Fimela.com, Jakarta Cancer Information and Support Center Association (CISC) mengajak masyarakat untuk deteksi dini kanker usus besar (kolorektal), agar tidak terlambat ditangani untuk meningkatkan keberhasilan pengobatan dan penyembuhan. Upaya ini dilakukan dalam rangka memperingati "Bulan Kesadaran Kanker Kolorektal" yang jatuh pada bulan Maret.
Kanker kolorektal merupakan salah satu jenis kanker dengan kasus terbanyak di dunia. Di Indonesia sendiri telah menunjukan adanya peningkatan kasus yang siginfikan baik pada pria maupun perempuan. Melalui data yang dikumpulkan oleh Globocan pada tahun 2020, kanker kolorektal mendominasi 12,4 % kasus kanker di dunia, dengan 17.368 kasus di Indonesia yang membuat kanker ini menempati urutan ke-6 sebagai jenis kanker dengan penderita terbanyak.
Umumnya, kanker ini hanya menyerang orang dewasa atau yang lebih tua. Namun tidak menutup kemungkinan pula, kanker tersebut dapat menyerang segala usia.
Gejala kanker kolorektal
Meskipun angka kematian kanker kolorektal hanya 4,0 persen, namun di Indonesia masih banyak masyarakat yang tidak menghiraukan penyakit ini karena gejala awalnya sendiri yang sulit terdeteksi. Beberapa gejala kanker tersebut di antaranya, perubahan kebiasaan BAB secara terus menerus, adanya darah pada tinja, sering merasa kelelahan, perut terasa tidak nyaman seperti kram gas atau nyeri, anemia, hingga penurunan berat badan.
Jika terlambat ditangani, kemungkinan pasien mengalami stadium lanjut lebih besar, yang pada akhirnya membuat proses penyembuhan dan pengobatan menjadi lebih sulit, lebih mahal, dan tingkat keberhasilan pengobatan lebih rendah.
Untuk mencegah hal tersebut, Dr. dr. Wifanto Saditya Jeo, SpB-KBD, dokter spesialis bedah konsultan bedah digestif, menganjurkan masyarakat agar melakukan deteksi dini.
“Pemeriksaan dini dan skrining usus besar ketika mulai mengalami gejala sangat disarankan, agar bisa ditangani pada tahap awal dan untuk mencegah kemungkinan kondisi memburuk. Untuk itu jangan takut diperiksa, kami para dokter siap untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi sehubungan dengan usus besar ini.” kata Wifanto dalam webinar yang bertajuk “Kanker Usus Besar & Vaksin COVID-19” Sabtu, (13/3).
Sependapat dengan Wifanto, dr. Nadia Ayu Mulansari, SpPD, K-HOM, dokter spesialis penyakit dalam konsultan hematologi dan onkologi medik juga menambahkan, “Jangan khawatir jika kondisi kanker sudah terlanjur masuk ketahap lanjut. Setiap stadium ada pengobatannya masing-masing, kami sebagai tim dokter ingin memberikan yang terbaik untuk pasien, kami akan usahakan memberikan pengobatan dengan pendekatan personalized treatment. Dalam arti, setiap pasien bisa mendapatkan pengobatan sesuai dengan kondisi, stadium dan jenis molekular pasien kanker usus besar.” sambungnya.
Dengan pilihan metode pengobatan personalized treatment, dapat membantu menegakkan diagnosis yang lebih akurat, memungkinkan pemberian obat yang tepat sehingga akan meminimalisir efek samping dan meningkatkan keberhasilan pengobatan dan kesembuhan.
What's On Fimela
powered by
Pasien kanker berisiko tinggi terpapar Covid-19
Pasien kanker memiliki tingkat risiko paparan Covid-19 lebih tinggi sebesar 3,5 kali lipat dibandingkan dengan pasien yang bukan kanker. Termasuk salah satunya pasien kanker kolorektal, mengingat keadaan sistem imunitas mereka.
Mengingat upaya pemerintah untuk menekan angka penyebaran virus corona dengan program vaksin, Nadia mengungkapkan, baik itu pasien maupun penyintas kanker kolorektal juga bisa mendapatkan vaksin Covid-19 guna mencegah penularan.
"Berdasarkan rekomendasi PERHOMPEDIN (Perhimpunan Hematologi dan Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia), vaksinasi Covid-19 dapat diberikan pada pasien dan penyintas kanker dengan penilaian individual dan pemantauan ketat serta berhati-hati selama tidak ada kontraindikasi." tutur Nadia.
Dengan kata lain, penyintas kanker kolorektal dapat diberikan vaksinasi selama tidak ada kontraindikasi, sedangkan untuk pasien kanker kolorektal, dapat dikoordinasikan dengan dokter yang merawat untuk berkoordinasi dengan tim vaksinasi dewasa.
Penulis: Hilda Irach