang lesbian. Saat itu tahun 1979, enam tahun sebelumnya, Diagnostic and Statistical Manual telah menghapuskan homoseksualitas dari daftar penyakit mental, namun psikolog yang bertugas mengevaluasi setiap anggota keluarga Melissa tampaknya tidak pernah mengetahuinya.

Psikolog tersebut menuduh ibunya berperilaku menyimpang dan menganjurkan agar Melissa dan saudara-saudaranya dikeluarkan dari rencana perawatannya. Dengan latar belakang senang ke gereja dan penghasilan yang mencukupi, hakim memberi ayah Melissa hak asuh penuh.

Melissa dan saudara-saudaranya diizinkan mengunjungi ibunya hanya 2 kali di akhir pekan dalam sebulan, ditambah 1 bulan di musim panas. Melissa banyak memikirkan masa kecilnya akhir-akhir ini, khususnya setelah Vatikan melarang para pendeta memberkati pernikahan sesama jenis awal bulan ini.

Keputusan tersebut menggunakan kata-kata seperti terlarang dan dosa, kata-kata yang membakar otak Melissa, 32 tahun yang lalu, ketika ia duduk di ruang sidang dan seorang hakim mengatakan kepadanya bahwa ia tidak dapat lagi tinggal dengan perempuan yang bukan saja pengasuh, namun juga sahabat, dan orang kepercayaan Melissa sendiri. Situasi ini tidak unik, ribuan orangtua gay dan lesbian kehilangan hak asuh atas anak-anak mereka pada tahun 1970an dan awal 1980an.

Kisah Melissa sendiri pernah akan muncul di film, para pembuatnya mengundang ibunya untuk mengungkapkan kebenaran di depan kamera, namun karena merasa malu, ia menolaknya. Di tahun 1979, ibunya tidak tahu tentang kelompok aktivis yang berbasis di Seattle, mereka berperan penting dalam membantu lesbian mempertahankan hak asuh anak-anak mereka.

Ibunya tidak pernah membayangkan ayah Melissa yang marah akan menuntut hak asuh. Ia tidak dapat membayangkan bahwa mengakui dirinya sebagai seorang lesbian akan membahayakan anak-anaknya.

 

 

2 dari 3 halaman

Hidup ibunya hancur segera setelah ia mengaku sebagai lesbian

Melissa Hart menjadi saksi ketidakadilan hidup ibunya yang hancur setelah ia mengaku sebagai lesbian.

Ibu Melissa hampir bunuh diri. Baginya, kunjungan Melissa dan saudara-saudaranya 2 minggu dalam sebulan, selama kurang dari 48 jam setiap kali, justru mengoyak lukanya berulang kali.

Kakek dan nenek Melissa meminjamkan uang mereka agar ibunya bisa membeli rumah yang sederhana. Lalu, ia menemukan pekerjaan sebagai pengulas buku dan editor di sebuah surat kabar kecil.

Melissa sendiri berjuang melawan kombinasi antara depresi dan kecemasan yang mengikutinya sampai hari ini, kondisi mentalnya rapuh, yang ditanganinya dengan diet, lari jarak jauh, dan pengobatan. Melissa bertanya-tanya berapa banyak orangtua yang akhirnya tidak berani mengungkapkan jati diri mereka, karena takut akan memengaruhi kehidupan orang yang mereka cintai?

Awal tahun ini, putri Melissa yang baru berusia 14 tahun dengan bangga memberitahu Melissa bahwa ia adalah panseksual. Sekitar waktu yang sama, beberapa temannya yang lain menjadi biseksual atau gay atau transgender.

Orang tua mereka menanggapi dengan berbagai tingkat penerimaan atau kebingungan atau amarah. Bagaimana dengan anak-anak ini yang belum menemukan komunitas yang mendukung atau mereka terlalu takut untuk mencari?

Konsekuensi mental dan fisik dapat menghancurkan dan tidak hanya bagi mereka, namun juga bagi banyak orang dalam hidup mereka. Saat itu, ibu Melissa mengaku lesbian hanya kepada anggota keluarga dan beberapa temannya yang sangat dekat.

3 dari 3 halaman

Melissa Hart tidak akan berhenti berjuang untuk ibunya, walaupun ia telah meninggal

Melissa Hart menjadi saksi ketidakadilan hidup ibunya yang hancur setelah ia mengaku sebagai lesbian.

Ketika akhirnya, ibunya dan kekasih perempuannya diizinkan menikah, mereka melakukannya secara diam-diam dan hanya memberi tahu Melissa dan saudaranya, itupun setahun setelah upacara di gedung pengadilan. Tidak lama kemudian, sang ibu sekarat kareka kanker ovarium, insomnia kronis, kecemasan, dan depresi.

Ia juga berjuang dengan kelainan makan yang akhirnya menyebabkan obesitas. Ibu Melissa juga berhasil memperoleh gelar sarjana dan pascasarjana, mengelola sebuah rumah kelompok untuk orang dewasa yang cacat intelektual, dan berhasil menemukan dirinya sendiri setelah pensiun sebagai novelis misteri dan jurnalis majalah lepas.

Hidupnya, sama seperti kehidupan kita semua, kompleks dan penuh dengan baik dan buruknya, namun trauma yang ia alami setelah mengakui dirinya sebagai lesbian telah mewarnai begitu banyak caranya untuk hidup. Perjalanan ini masih panjang, masih terlalu banyak orang yang ingin mencegah kaum LGBTQ diperlakukan sama.

Ibu Melissa telah meninggal selama 2 tahun, namun ia tidak akan pernah berhenti memperjuangkan haknya untuk mencintai orang yang ingin ia cintai dan untuk menikah dengan orang yang ingin ia nikahi. Melissa melawan bahasa intoleransi dengan pengalaman hidupnya sendiri, mengingat bahwa homofobia hampir menghancurkan kehidupan ibunya.

Sekarang Melissa akan memastikan bahwa orang-orang seperti ibunya dapat menemukan kemauan dan kekuatan untuk bertahan, menjalani kehidupan yang mereka inginkan dan pantas dijalani. Bagaimana menurutmu?

#Elevate Women