Diary Fimela: Popsiklus, Populerkan Barang yang Tak Terpakai Menjadi Produk yang Berguna

Fimela Editor diperbarui 18 Mar 2021, 16:30 WIB

Fimela.com, Jakarta Istilah ‘sampah’ seringkali masih digunakan beberapa orang untuk menamai barang yang tidak terpakai. Oleh sebab itu, sampah selalu dibuang ke tempatnya bukan diolah kembali. Istilah ini sudah tidak dipakai Kurniati Rachel Sugihrehardja atau yang biasa disapa Nia. Ia dan usaha kecilnya memakai istilah ‘barang yang tidak terpakai’ agar tetap memiliki pola pikir baik untuk mengolah barang tidak terpakai menjadi barang yang siap pakai. Berawal pada 2009, usaha kecil yang dinamakan ‘Bikinbikin’ lahir dari buah keisengannya dan keluarga yang memulai kebiasaan baik, yaitu memisahkan dan mendaur ulang sampah.

“Seiring berjalannya waktu kami menyadari begitu banyak sampah kotak susu di rumah kami. Lalu saya mencoba berkreasi dengan karton-karton susu tersebut. Produk pertama yang dibuat adalah notebook cover, yang kemudian saya pakai sendiri dan saya buat sebagai hadiah untuk beberapa kerabat dekat,” ungkap perempuan kelahiran Bandung, 26 Februari 1977 ini.

Nia mulai menerima pesanan pembuatan notebook cover dari beberapa teman, kerabat dan juga kantor-kantor dan mulai mengumpulkan kotak susu bekas dari tetangga sekitar serta lingkungan terdekat. Dari situlah kemudian lahir beberapa produk lain seperti kotak serbaguna, dompet, tas hingga produk lainnya.

Popsiklus sendiri lahir dari tujuan mempopulerkan semangat menggunakan kembali barang yang tidak terpakai agar tidak berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Akibatnya berganti nama dari Bikinbikin ke Popsiklus, Nia beralasan “Karena nama Bikinbikin terlalu generik dan tidak fokus pada kegiatan yang berhubungan dengan siklus daur ulang. karena awalnya hanya berpikir ini kerajinan saja lama kelamaan ingin fokus pada kerajinan daur ulang barang tak terpakai/siap buang.”

Kini nama ‘Bikinbikin’ yang sudah berganti nama menjadi ‘Popsiklus’ bekerja sama dengan sejumlah kedai kopi yang menyumbangkan kotak susu nya pada kami untuk diolah. Source karton bekas pakai dari skala rumah tangga juga masih kita terima sampai saat ini. Ada beberapa syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi bagi para pengirim karton susu, yaitu harus sudah dicuci bersih dan dikeringkan.

What's On Fimela
2 dari 4 halaman

Proses Pengumpulan Barang Tak Terpakai

Kurniati Rachel Sugihrehardja, founder Popsiklus

Semua bahan dasar kotak susu yang diperoleh nantinya akan melalui beberapa tahap sebelum akhirnya bisa dipakai sebagai bahan baku. Kotak susu yg sudah disterilkan akan dipotong secara manual satu persatu sebelum akhirnya dipadupadankan dengan bahan pendamping misalnya salah satunya kain batik sebagai pelapis untuk menjadi produk yang berciri khas unik Indonesia. Secara teknis, selain penggabungan dengan material kain, ada juga yang produk berbahan dasar kotak susu yang tidak dilapisi kain. Bahan kotak susu ini melewati sebuah tahapan proses yang unik untuk menciptakan tekstur, sebelum di jahit menjadi sebuah tas yang menjadi produk utama kita saat ini.

Proses pembuatan produk memakan waktu yang beragam, contoh untuk produksi 50 buah dompet, Nia menggunakan hampir 500 kardus susu UHT ukuran kecil. Lalu, untuk 100 buah notebook kita perlu 300 karton susu segar ukuran 1 liter. Selanjutnya, 100 buah tas ukuran besar perlu 800-900 karton susu segar ukuran 1 liter. Sementara itu, 1 tas besar yang terbuat dari 8 buah karton susu dan memerlukan proses selama sehari kerja.

