Fimela.com, Jakarta Kita semua pernah punya pengalaman atau kisah tentang cinta. Kita pun bisa memaknai arti cinta berdasarkan semua cerita yang pernah kita miliki sendiri. Ada tawa, air mata, kebahagiaan, kesedihan, dan berbagai suka duka yang mewarnai cinta. Kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Share Your Stories Februari 2021: Seribu Kali Cinta ini menghadirkan sesuatu yang baru tentang cinta. Semoga ada inspirasi atau pelajaran berharga yang bisa dipetik dari tulisan ini.
***
Oleh: Wahyu
Aku dilahirkan dari keluarga yang kurang berkecukupan. Ketika aku masih sekolah SD tepatnya kelas dua, ayahku meninggal dunia. Untuk melanjutkan hidup dan membiayai sekolah anak-anaknya, ibuku berjualan di pinggir jalan.
Sampai suatu hari nenekku, ibu dari ibuku mengunjungi kami dan melihat perjuangan ibuku untuk membiayai anak-anaknya. Untuk sedikit meringankan beban ibuku yang membiayai hidup kelima anaknya (aku anak ke empat), akhirnya nenekku memutuskan untuk mengasuh dan membesarkan aku dan membawaku pindah ke Jakarta (sebelumnya aku tinggal di Cirebon).
Aku masih ingat, ketika itu aku sangat sedih sekali mengetahui bahwa hidupku harus terpisah dengan ibuku bahkan aku sampai nangis berhari-hari dan ngambek tidak mau meneruskan sekolah di Jakarta.
Setelah sekian tahun aku hanya tinggal bersama dengan nenekku di Jakarta sampai aku SMA, akhirnya ibuku memutuskan pindah juga ke Jakarta dan tinggal bersama kami. Saat itu aku sangat senang sekali, akhirnya aku bisa tinggal bersama lagi dengan ibuku, walaupun tinggal dengan nenekku juga aku sudah mulai bisa menerima dan merasa senang, tapi kurang lengkap rasanya kalo tidak bisa tinggal dengan sosok seorang ibu yaitu wanita yang melahirkanku.
Kisah Cinta pertama yang kandas
Semuanya berawal pada suatu Minggu pagi di tahun 2018 ketika aku sedang asyik lari pagi di Gelora Bung Karno (GBK) Senayan. Tiba-tiba ponselku berdering, aku liat dari ibuku, langsung aku jawab “Assalamualaikum."
Tanpa menjawab salamku, ibuku langsung berkata sambil sedikit meringis kesakitan, “Mimi jatuh, nggak bisa berdiri, Wahyu langsung pulang sekarang ya." Deg. Aku kaget, seketika itu juga aku langsung hentikan lariku dan langsung pulang ke rumah. Ternyata ibuku jatuh di depan rumah tersandung pot tanaman, kemudian setelah diperiksa diketahui bahwa tulang paha kanan ibuku mengalami keretakan, sehingga ibuku harus memakai tongkat untuk beraktivitas.
Sejak saat itu beliau terlihat kurang bersemangat dalam melakukan kegiatan sehari-harinya mungkin karena pergerakan kakinya yang kini terbatas, termasuk beliau jadi kurang nafsu lebih tepatnya jadi malas makan dan minum.
Akhirnya setelah kira-kira setahun (tahun 2019) sejak tulang kakinya retak, kesehatan beliau menurun, sampai pada suatu pagi ibuku terlihat lemah sekali bahkan bangun tidurpun tidak bisa, harus dibantu diangkat badannya. Saat itu juga aku langsung bawa ke rumah sakit, masuk ke ruangan Unit Gawat Darurat (UGD).
Setelah masuk UGD, beberapa jam kemudian ibuku tidak sadarkan diri dan diputuskan untuk dirawat di ruangan Intensive Care Unit (ICU). Akhirnya setelah sekitar sebelas hari dirawat, ibuku meninggal dunia di rumah sakit.
Saat itu aku sangat sangat terpukul dan sedih sekali dan merasa sangat kehilangan. Iya, sangat kehilangan sekali karena setelah kakak-kakakku dan adikku menikah dan pisah rumah, praktis aku hanya tinggal berdua dengan ibuku, sementara nenekku sudah tinggal di kampung untuk menghabiskan masa tuanya. Semenjak saat itu aku hanya tinggal sendirian di rumah, kebetulan memang aku satu-satunya yang belum menikah, makanya aku merasa sangat kehilangan sosok yang selalu menemaniku di rumah.
Kisah Cinta kedua yang kandas
Setelah sekitar tujuh bulan ibuku meninggal (Agustus 2019), dan aku mulai menata kembali hidupku, ternyata pada bulan Maret 2020 dunia dilanda pandemi karena virus corona termasuk Indonesia. Dampaknya dirasakan juga olehku walaupun “hanya” pemotongan gaji dengan diberlakukannya Work From Home (WFH).
Empat bulan mengalami masa pandemi tepatnya pada Juli 2020, aku dikejutkan kembali dengan berita kematian. Ya, nenekku meninggal dunia. Orang yang sudah aku anggap juga sebagai ibu kedua bagiku karena dari sejak SD aku diasuh dan dibesarkan beliau.
Kembali aku mengalami kesedihan yang luar biasa dan untuk kedua kalinya aku merasa sangat kehilangan orang yang sangat aku cintai. Saat menuliskan kisah ini pun aku beberapa kali meneteskan air mata. Benar-benar pukulan berat untukku yang masih belum punya “teman hidup” untuk saling berbagi kesedihan.
Sungguh dua tahun kemarin aku lewati dengan cukup berat bahkan sangat berat. Tapi semua yang terjadi adalah takdir atau ketetapan dari Allah SWT. Aku yakin dan percaya semua kejadian tersebut ada hikmahnya khususnya untuk diriku agar aku semakin mandiri dan kuat.
Semoga pada tahun 2021 dan seterusnya aku bisa mendapatkan kebahagiaan, karena aku juga percaya dengan kalimat atau peribahasa atau apapun namanya yang mengatakan, “Percayalah! Selalu akan ada pelangi setelah hujan, selalu ada kebahagiaan setelah kesedihan."
#ElevateWomen