Diserang Orang Asing saat Berangkat Kerja, Hidup Perempuan Ini Berubah setelah Didiagnosis dengan Trauma Berat

Annissa Wulan diperbarui 01 Feb 2021, 20:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Julia Métraux sedang dalam perjalanan untuk bekerja di New York City pada jam 9 pagi, bulan November 2019. Setelah Julia turun dari kereta subway pertama, ia duduk, dan mengeluarkan ponselnya untuk membaca berita sambil menunggu kereta F ke Brooklyn.

Sama seperti Julia, hampir semua orang terpaku pada ponsel mereka. Lalu, ada seseorang yang memukul belakang kepala Julia dengan keras.

Ia dipukul dengan sangat keras, sehingga yang bisa ia rasakan hanya rasa sakit, terbakar, dan ketakutan. Julia mendengar orang yang memukulnya meneriakkan sesuatu, yang tak ia pahami sampai saat ini.

Penyerangan itu berlangsung selama beberapa menit dan tidak ada yang mencoba menghentikannya, sedangkan Julia sendiri terlalu kaget untuk melawan. Seorang perempuan pekerja memanggil bantuan polisi, segera setelah ia melihat Julia dipukul.

Beberapa orang yang mendengar Julia berteriak minta tolong, membantunya naik tangga, di mana ia harus menunggu tenaga medis. Polisi datang dan mulai bertanya apa yang terjadi.

 

 

2 dari 3 halaman

Pelakunya tidak pernah diidentifikasi

Ilustrasi kekerasan/penyerangan. Sumber foto: unsplash.com/Engin Akyurt.

Ketika polisi bertanya apakah Julia mengatakan sesuatu kepada si penyerang, ia berjuang memberi tanggapan. Julia merasa polisi ingin memastikan apakah ia telah memprovokasi penyerang, yang faktanya tidak, Julia telah menjadi korban kejahatan kekerasan acak.

Sepengetahuan Julia, penyerangnya tidak pernah ditangkap dan tidak pernah diidentifikasi. Ia juga tidak tahu apa yang memotivasi penyerang, karena barang-barang yang terjatuh dari tas Julia setelah ia dipukul, tidak diambil.

Setelah naik ambulans ke Lenox Health Greenwich Village, Julia didiagnosis mengalami cedera kepala tertutup, yang merupakan cedera otak traumatis, mencakup patah tulang tengkorak. Dokter ruang gawat darurat menyarankan Julia untuk istirahat dan tidak berangkat bekerja.

Julia mengikutinya bukan hanya karena ia mengalami cedera kepala, namun juga karena ia takut meninggalkan apartemennya. Saat Julia bangun keesokan paginya, wajahnya bengkak, hingga ia hampir tidak bisa mengangkat kepalanya.

Sebelum kejadian penyerangan, kecemasan telah menjadi bagian dari hidup Julia sejak ia masih remaja. Seminggu setelah penyerangan, Julia mulai naik kereta bawah tanah lagi secara teratur, ia berdiri sejauh mungkin dari pria.

3 dari 3 halaman

Julia mengalami trauma berat

Ilustrasi kekerasan/penyerangan. Sumber foto: unsplash.com/Cristian Newman.

Jika memungkinkan, ia akan menunggu di dekat kelompok perempuan atau keluarga. Kemanapun ia berjalan, Julia langsung merasa tidak nyaman ketika ada pria yang berjalan kurang dari 10 kaki darinya, ia cemas sampai berada di apartemen, ruang kelas, atau kantornya.

Di bulan Januari, hampir 3 bulan sejak serangan, Julia membuat janji dengan ahli saraf. Julia pernah menderita gegar otak akibat olahraga dan berjalan dalam tidur sebelumnya, namun kali ini, ia merasa berbeda.

Julia didiagnosis dengan gangguan Attention Deficit Disorder, ia marah, karena ada orang-orang yang secara acak memilih menyerangnya, dan ia sekarang harus minum obat hanya untuk berkonsentrasi. Dunia Julia berubah sejak menjadi korban tindak kekerasan acak, sehingga ia memutuskan untuk pulang ke Massachusetts, bergabung bersama keluarganya, dan beraktivitas untuk membantu mengatasinya kecemasannya.

Julia tidak meninggalkan rumahnya berbulan-bulan selama lockdown. Istirahat sejenak seperti ini membantu Julia mengatasi rasa cemasnya.

Julia tidak lagi mengorbankan sebagian hidupnya. Julia menyadari bahwa akan selalu ada risiko dirinya diserang lagi, entah itu tindakan kekerasan acak atau ia ditargetkan oleh seseorang yang ia kenal, namun ia merasa memiliki kekuatan baru untuk fokus pada apa yang terjadi dalam hidupnya sekarang, bukan insiden kekerasan di masa lalu.

#Elevate Women