Pada 2012, Nia Rachel memberanikan untuk mendistribusikan produknya ke sosial media setelah sebelumnya mengikuti berbagai bazaar sekolah dan pameran. “Sejauh ini distribusi produk sih aku cuma masukin di alun alun Mall Grand Indonesia, lalu toko concept di Bali, dan biasanya jual beli via whatsapp atau direct message via instagram saja. Orderan yang paling banyak adalah tas dan digunakan untuk merchandise perusahaan,” ceritanya.

 

3 dari 4 halaman

Proses Produksi

Popsiklus mempopulerkan barang yang tak lagi terpakai menjadi produk yang berguna seperti dompet dan tas cantik.

Saat ditanya mengenai produksi, Nia menjawab, “Untuk proses produksi tergantung dari orderan sih tp tiap hari tetep masuk krn menyiapkan bahan nya sebelum dijadikan produk dan proses nya lama juga. misalnya membuat tekstur pada karton, itu lama.” Untuk kualitas dari produk Popsiklus tidak bisa diragukan lagi karena perempuan lulusan Arts of Design Curtin University Perth Western, Australia ini turun tangan untuk mengecek kelayakan dan kualitas produk yang ada. “Setiap produk punya ciri khas masing-masing ya, Popsiklus adalah artisan produk, jadi produk ini tidak bisa dibandingkan dengan kompetitor. Kecuali dibandingkan dengan produk tiruan, baru ada bedanya,” ujar Nia saat menceritakan produk tiruan sempat dijual di pasaran.

Menanggapi barang tiruan tersebut, Nia menjawab santai sembari tertawa, “Tetapi sebetulnya kalau ada yang meniru itu artinya produk kita bagus ya. Akan tetapi saya senang sudah bisa menginspirasi orang lain. Hal itu dijadikan pemicu semangat saja untuk bikin produk baru.”

Selama pandemi, Popsiklus harus melakukan berbagai cara untuk bertahan di tengah gempuran produk luar dan situasi ekonomi yang semakin sulit. Usaha Nia harus berpindah tempat pasca pandemi, “Memang sangat berbeda drastis ya, apalagi kita juga memutuskan untuk pindah dari Tangerang ke Cimahi Jawa Barat. Waktu nya di pergunakan utk menata kembali tempat kerja yang baru. Saya harus memulai dari nol lagi, seperti melatih karyawan baru dan semoga menjadi berkat bagi sekitar.” ungkap Nia.

Akan tetapi perempuan yang memiliki moto hidup ‘Love what you do’ ini tidak putus asa, ia mencoba menjalin kerjasama dengan berbagai brand artisan lainnya. “Karena aku pikir ini bukan saat berkompetisi, tapi saat kita kolaborasi saling support satu sama lain. Popsiklus juga lagi menyiapkan beberapa produk kolaborasi lagi, tetapi belum tayang” kata Nia yang senang bisa saling mendukung dan berkolaborasi.

Nia Rachel berpesan kepada masyarakat untuk mencintai dan mendukung produk lokal, produk lokal tidak kalah keren dengan buatan luar negeri. “Semoga keadaan menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Aku ga punya tips untuk survive di masa pandemi, ga muluk-muluk bagaimana bisa survive seperti teman-teman yang lain dengan mencoba bekerja keras di bidang usaha yang sudah digeluti. Terus bergerak. Berhasil atau tidaknya yang penting berusaha sekuat tenaga dan selalu ingat menjalani protokol ketat.” pesan Nia yang berharap dapat melakukan pengembangan produk dengan teknik, variasi desain dan bahan lainnya selain karton susu untuk menjadi tempat alternatif penanganan limbah.

Penulis : Adonia Bernike Anaya (Nia)

#elevate women

4 dari 4 halaman

Simak Video Berikut