Saat Sudah Tak Sehati, Perpisahan adalah Jalan Terbaik meski Tak Mudah

Endah Wijayanti diperbarui 22 Feb 2021, 12:27 WIB

Fimela.com, Jakarta Kita semua pernah punya pengalaman atau kisah tentang cinta. Kita pun bisa memaknai arti cinta berdasarkan semua cerita yang pernah kita miliki sendiri. Ada tawa, air mata, kebahagiaan, kesedihan, dan berbagai suka duka yang mewarnai cinta. Kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Share Your Stories Februari 2021: Seribu Kali Cinta ini menghadirkan sesuatu yang baru tentang cinta. Semoga ada inspirasi atau pelajaran berharga yang bisa dipetik dari tulisan ini.

***

Oleh:  Indah Praditha

Aku percaya tidak ada hubungan yang sempurna dari manusia yang nihil dari kata "sempurna''. Selama ini yang kutakutkan baik diri sendiri maupun pasangan dalam lingkaran cinta adalah bersikap sangat posesif, impulsif, hingga abusif. Dalam cinta, walau telah memperjuangkan cinta atau orang itu sendiri, cinta juga mengajarkan bahwa aku harus bisa mengikhlaskan secara sepihak agar akhirnya kedua pihak bisa saling bahagia.

Pedih nyatanya, kupikir tiga tahun yang kami lalui telah cukup untuk membuat seseorang bisa mengenal satu sama lain dengan baik. Nyatanya, waktulah yang mengakhiri perjalanan kami. Seolah aku tak pernah menjadi bagian dari hari-harinya atau bahkan dalam hidupnya, dengan sempurna ia mengukir kebohongan di belakangku.

Semua dikemas dengan baik dan tak mencurigakan sedikit pun selama dua tahun lamanya.  Mata ini telah melihat betapa ia mampi menjalin dua hubungan sekaligus, telinga ini mendengar  isi perasaannya pada orang lain hingga melakukan hal-hal yang tak pernah kuduga sama sekali di belakangku meski di saat yang bersamaan hubungan ini belum berakhir dan mencintaiku adalah ucapan yang tak pernah hilang dari bibirnya. Inikah cinta yang pernah ia janjikan?

Setiap kali ia berangan sesuatu tentang kami, setiap kali ia menunjukkan betapa ia bersungguh-sungguh mengukir doa yang terbaik tentang kami, pria dengan jurus bius mematikannya saat menunjukkan betapa bertanggung jawabnya ia padaku sampai betapa sempurnanya sikapnya di depan orang tuaku telah meluluhlantakkan bayanganku padanya. Logikaku justru terbuai oleh dramanya. Betapa ini telah menghancurkan psikis dan batinku yang selalu menganggapnya pria dewasa yang kuimpikan, tulus ikhlas tutur kata hingga perilakunya.

 

2 dari 2 halaman

Melepas Genggaman

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/g/prostock_studio

Seringkali dalam dua tahun terakhir kuperhatikan ia selalu memberikan kode secara halus betapa ia sangat ingin melepaskanku. Dengan menciptakan ketidaksepahaman karena hal-hal kecil. Ingin sekali aku menusuknya dengan rasa sakit hati yang teramat sangat kurasakan saat itu. Aku terlanjur cinta hingga merasa tak sanggup melepaskan hanya karena kenangan juga waktu yang kumiliki dengannya selama ini. 

Akhirnya, masa di mana mempertahankan cinta meski berakhir dengan luka menjadi bagian yang paling berat kuhadapi dan menjadi masa paling melegakan setelah kulalui. Perlahan waktu membuat jiwaku kembali pulih walau sebenarnya rasa sayang itu belum pudar kepadanya. Namun, pikiranku tak lagi kacau karena kini tak lagi mendahului kebahagiaan orang lain di atas diri sendiri.

Tak pernah kubiarkan rasa dendam mengisi ruang dalam hatiku agar aku bisa melanjutkan hidupku dengan damai. Hanya doa yang selalu mengiringi kepergiannya dari hidupku agar kelak ia bisa memahami betapa berharganya diperjuangkan dan dicintai sepenuh hati.

Aku sangat paham tak semua hal bisa kugenggam semauku dan kuatur sebagaimana inginku bila semesta sendiri mentakdirkan ia pergi dalam hidupku. Skenario Tuhan selalu menjadi yang terbaik dan terus berserah atas hasil usaha yang kita upayakan. 

#ElevateWomen