Fimela.com, Jakarta Banyak orang yang ingin hidup bebas dari hutang. Namun keadaan membuat seseorang terpaksa melakukan pinjaman.
Aulia Akbar CFP®, financial educator dan periset Lifepal mengatakan jika tidak selamanya hutang selalu dianggap buruk. Pada umumnya, pandangan buruk terhadap utang muncul ketika seseorang tidak mampu membayar utang yang sudah mereka ajukan sebelumnya.
Aulia juga mengatakan, sah-sah saja berutang asalkan masih dalam ranah produktif. Dua karakteristik utang produktif adalah bisa meningkatkan penghasilan sekaligus nilai kekayaan kita di masa yang akan datang.
hutang untuk modal usaha adalah bentuk utang produktif karena dapat memberikan leverage kepada peminjam dalam meningkatkan operasional bisnis dengan harapan meningkatkan profit dari peluang bisnis yang ada.
Sementara itu, kredit pemilikan rumah (KPR) bisa membantu debitur dalam melakukan akumulasi aset. Mengingat harga properti terus mengalami pertumbuhan, maka seiring dengan berjalannya waktu, kekayaan bersih debitur yang bersangkutan akan bertambah.
Salah satu contoh buruk utang konsumtif adalah utang untuk kebutuhan darurat seperti halnya utang untuk biaya berobat, maupun utang untuk menopang biaya hidup karena kehilangan penghasilan. Biaya berobat tentu bisa ditanggulangi dengan jaminan kesehatan, sementara itu pengeluaran biaya hidup bisa dimitigasi lewat dana darurat.
Cicilan utang per bulan maksimal 35 persen dari penghasilan tapi maksimal jumlah utang 50 persen dari aset. Bila kita mengalami masalah dalam utang, bagaimana jalan keluarnya? Berikut penjelasannya.
1. Ketahui portofolio utang
Bukan hanya investasi yang memiliki portofolio, utang pun ada terutama jika seseorang memiliki banyak utang. Portofolio utang menunjukkan daftar utang tertunggak beserta cicilan yang dimiliki saat ini.
Dengan memiliki portofolio utang, kita bisa mengukur apakah utang yang ada saat ini sudah melebihi batas wajar atau tidak.
Pisahkan utang tersebut menjadi dua kategori, mana yang konsumtif dan produktif. Segera lunasi utang konsumtif bila memiliki dana yang cukup.
2. Debt settlement/ Penyelesaian utang
Solusi kedua dalam penyelesaian utang bisa dilakukan dengan bernegosiasi dengan pihak kreditur. Debitur pun bisa diberikan keringanan seperti diskon utang, cicilan jangka panjang dan lain sebagainya.
Namun patut diketahui pula bahwa hal itu hanya disetujui bila kreditur telah melakukan penilaian keuangan terhadap debitur mulai dari cash flow bulanan atau aset.
3. Debt consolidation/ Konsolidasi utang
Konsolidasi utang adalah menyatukan seluruh utang yang kita miliki menjadi satu bundel. Setelah utang-utang tersebut dikonsolidasikan, akan dihitung berapa cicilan yang dibayarkan oleh debitur setiap bulan yang sudah disesuaikan dengan pemasukannya.
4. Refinancing/ Pembiayaan kembali
Ketika debitur sudah kesulitan dalam membayar utangnya, maka mereka bisa menjaminkan asetnya untuk mendapatkan dana segar yang nantinya digunakan untuk membayar utang tertunggaknya. Setelah itu, mereka pun harus mengangsur pembayaran cicilan utang ke pihak yang memberikan dana segar dari proses refinancing ini.
Sekilas, hal ini hampir serupa dengan berutang untuk bayar utang atau yang kita kenal dengan istilah “gali lubang dan tutup lubang.”
Tindakan ini bisa dilakukan ketika tidak ada lagi pilihan lain untuk melunasi tunggakan utang tersebut, dengan catatan seluruh dana yang kita dapat dari proses refinancing memang digunakan untuk membayar lunas utang tersebut.
Itulah hal hal yang harus diketahui bagi setiap debitur yang ingin bebas dari jeratan utang.
Ketika seseorang memiliki cicilan utang, maka akan ada pengeluaran pasif yang harus dibayarkan secara berkala. Jagalah kesehatan arus kas (cash flow) dengan baik.
Biasakan untuk membayar utang tepat pada waktunya dan menjaga konsumsi. Menurunkan tingkat gaya hidup untuk sementara waktu adalah hal bijak yang baik dilakukan demi memperlancar pembayaran utang.
#elevate women