Fimela.com, Jakarta Pandemi Corona mengubah tatanan kehidupan dunia, termasuk bidang ekonomi. Di sepanjang 2021-2022 nanti, lanskap ekonomi dunia diprediksi masih akan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi akibat pandemi tersebut. Kondisi ini membuat 10 negara ASEAN serta Cina, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Australia menandatangani sebuah Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional atau RCEP) pada November lalu.
Perjanjian ini merupakan perjanjian kerja sama dagang terbesar di dunia. RCEP merupakan kawasan ekonomi yang sangat besar menurut wilayah, penduduk, dan angkatan kerja, serta pendapatan nasional dan perdagangan investasi internasional. Untuk itu, Universitas Prasetiya Mulya menggelar sebuah diskusi online bertajuk "Stimulus COVID-19 dan RCEP: Pemacu Pemulihan Ekonomi Indonesia dan Dunia 2021-2022," pada Rabu (20/1/21) lalu.
Menurut Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar, RCEP merupakan sebuah kendaraan untuk meningkatkan peran dan kontribusi serta keberadaan Indonesia dalam pedagangan serta investasi dunia.
“Selama ini Asia itu selalu menjadi factory atau pabrik tapi sudah menjadi pabrik, pasar dan motor pertumbuhan ekonomi dunia. Karena itu, Indonesia harus memanfaatkan momentum RCEP ini untuk meningkatkan ekspor. Karena selama ini, mayoritas ekspor Indonesia adalah ke negara-negara anggota RCEP,” katanya seperti dikutip dari rilis yang Fimela terima.
Tujuan RCEP
RCEP dinilai sebagai penolong bagi perekonomian Indonesia. Pasalnya, perjanjian ini bertujuan untuk menurunkan kesepakatan untuk menurunkan tarif, membuka perdagangan barang dan jasa, serta mempromosikan investasi. Lewat penandatanganan ini, diharapkan RCEP jadi salah satu penggerak ekonomi para anggotanya.
Menurut Managing Director Bank Dunia Mari Elka Pangestu, salah seorang inisiator RCEP pada KTT Asean di Bali pada 2011 silam, kerjasama dagang ini akan menguntungkan ASEAN, karena kelahirannya justru dimaksudkan untuk mengimbangi kekuatan ekonomi Asia Timur (Tiongkok, Jepang dan Korea Selatan).
#elevate women