Fimela.com, Jakarta Selalu ada cerita di balik setiap senyuman, terutama senyuman seorang ibu. Dalam hidup, kita pasti punya cerita yang berkesan tentang ibu kita tercinta. Bagi yang saat ini sudah menjadi ibu, kita pun punya pengalaman tersendiri terkait senyuman yang kita berikan untuk orang-orang tersayang kita. Menceritakan sosok ibu selalu menghadirkan sesuatu yang istimewa di hati kita bersama. Seperti tulisan yang dikirimkan Sahabat Fimela dalam Lomba Cerita Senyum Ibu berikut ini.
***
Oleh: A
Anak yang hebat terlahir dari sosok ibu yang hebat pula. Gambaran itulah yang tersematkan kepada sosok ibu saya. Sebenarnya beliau bukan perempuan yang berpendidikan tinggi, bahkan tidak lulus sekolah dasar dan membaca pun tidak lancar.
Pernah merasa menyesal karena tidak menamatkan sekolah membuat ibu bertekad menjadikan anak-anaknya bisa mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Sementara saudara-saudara lelaki ibu menjadi pegawai negeri, ibu hanya seorang pedagang ikan di pasar. Namun hebatnya beliau berhasil mengantarkan anak-anaknya sampai ke perguruan tinggi. Terlahir sebagai anak pedagang pasar, saya bangga dan kerap menceritakan profesi ibu saya kepada teman-teman. Berkat perjuangan ibu, saya bisa menjadi hebat seperti sekarang.
Pekerja Keras dan Tidak Pernah Mengeluh
Ibu sudah senang berdagang semenjak kecil di bangku sekolah dasar. Beliau bercerita kalau berjualan kembang turi pasar bersama teman-temannya. Saat sudah menikah dengan bapak yang nelayan, ibu menjadi pedagang ikan.
Tidak ada sosok yang pekerja keras selain ibu. Jarang ibu mengeluh persoalan dagangannya di pasar. Setiap hari, bukan Senin sampai Sabtu yang layaknya pekerja kantoran, ibu tidak pernah absen berangkat ke pasar bahkan tanggalan merah pun tidak menghalanginya. Kecuali hari raya dan saat sakit. Itu bertahun-tahun dilakoni ibu semenjak anak-anaknya kecil. Sementara saya yang belum lama bekerja kadang masih mengeluhkan beban kerja padahal ada libur hari minggu dan tanggalan merah.
Semenjak ayah meninggal dunia, ibu yang menjadi orangtua tunggal terus berdagang dan berjuang demi kami anak-anaknya. Ibu masih sama, tidak mengeluhkan beban yang ditanggungnya. Senyumannya jarang bercampur dengan masam.
Usia Semakin Menua, Semangat Bekerjanya Tidak Pudar
Hingga sakit yang tak tertahankan, itu yang akhirnya ibu keluhkan seiring usianya yang semakin menua. Rasa sakit di persediaan kaki membuat ibu kesusahan untuk mengayuh sepeda, kendaraan yang mengantar beliau ke pasar. Kami anak-anaknya sudah dewasa dan berpenghasilan, meminta ibu untuk berhenti bekerja saja, toh kami sudah bisa menghidupi beliau. Ibu yang sempat menolak, akhirnya menuruti. Payah kaki diajak bekerja makanya ibu istirahat di rumah.
Hanya bertahan selama setengah tahun tidak bekerja, Ibu memaksa kembali bekerja. Terbiasa bekerja lalu tidak bekerja rasanya tidak menyenangkan, itu yang dirasakan ibu. Di pasar ibu merasakan kebahagiaan bisa bertemu teman-teman yang berdagang, sementara kesepian kelamaan apabila di rumah. Demi kebahagiaan ibu, kami anak-anaknya mengizinkan beliau. Akhirnya untuk berangkat ke pasar, beliau bisa diantar, karena kakinya masih sudah untuk mengayuh.
Meskipun kami anak-anaknya sudah beruang sendiri, ibu malah sungkan menerima uang dari kami. Dengan kembali bekerja di pasar, ibu punya penghasilan sendiri yang bisa untuk mengepulkan asap di dapur. Beberapa dari anaknya yang masih serumah, beliaulah yang mencukupi kebutuhan pangan.
Sungguh ibu, perjuangan dan kasihmu tidak lekang dimakan waktu. Semuanya demi kami keluarganya. Terima kasih ibu, engkau terus berjuang di usia yang melewati setengah abad ini.
#ElevateWomen